BESARAN KLAIM INA CBG’S, Bisakah menutup biaya?
Anastasia Susty Ambarriani*
Program JKN dan Permasalahannya
Sudah setahun lebih, program JKN dilaksanakan. Kita semua perlu mengapresiasi program yang bertujuan untuk keadilan masyarakat dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Tidak sedikit warga Indonesia yang sakit dimudahkan oleh program ini, terlebih bagi masyarakat miskin yang mempunyai penyakit berat dan kronis, program JKN ini seperti menjadi dewa penolong bagi mereka. Banyak testimoni yang disampaikan oleh masyarakat tentang manfaat program JKN bagi mereka. Meskipun demikian, tidak sedikit pula keluhan-keluhan yang datang dari masyarakat terkait dengan pelaksanaan program JKN ini. Sebagian besar keluhan masyarakat terkait dengan repotnya birokrasi.
Pihak yang paling merasakan dampak perubahan dengan adanya program JKN adalah penyedia fasilitas kesehatan, baik fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan atau rumah sakit. Pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, yaitu puskesmas dan klinik keluarga, dampak yang langsung dirasakan adalah meningkatnya jumlah kunjungan. Hal ini disebabkan karena program JKN menjalankan sistem rujukan berjenjang. Pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut atau rumah sakit, perbedaan yang paling terasa terletak pada sistem pembayaran klaim. Sebelumnya sistem pembayaran klaim dilakukan berdasarkan fee for service, sedangkan dalam era JKN sistem pembayaran klaim berdasarkan sistem paket berdasarkan tarif INA CBG’s. Perbedaan sistem pembayaran klaim ini memunculkan persoalan tentang kecukupan besaran klaim INA CBG’s dalam menutup biaya pelayanan kesehatan. Secara entitas mungkin saja pihak rumah sakit tidak dirugikan dengan adanya sistem klaim INA CBG’s, bahkan justru diuntungkan, karena tidak lagi merisaukan tentang adanya piutang pelayanan yang tak tertagih. Meskipun demikian, seringkali permasalahan justru timbul dalam internal rumah sakit. Misalnya beberapa pihak merasa bahwa klaim INA CNG’s terlalu kecil, sementara pihak lain merasa klaim INA CBG’s telah dapat menutup biaya pelayanan kesehatan. Masalah ketidakadilan seringkali dikeluhkan oleh para pelaksana pelayanan kesehatan. Mereka mempertanyakan darimana munculnya besaran klaim tersebut.
Unit cost Pelayanan Kesehatan dalam Era JKN
Terkait dengan masalah kecukupan klaim INA-CBG’s dalam menutup biaya pelayanan kesehatan, PKMK UGM dengan dukungan penuh oleh AIPMNH dan bekerjasama dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur, melakukan kajian besaran unit cost di provinsi Nusa Tenggara Timur. Kajian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah besaran klaim INA-CBG’s sungguh-sungguh dapat menutup biaya pelayanan kesehatan. Terbatasnya waktu dan dana, menyebabkan kajian tidak mungkin dilakukan di semua rumah sakit dan semua prosedur pelayanan kesehatan. Kajian akhirnya hanya dapat dilakukan pada dua rumah sakit kabupaten dan untuk dua prosedur pelayanan kesehatan. Dua prosedur dipilih yang berbeda secara signifikan, yaitu prosedur penatalaksanaan sectio caesaria yang membutuhkan pembedahan dan prosedur penatalaksanaan malaria yang tidak membutuhkan pembedahan. Prosedur penentuan besaran unit cost dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai tindakan yang diperlukan dalam prosedur tersebut. Selanjutnya unit cost untuk setiap tindakan yang terkait dengan prosedur tersebut dihitung. Penghitungan ini dilakukan dengan mengidentifikasi biaya langsung dan tidak langsung prosedur. Biaya tidak langsung dibebankan dengan cara pembebanan bertahap. Selanjutnya unit cost prosedur diperoleh dengan cara menjumlahkan biaya langsung dan biaya satuan untuk seluruh tindakan yang diperlukan dalam prosedur yang bersangkutan.
Clinical pathway memudahkan proses identifikasi tindakan yang diperlukan dalam suatu prosedur pelayanan, sehingga akan memudahkan pula proses identifikasi sumber daya dan biaya yang dibutuhkan. Sayangnya banyak rumah sakit yang belum mengembangkan clinical pathway yang dapat dijadikan sebagai standar prosedur pelayanan. Pada studi yang dilakukan di Provinsi NTT, dari dua rumah sakit studi, satu rumah sakit sudah mempunyai clinical pathway untuk prosedur penatalaksanaan section caesaria, meskipun masih berupa draft. Berdasarkan prosedur ini, kajian besaran unit cost dilakukan dengan menggunakan dasar draft clinical pathway tersebut. Untuk prosedur penatalaksanaan malaria, karena belum ada clinical pathway, maka identifikasi tindakan untuk prosedur tersebut dilakukan berdasarkan sampel rekam medis. Kesulitan mengidentifikasi prosedur berdasarkan sampel rekam medis adalah tingginya variasi tindakan yang dilakukan dalam suatu prosedur.
Hasil kajian menunjukkan bahwa besaran unit cost untuk prosedur sectio caesaria lebih besar dibandingkan dengan klaim INA CBG’s. Hal ini dapat dipersepsikan bahwa besarnya klaim untuk prosedur sectio cesaria tidak dapat menutup biaya pelayanan. Hal sebaliknya terjadi untuk prosedur penatalaksanaan malaria. Pada prosedur malaria, besaran unit cost lebih rendah dibandingkan besaran klaim INA-CBG’s yang dapat dipersepsikan bahwa klaim INA CBG’s untuk prosedur malaria dapat menutup biayanya.
Diskusi dan Rekomendasi
Hasil studi memberikan gambaran bahwa klaim INA CBG’s memberikan hasil yang tidak konsisten jika dibandingkan dengan unit cost. Hal inilah yang mungkin menimbulkan perselisihan dan perdebatan di rumah sakit. Ada pihak yang merasa kerjanya lebih keras tetapi klaimnya lebih kecil atau tidak cukup untuk menutup biaya. Oleh karena itu mungkin perlu pengkajian lebih lanjut tentang metode penentuan klaim INA CBG’s. Selain itu sistem informasi akuntansi biaya yang dimiliki oleh rumah sakit juga mempunyai peran yang penting dalam ketepatan penghitungan unit cost. Sistem informasi akuntansi biaya yang tidak terintegrasi menyulitkan pengumpulan data biaya dan dapat menimbulkan pembebanan dan penghitungan biaya menjadi tidak akurat. Kajian ini dilakukan pada jenis prosedur dan tempat yang terbatas. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, perlu dilakukan pengkajian unit cost untuk prosedur-prosedur lainnya dan di tempat yang berbeda.
Informasi unit cost penting untuk rumah sakit, selain ada peraturan bahwa besaran tarif harus ditentukan berdasarkan unit cost, informasi unit cost juga diperlukan oleh manajemen dalam melakukan proses perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan. Pentingnya informasi unit cost menuntut rumah sakit untuk mengembangkan suatu sistem informasi akuntansi biaya yang baik. Sistem informasi akuntansi biaya tidak kalah penting dengan sistem informasi akuntansi keuangan. Manajemen rumah sakit hendaknya menyadari hal ini. Sistem informasi akuntansi keuangan menghasilkan laporan keuangan yang diperlukan untuk tujuan pertanggungjawaban dan akuntabilitas, sedangkan sistem informasi akuntansi biaya dan manajemen diperlukan untuk kepentingan proses manajemen yang mengarah pada efektivitas dan efisiensi.
*Peneliti pada Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM
Terima kasihinfonya, menurut penyelennggara kesehatan bpjs, ada sistem gotongroyong sehingga timbul istilah subsidi silang.
ini penyebab masalah atau ini yg jadi akibatnya ? Akibatnya, diagnosa dokter menyesuaikan klaim yg sewajarnya dari tindakan yg diberikan.. tkss