manajemenrumahsakit.net :: SEMARANG
Archive for 2014
Pasien Lansia Perlu Fasilitas Khusus di Rumah Sakit
manajemenrumahsakit.net :: JAKARTA- Orang lanjut usia (lansia) pada umumnya menderita lebih dari satu penyakit. Hal ini pun membuat mereka harus mendatangi sejumlah dokter spesialis untuk berobat.
Padahal, fisik lansia mengalami penurunan dibanding sewaktu muda. Mereka akan kerepotan dan kelelahan jika harus bolak-balik rumah sakit mengatasi berbagai penyakit yang berbeda-beda.
RS Minim Error, Puluhan Ribu Nyawa Terselamatkan
manajemenrumahsakit.net :: Sebuah laporan pemerintah Amerika Serikat yang dirilis pada hari Selasa lalu. mengatakan bahwa sekitar 50.000 jiwa berhasil diselamatkan pada tahun 2011, 2012 dan 2013 dengan meminimalisir kesalahan medis yang dilakukan oleh sejumlah rumah sakit di Amerika Serikat.
Dilansir NBC News, setidaknya 180.000 jiwa berhasil diselamatkan per tahunnya akibat penurunan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh pihak medis. Sampai saat ini, masih belum diketahui penyebab penurunan kesalahan medis yang telah menyelamatkan banyak nyawa tersebut. Penurunan kesalahan terbesar ini 40 persennya disumbangkan dari kesalahan pemberian obat pada pasien kasus narkotika yang seringkali salah obat pemberian takaran dosis yang salah dan pasien tidak cocokdengan obatnya (alergi) demikian seperti dilansir dari UPI, Minggu, (07/12/2014)
Berdasarkan laporan 35.000 orang yang masih bisa hidup hari ini adalah sebab dari penurunan kesalahan medis pada tahun 2013. Centers for Medicare dan Medicaid Services (CMS), yang melakukan studi tersebut, merupakan bagian dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan.
Menurut kantor berita Reuters, ada penurunan sembilan persen dalam jumlah infeksi didapat di rumah sakit, seperti pneumonia dan infeksi saluran pernapasan pada 2012-2013. Dalam sebuah konferensi di Baltimore, Sekretaris HHS, Sylvia Burwell mengatakan bahwa ia tidak ingin warga Amerika menghabiskan waktunya hanya untuk tergeletak di tempat tidur rumah sakit atau menghabiskan masa liburan di ranjang karena sakit.
Sumber: centroone.com
Pendampingan Penyusunan Rencana Strategis Bisnis RSUD Kota Balikpapan
Pendampingan Penyusunan Rencana Strategis Bisnis RSUD Kota Balikpapan
Senin, 8 Desember 2015
Oleh Elisabeth Listyani
Setelah 3 bulan sejak Oktober 2014 PKMK FK UGM mendampingi proses penyusunan Rencana Strategis RSUD Kota Balikpapan akhirnya Dokumen RSB dan juga Dokumen Renstra Kota Balikpapan tersebut selesai disusun. Dokumen ini merupakan salah satu syarat untuk pemenuhan status BLUD yang akan diajukan oleh RSUD Kota Balikpapan. Sebelum operasional pada Februari 2015, rumah sakit ini sudah mulai mempersiapkan berbagai dokumen pendukung untuk operasional rumah sakit.
Rencana strategis bisnis RSUD Kota Balikpapan menggambarkan visi yang ingin dituju yaitu menjadi rumah sakit daerah yang terpercaya, humanis dan inovatif. Misi yang ingin dicapai adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau dan paripurna, menyelenggarakan pelayanan rujukan sekunder di Kota Balikpapan dan sekitarnya, dan menyelenggarakan pelayanan pelayanan kesehatan untuk menunjang sektor jasa dan industri.
Rumah sakit ini berdiri di lahan seluas 12.660 m², luas bangunan 6.330 m², dengan jumlah tempat tidur sebanyak 186 TT dibangun dalam 3 lantai. Layanan yang disediakan oleh RSUD Kota Balikpapan adalah poliklinik spesialis seperti penyakit dalam, bedah, anak, kandungan kebidanan, saraf, kulit dan kelamin, rehabilitasi medik, mata, THT, psikiatri, gigi dan mulut, serta klinik DOTS. Layanan rawat inap di rumah sakit ini menyediakan ruang rawat dari VIP sampai dengan Kelas 3, dilengkapi dengan layanan ICU, PICU, NICU, dan ruang isolasi. Layanan rawat darurat dan bedah sentral juga disediakan oleh RSUD Kota Balikpapan. Selain layanan utama tersebut, rumah sakit ini juga menyediakan layanan pendukung yaitu radiologi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, gizi, IPSRS, dan SIM RS.
Program lima tahun ke depan yang akan dikembangkan oleh RSUD Kota Balikpapan mencakup bidang operasional klinik seperti peningkatan volume kegiatan klinis dan kegiatan penunjang, peningkatan mutu layanan, riset, dan pengembangan, Sedangkan bidang operasional non klinik meliputi peningkatan kompetensi SDM, teknologi informasi, sarana dan prasarana, serta sistem informasi keuangan rumah sakit.
Dengan dukungan Pemerintah Daerah Kota Balikpapan, posisi Kota Balikpapan sebagai pintu gerbang Kalimantan Timur, lokasi rumah sakit yang strategis dan akses yang mudah, serta peluang bekerja sama dengan RS Pendidikan untuk melengkapi kompetensi klinis dan kompetensi manajemen diharapkan RSUD Kota Balikpapan dapat menjadi rumah sakit rujukan bagi masyarakat Kota Balikpapan dan sekitarnya.
Lokakarya Evaluasi Akhir Program Sister Hospital dan Performance Management and Leadership Rumah Sakit di Provinsi NTT hari 2
Lokakarya Evaluasi Akhir
Program Sister Hospital dan Performance Management and
Leadership Rumah Sakit di Provinsi NTT
5 Desember 2014
Hari 1 – Hari 2
Oleh: Elisabeth Listyani
Pada hari kedua kegiatan lokakarya evaluasi akhir program SH dan PML RS di Provinsi NTT ini lebih banyak menfokuskan pada diskusi rencana tindak lanjut kesepakatan untuk keberlangsungan dan pengembangan program SH dan PML di seluruh kabupaten yang termasuk bagianProvinsi NTT. Pengantar diskusi disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD, dr. Idawati Trisno, M. Kes, dan dr. Hanevi Djasri, MARS. Kembali ke tujuan awal dari sister hospital yaitu mencapai ketersediaan pelayanan PONEK 24 jam rumah sakit di Provinsi NTT. Sementara, tujuan jangka pendek adalah melakukan kontrak kerja dengan tenaga medis spesialis dan tujuan jangka panjang adalah tersedianya tenaga medis spesialis di rumah sakit.
dr. Idawati Trisno, M. Kes memaparkan tentang resume hasil pencapaian SH dan PML yang dilakukan di 11 kabupaten. Detail temuannya sudah dipaparkan pada hari pertama lokakarya ini. Selain itu, dipaparkan pula mengenai banyaknya inkonsistensi data di RSUD dan juga laporan dinas kesehatan kabupaten. Data AKI sudah konsisten namun data kematian neonatal belum konsisten, dimana data kematian luar wilayah ada di register RSUD namun tidak tercantum dalam laporan dinas kesehatan kabupaten dan kabupaten asal pasien. Data persalinan dianggap yang paling konsisten dimana angka inkonsistensi kurang dari 2%. Selain itu, data rujukan ibu cukup konsisten antara RSUD dengan dinas kesehatan kabupaten. Hal lain yang dihadapi adalah data penanganan komplikasi yang paling tidak konsisten antara PKM, dinas kesehatan, dan RSUD.
Inkonsistensi data tersebut disebabkan antara lain karena belum ada alur pelaporan data antar bagian di RSUD, kemungkinan ada kesalahan dalam proses rekap data, ketidakjelasan prosedur dinas kesehatan untuk cek laporan puskesmas dan RSUD, dan tidak semua RSUD menyampaikan data ke dinas kesehatan. Untuk meminimalisir inkonsistensi tersebut, dapat dilakukan review dan standarisasi format pelaporan, pemetaan alur data dari sumber pelaporan, dan penyusunan peraturan bupati untuk manajemen data.
dr. Hanevi Djasri, MARS memfokuskan pada pemaparan mengenai tantangan dan kendala program SH serta rencana tindak lanjut. Tantangan dan kendala yang dihadapi selama program SH berlangsung antara lain kurangnya kapasitas SDM dan manajemen rumah sakit dalam hal pemeliharaan alat medis, kurangnya jumlah SDM klinis dan non klinis sehingga pelayanan rumah sakit belum optimal, manajemen data di rumah sakit belum tertata dengan baik dimana laporan SH belum terintegrasi dengan laporan RSUD, dukungan manajemen dan leadership yang belum optimal dalam upaya meningkatkan mutu layanan, koordinasi lintas sektor belum maksimal untuk kualitas data dan kualitas rujukan.
Rencana tindak lanjut yang dapat dilakukan diantaranya manajemen RSUD perlu menyusun sistem pemeliharaan sarana prasarana, menyusun training development plan untuk meningkatkan kualitas SDM, perbaikan manajemen data rumah sakit dan membuat electronic data based register untuk maternal perinatal, memantau pelaksanaan quality improvement termasuk pencegahan infeksi di rumah sakit, memantau pelaksanaan rujukan dan memfasilitasi kerjasama RSUD dengan dinas kesehatan untuk mutu rujukan, dan manajemen pelaporan data.
Prospek pendanaan SH dan berbagai kegiatan lain paska proyek AIPMNH dipaparkan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD. Aliran dana selama ini lebih banyak berasal dari AIPMNH namun pada akhir kegiatan ini dana dari AIPMNH hanya sampai Maret 2015. Setelah itu, RSUD mesti mencari sumber pendanaan lain yang dapat berasal dari APBN, APBD, BPJS kompensasi, ataupun program Permata. Dalam hal ini,partnership harus dijaga hubungannya agar dapatberlangsung lama,, dimana partnership ini merupakan kerjasama antar dua lembaga atau lebih, dilandasi dengan semangat membantu, anggota mempunyai motivasi saling menguntungkan, terdapat kontrak kerja, dan berkesinambungan. Untuk masa mendatang, rumah sakit rujukan nasional harus mempunyai sister hospital dengan rumah sakit rujukan regional.
Setelah pemaparan pengantar diskusi tersebut, masing-masing RSUD melanjutkan kegiatan dengan membuat rencana tindak lanjut untuktahun-tahun berikutnya. . Secara umum, RSUD menyusun rencana untuk pengiriman tenaga ahli spesialis/residen ke RSUD, insentif dokter spesialis, monev internal, monev eksternal, diklat kompetensi, capacity building, pengiriman dokter daerah untuk menjadi PPDS, peralatan dan bangunan, serta dari sisi manajemen adalah akreditasi, pelatihan dan pendidikan tenaga klinis dan manajemen, penguatan BLUD bagi RSUD yang sudah mendapat status BLUD, dan bagi RSUD yang belum mendapat status BLUD akan terus melanjutkan rencana pencapaian status BLUD, penguatan sistem informasi, penguatan billing system, dan peningkatan kapasitas manajemen serta budaya kerja. Dana untuk kegiatan tindak lanjut tersebut diperoleh dari APBN, APBD, BLUD, maupun dana AIPMNH sampai dengan Maret 2015, ataupun (mengharapkan) dana dari Permata.
Pada akhir sesi penutupan lokakarya hari kedua ini, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD menyarankan bahwa pendanaan asing sebaiknya digunakan untuk kegiatan inovasi. RSUD diajak untuk mengidentifikasi sumber dana yang sudah pasti maupun yang belum pasti, dan tetap mengembangkan semangat partnership. Partnership mendatang dapat didanai dari berbagai sumber. Namun dari pemaparan diskusi yang disampaikan oleh masing-masing RSUD menggambarkan bahwa dana pemerintah pusat tidak banyak dibahas atau diharapkan oleh RSUD dan terlihat sekali bahwa rencana tindak lanjut RSUD tidak ada link dengan perencanaan di pemerintah pusat. Sedangkan untuk dana APBD masih ada ketidakpastian dan baru dapat dilhat hasilnya pada Januari 2015. Untuk dana BPJS bagi insentif SDM sudah pasti karena ada pasal yang mengatur, namun untuk dana kompensasi belum jelas.
Di samping itu, kegiatan yang mempunyai resiko tinggi untuk tidak didanai adalah monev eksternal yang dikontrakkan ke pihak eksternal. Hal ini disebabkan dana dari pusat untuk hal ini dicoret dimana tidak ada memo maupun penghitungan unit cost. Sehingga pemerintah pusat tidak mengalokasikan, sedangkan provinsi tidak mempunyai dana untuk kegiatan tersebut. Pasalnya, kegiatan monev eksternal tidak dikenal oleh Kemenkes atau Dinkes. Hal inilah yang menimbulkan pertanyaan apakah kinerja pelayanan kesehatan dapat meningkat tanpa adanya monev eksternal dan apakah Dinas Kesehatan Provinsi dapat melakukan monev secara detail?
Untuk mengakomodir hal tersebut, diharapkan ada advokasi di saat akhir pembahasan APBD, ada pertemuan khusus dengan BPJS untuk membahas dana kompensasi dan dana sisa, akan ada penelitian tentang isi APBD berkaitan dengan program SH di Januari 2015, dan akan ada penelitian tentang remunerasi dana di RSUD.
Di akhir acara tidak lupa seluruh peserta diajak untuk sesi pemotretan bersama sebagai salah satu kenangan kebersamaan “partnership” selama 4 tahun ini. Semoga partnership ini akan tetap langgeng dan dapat saling menguntungkan.
DPRD Bandarlampung akan Revisi Perda TPH
manajemenrumahsakit.net :: BANDARLAMPUNG – DPRD Bandarlampung mulai mewacanakan untuk merevisi Peraturan Daerah (Perda) No.13/2009 tentang Tempat Pemotongan Hewan (TPH). Dengan adanya revisi Perda tersebut berarti TPH milik swasta yang sebelumnya terancam ditutup tetap bisa beroperasi.
Wiwik Anggraeni, anggota Komisi II DPRD Bandarlampung, mengatakan keberadaan TPH milik swasta tidak akan ditutup, TPH sebagai pembantu Rumah Potong Hewan (RPH) Waylaga milik Bandarlampung dikarenakan tidak semua pemotongan ternak bisa terjaungkau oleh RPH.
“Tidak mungkin ditutup. Nanti ditinjau lagi Perda itu,” kata dia, belum lama ini.
Menurutnya, TPH sebagai bentuk usaha milik masyarakat tidak mudah untuk ditutup. “Apalagi
Era Keemasan Mount Elizabeth Hospital: Perjalanan 35 Tahun
manajemenrumahsakit.net :: Demikian topik yang dibawakan oleh Dr.Richard Ng,seorang kardiolog dari Mount Elizabeth. Dia mengilas-balik sejarah Mount Elizabeth sejak didirikan pada tahun 1979 hingga sekarang.
Dr.Richard Ng mengisahkan, mendirikan Mount Elizabeth Hospital (MEH) dan Pusat Medical Mount Elizabeth (MEMC) adalah gagasan dari dua pengusaha visioner dan murah hati yaitu almarhum Mr.Agus Nursalim (Lim Ju Kuang) dari Indonesia dan Mr.Goh Cheng Liang dari Singapura.
Sejak pembukaan resmi pada bulan Desember 1979 oleh Dr.Yeoh Ghim Seng, Mount Elizabeth Hospital dan MEMC terus memberikan praktek medis yang bermutu standar tinggi dalam berbagai spesialisasi dan sub-spesialisasi kedokteran. Itu terus membaik, berimprovisasi, berinovasi dan memberikan pelayanan kesehatan swasta yang paling menonjol tidak hanya di Singapura, tetapi juga di wilayah sekitarnya.
Rumah Sakit Mount Elizabeth pernah menjabat sebagai pusat pariwisata medis yang menarik untuk Singapura selama 3 dekade terakhir. Standar dan penyebaran perawatan medis yang berkualitas tinggi telah ditingkatkan dan disempurnakan dengan masing-masing kepemilikan berturut dalam rumah sakit Mount Elizabeth dari hari-hari awal dalam hal perawatan klinis yang luar biasa, hingga manajemen rumah sakit kelas dunia dan kepemimpinan administrasi profesional dari Amerika dan bekerja sama dengan pemimpin lokal sekarang ini.
35 tahun telah berlalu dengan cepat, Rumah Sakit Mount Elizabeth sekarang harus berkembang dan berinovasi dengan perubahan lanskap perawatan medis, persaingan rumah sakit swasta lainnya di Singapura dan di wilayah tersebut, dan beradaptasi dengan tantangan biaya kesehatan yang sulur.
“Untuk tetap sebagai rumah sakit swasta terkemuka, Rumah Sakit Mount Elizabeth harus serius merangkul 2 pilar penting lain dari perawatan kesehatan yaitu Pendidikan dan Penelitian. 2 daerah vital ini :pengajaran akademik dan pelatihan, dan penelitian, apakah itu klinis tetapi sebaiknya dengan dasar ilmu pengetahuan, bersama-sama dengan publikasi ilmiah dan diaudit suara akan menjadi daerah mendefinisikan dan Rumah Sakit Mount Elizabeth agar mempertahankan era keemasannya selama 35 tahun sekali lagi ke depan.” demikian Dr. Richard Ng menutup ceramahnya. ( diur)
Sumber: medanbisnisdaily.com
Hut RSUD ke 59, Wabup Resmikan Ruang Lely dan Hemodialisa
manajemenrumahsakit.net :: Bertambah umur, semakin bertambah prima pelayanan di RSUD Buleleng. Begitulah ketika rumah sakit yang berada di jantung kota Singaraja memperingati hari jadinya ke-59, 5/12, dilakukan peresmian ruang Lely II yang dimanfaatkan bagi pasien kelas III serta ruang Hemodialisa untuk pasien cuci darah oleh Wakil Bupati Buleleng,dr.Nyoman Sutjidra,Sp.OG. Sebelum meresmikan, Wabup diantar oleh Direktur RSUD, Kadis Kesehatan meninjau kondisi rumah sakit, dan sesekali Wabup memberi arahan agar lingkungan rumah sakit menjadi lebih baik.
Usai meresmikan ruang Lely dan Hemodialisa, kegiatan peringatan hari jadi RSUD Buleleng ke-59 dimulai, digelar di halaman depan samping timur rumah sakit.
Dalam kesempatan memberi sambutan, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana yang pagi itu baru saja datang dari Danau Tamblingan untuk memantau kegiatan gotong royong membersihkan Danau Tamblingan, menyatakan mendukung pengembangan RSUD Buleleng, baik pembangunan dan pelayanan di kelas I sampai kelas III. Meskipun, Bupati mengharapkan kelas Mahotama yang merupakan pelayanan kelas utama agar terus dikembangkan, namun pelayanan di kelas III diminta agar terus ditingkatkan,
TAHUN 2016 RUMAH SAKIT DI SUMSEL SUDAH TERAKREDITASI
manajemenrumahsakit.net :: Pada hari Kamis tanggal 23 Oktober 2014. Memasuki era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Rumah Sakit baik milik instansi pemerintah maupun swasta harus terakreditasi atau setidaknya memperbarui akreditasi. Maka itu, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) daerah Sumsel menargetkan paling lambat 2016 proses akreditasi ini harus sudah selesai.
Ketua PERSI Sumsel, dr Yanuar Hamid SpPD MARS mengatakan, akreditasi ini sangat penting mengingat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan tidak mau bekerja sama dengan RS tersebut jika tidak tidak terdaftar atau nilai akreditasinya tidak diperbarui. Jika BPJS tidak bekerjasama, otomatis pasien tidak ada. Maka itu kita akan kejar proses akreditasi, khususnya RS kecil dan di da?erah agar segera terdaftar, usai dilantik sebagai Ketua PERSI Sumsel priode 2014-2017 di meeting room RS Khusus Mata Masyarakat Palembang.
Saat ini, di Sumsel sendiri baru ada tiga RS yang sudah memperoleh akreditasi nasional, namun masih perlu diperbarui. Ketiganya ialah Rumah Sakit Umum Pusat Dr Mohammad Hoesin (RSMH), Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bari, dan Rumah Sakit Roman Khatolik (RSRK) Charitas Palembang, dan semua akreditasinya sudah kadaluarsa. Pengurusan akreditasi versi baru itu akan disesuaikan dengan RS diluar negeri.
Artinya, baik yang sebelumnya sudah terakreditasi maupun belum, akan kita upayakan mendapat akreditasi internasional tersebut. Walaupun untuk di RS kecil masih merangkak. Direktur Utama (Dirut) RSMH Palembang ini menambahkan, upaya PERSI sendiri untuk membina RS yang terdapat di setiap kabupaten terus dikejar. Sebab, bukan hanya persolan fasilitas saja yang harus diperhatikan. Melainkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang trampil.
Kegiatan kita (PERSI) sudah banyak, dan memang ada beberapa daerah yang perlu diperhatikan. Kita terus melakukan pelatihan dalam rangka meningkatkan kompetisi mereka. Ini semua diperlukan agar pelayanan kepada masyarakat semakin baik, dan tentu saja berpengaruh pada nilai akreditas di RS tersebut.
Ketua PERSI pusat, DR, dr Sutoto, MKes usai melantik pengurus PERSI yang baru mengatakan, saat ini sendiri PERSI sudah ada di 32 provinsi dengan menaungin 14 asosiasi perumah sakitan. Kita menyadari, sejak tahun 2014 ini masuk era JKN, tujuannya sangat mulia.
Karena tahun 2019 seluruh penduduk Indonesia harus menjadi anggota BPJS. Perubahan sistem itu ialah sistem pembayaran. Kalau RS tidak mengikuti model sistem ini, saya khawatir RS akan menjdi korban perubahan. Maka itu PERSI konsisten terhadap hal ini.
Ada peningktan baru untuk akreditasi RS, untuk RS kelas D dan kelas C itu di dalam pemenuhan stndar pertama kali boleh mempelajari dua RS stndar sebelumnya yang lebih tinggi. Selain membahas soal JKN dan pelantikan pengurus baru, acara tersebut juga mengadakan kegiatan workshop penyusunan panduan praktik klinik, clinical pathway, SIM rumah sakit dan pera SPI di RS
Sumber: humas.polri.go.id