Membangun kesehatan masyarakat harus dimulai dari puskesmas. Namun jika puskesmas tidak memiliki fasilitas dan SDM memadai, tentu keberadaannya menjadi sia-sia. Akhirnya upaya meningkatkan kesehatan masyarakat hanya akan menjadi wacana di mulut belaka.
Dalam diskusi Bali Post tentang pembangunan kesehatan masyarakat Buleleng di Rangon Sunset, Pantai Penimbangan, Singaraja, Senin (25/11) lalu, terungkap masih banyak puskesmas di Bali Utara yang kekurangan dokter. Misalnya di satu puskesmas hanya diisi satu dokter yang bahkan harus merangkap sebagai kepala puskesmas. Sebagai kepala puskesmas, dokter biasanya lebih sering sibuk dengan urusan struktural-formal ketimbang melakukan kegiatan medis. Maka masyarakat pun jadi enggan ke puskesmas karena lebih sering tak bertemu dokter.
Kadis Kesehatan Buleleng dr. Made Puja mengatakan, puskesmas di Buleleng memang masih kurang jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah penduduk sekitar 800.000 jiwa. Dengan rasio satu puskesmas untuk 30.000 penduduk, maka puskesmas di Buleleng kurang lagi sekitar delapan unit.
Selain jumlahnya kurang, puskesmas yang sudah ada pun diakui belum memiliki SDM dan fasilitas yang memadai. Ada empat puskesmas yang hanya memiliki satu dokter. Dan dokter itu langsung menjadi kepala puskesmas. ”Jika ada tugas struktural, pelayanan jadi terabaikan,” katanya.
Padahal, menurut dr. Puja, puskesmas nonperawatan minimal harus memiliki dua dokter. Untuk puskesmas perawatan atau puskesmas yang memiliki fasilitas rawat inap minimal harus memiliki empat dokter. Untuk memenuhi hal itu, secara keseluruhan puskesmas di Buleleng masih kekurangan delapan dokter. Jika dibangun delapan puskesmas lagi untuk memenuhi rasio jumlah penduduk, maka Buleleng setidaknya harus merekrut sekitar 16 dokter lagi untuk ditempatkan di puskesmas. Untuk itu, tahun 2014 Pemkab Buleleng sudah menganggarkan perekrutan delapan dokter PTT, bidan PTT 14 orang.
Untuk masalah fisik, dr. Puja juga mengakui banyak puskesmas masih berupa bangunan lama. Misalnya di Tejakula dua puskesmas masih berupa bangunan lama dan di Kubutambahan juga ada dua puskesmas masih berupa bangunan lama yang sebenarnya sudah tidak layak dijadikan tempat perawatan. ”Pada tahun anggaran 2014 kita sudah anggarkan perbaikan. Tahun 2013 ini juga sudah dibangun puskesmas perawatan,” katanya.
Dr. Puja mengakui image puskesmas di mata masyarakat memang masih kurang bagus. Terutama karena masalah seringnya tak ada dokter. ”Masyarakat inginnya ada dokter. Jika tak ada dokter, mereka terkadang langsung ke RSUD,” katanya.
Direktur RSUD Buleleng dr. Gede Wiartana mengatakan bahwa upaya meningkatkan pelayanan, SDM dan fasilitas di puskesmas memang harus dilakukan. Jika puskesmas kurang baik dalam pelayanan maka masyarakat akan terus menyerbu RSUD untuk berobat. ”Setiap hari ada 400 sampai 500 pasien masuk RSUD. Padahal 70 persen dari penyakit mereka tergolong ringan dan cukup ditangani di puskesmas,” katanya.
Selain itu, pasien yang menggunakan fasilitas asuransi jaminan kesehatan sebenarnya harus membawa surat rujukan dari puskesmas jika masuk ke RSUD. Tetapi banyak pasien menggunakan jaminan kesehatan tak membawa rujukan dan ketika diminta mencari rujukan mereka tak mau dengan alasan tempatnya jauh. ”Itu sebabnya rumah sakit jadi ramai, tempat parkirnya juga ramai,” katanya. (ole)
Sumber: balipost.co.id