Kendari, Benar. Transformasi dari hal lama ke yang baru selalu menimbulkan resonansi, positif dan negatif. Reaksi seperti itu pulalah yang kini bernada, dilontarkan masyarakat pasca beroperasinya Rumah Sakit Umum (RSU) Bahteramas di Baruga, menggantikan RSUD Sultra di Mandonga. Hampir dua bulan terakhir, sentra pelayanan kesehatan yang diklaim berkelas internasional tersebut difungsikan dengan segala kekurangannya. Sayang, konstruksi megah yang belum rampung itu berubah menjadi sembilu sinis penuh keluhan.
Dominasi warna eksterior padu putih dan biru sebenarnya bisa menjadi lambang kesejukan bagi para pencari pemulihan kesehatan. Belum lagi desainnya yang megah penuh “taste” arsitektur berkelas. Namun semua itu tak ada artinya. Masyarakat tak mau tahu, pelayanan harus maksimal tanpa toleransi argumen petugas medis yang meminta pasie sabar dengan kondisi volume proyek RSU yang memang belum 100 persen.
Sejak 21 Oktober lalu, RSU Bahteramas telah resmi beroperasi menggantikan fungsi RSUD lama. Sebenarnya, ada banyak hal baru yang ditawarkan, seperti ruang baru dengan berbagai fasilitas yang juga serba baru. Pasien bisa menikmati ruang perawatan ber-AC yang sebelumnya tak dirasakan di RSUD lama, seperti di gedung IGD dan perawatan bayi. Instrumen pengecekan kesehatan berteknologi canggih dan lainnya. Kondisi ruang perawatan lain yang dirasa nyaman juga ada di ruang Melati. Tempat ini memang didesain sebaik mungkin, sebab pasien yang dilayani diruang ini adalah bayi. Namun, kebijakan yang hanya membolehkan ibu bayi yang menemani, membuat bagian lain dari gedung melati menjadi “pemukiman baru”.
Seorang ibu muda yang datang dari luar kota bersama bayi dan kedua orang tua mengungkapkan, ayah dan ibunya semalam harus tidur di teras gedung. “Yah karena mareka tidak diperbolehkan masuk, terpaksa menginap di sini,” katanya. “Kan tidak mungkin juga Dia (Ibu bayi) datang membawa anaknya sendiri, makanya kami temani. Eh..ternyata sampai di sini kami tidak boleh ikut menjaga bayi di dalam. Terpaksa nginap di luar walaupun dingin. Kalau siang dan kencang angin, luar biasa debunya berhamburan,” sambung Kakek Si Bayi itu.
Keluhan lain soal bentangan jarak antar ruang satu dengan lainnya ke sentra informasi yang lumayan jauh. “Capek harus bolak-balik antara gedung administrasi dengan gedung mawar. Ujung pukul ujung.Gedungnya banyak sekali tapi banyak juga tak terpakai. Di gedung mawar saja masih banyak yang kosong. Baru di sini panas sekali,” gerutu pengunjung lainnya. Lain ruangan, lain pula keluhan yang terlontar. Di ruang perawatan Anggrek berkelas I itu pun tetap saja panas. Mesin pendingin ruangan yang baru tak berfungsi maksimal dan tak ada tirai pelindung matahari. Kertas berhelai lebar pun menjadi alternatif menutupi polosnya sekat kaca. Untuk mengatasi hawa panas, keluarga pasien tetap saja harus membawa fasilitas kipas angind ari rumah masing-masing.
Namun dari banyaknya intonasi kritik, sebagian pengunjung juga mengaku puas dengan pelayanan di ruang IGD yang dinilai lebih baik.
Krisis air bersih adalah item keluhan lainnya. Sayangnya, tak ada jawaban dan tanggapan memuaskan dari para pejabat dari semua masalah yang membuat RS bertaraf internasional itu jatuh pamor berasa tradisional. Humas RSU Bahteramas, Masyita, M.Kes yang begitu proaktif promosi dan memublikasikan aktivitas rumah sakit, enggan berkomentar banyak. Argumennya, saat ini Ia sedang dibebastugaskan dari jabatan Humas karena sedang mengikuti pendidikan dan latihan. “Jangan sampai saya komentar, lantas menyalahi wewenang. Karena sudah beberapa hari ini saya tidak bertugas, jadi tidak tahu kondisi lapangan,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (6/12) lalu.
Sementara itu, Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSU Bahteramas, dr Asniati yang ditemui langsung pun menyiratkan nada penolakan untuk memberi penjelasan. Ia tak mau berkomentar sebelum mendapat izin dari Direktur Rumah Sakit, dr. Nurdjajadin Aboe Kasim. “Wah maaf sekali, Saya tidak bisa. Nanti tunggu Dokter Jaya (sapaan akrab Nurdjajadin Aboe Kasim) saja,” tampik Pelaksana Direktur RSU Abunawas karena pimpinan tertinggi saat ini sedang berada di Bandung, Jawa Barat.
Sebelumnya Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan Sultra sudah membeber hasil monitoringnya pada sentra pelayanan publik tersebut. Dari penilaian yang dilakukan Sabtu (1/12) lalu, lembaga tersebut menemukan adanya pelayanan yang tidak memenuhi standar. Dari 14 item yang disyaratkan dalam UU No. 25 Tahun 2009, baru dua poin yang terpenuhi. Kepala ORI Perwakilan Sultra, Aksah mengatakan, dalam rancangan peraturan pemerintah tentang pelaksanaan UU No 25 tahun 2009 pada pelayanan publik, diatur 14 komponen standar pelayanan, antar lain, dasar hukum, persyaratan, sistem, mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, tarif, produk pelayanan, sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawasan internal, penanganan pengaduan, saran, dan masukan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan, jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan dan evaluasi kinerja Pelaksana. “Dari pantauan langsung kami di RS Bahteramas, baru dua komponen pelayanan yang terpenuhi, yakni prosedur mekanisme pelayanan dan tarif pelayanan, lainnya belum tampak,” ungkap Aksah.
ORI akan melakukan koordinasi dengan pihak penyelenggara RS, dengan harapan seluruh standar pelayanan publik dapat terpenuhi. “Kami berupaya mendorong terpenuhinya asas-asas pelayanan publik yang sesuai standar yang sudah diamanahkan undang-undang. Apalagi rumah sakit merupakan obyek pelayanan publik yang sangat vital. Jadi tidak ada alasan untuk menunda-nunda standar pelayanan publik dimaksud,” tegasnya.
Sumber: sultrakini.com
[…] Konstruksi megah yang belum rampung itu berubah menjadi sembilu sinis penuh keluhan. Selengkapnya […]