Rencana Strategis Bisnis bagi RS dengan Pendekatan Program Klinik
PENGANTAR
Dampak dari kebijakan mengenai BLUD adalah banyak lembaga pelayanan publik terutama RSD, yang berkesempatan untuk mendapatkan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. Dengan fleksibilitas ini, rumahsakit daerah dapat mengelola sumber daya yang dimiliki untuk pemenuhan kebutuhan pengguna secara cepat dan untuk menghasilkan pelayanan yang lebih bermutu. Dalam jangka panjang, hal ini akan meningkatkan daya saing dan citra rumahsakit daerah.
Selain diberikan fleksibilitas, RSUD yang ingin menerapkan BLU juga diminta untuk berjanji memberikan pelayanan dengan standar minimal yang telah disepakati, merencanakan kegiatan dengan baik untuk menjamin penggunaan sumber daya secara optimal dengan indikator keberhasilan yang jelas, menerapkan sistem keuangan yang menjamin transparansi dan akuntabilitas, serta memiliki tata aturan internal yang juga transparan.
Perencanaan yang baik dengan indikator yang jelas tertuang dalam Dokumen Rencana Strategis Bisnis (RSB) yang berusia 5 tahun dan menajdi dasar untuk menyusun Rencana Bisnis Anggaran. RSB ini akan menjadi salah satu acuan bagi Pemda untuk menilai pencapaian kinerja BLUD. Oleh karena itu membuat Dokumen RSB harus dilakukan secara teliti dan menggunakan perhitungan yang tepat dalam menetapkan indikator dan target keberhasilan.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Dengan mengikuti sesi ini, peserta diharapkan dapat memahami:
– Hakekat RSD sebagai lembaga usaha yang mempunyai misi Sosial
– Apa yang disebut sebagai Rencana Bisnis
– Tujuan penyusunan renstra bisnis dan dinamika lingkungan bisnis
– Keterkaitan antara perencanaan – budgeting dengan perencanaan yang lebih operasional
– Konsep dan kerangka pikir perencanaan berbasis program klinik
– Template rencana strategis bisnis berbasis perencanaan klinik
WAKTU
1 sesi atau 1 jam efektif
METODE PEMBELAJARAN
- Belajar mandiri (membaca modul)
- Diskusi jarak jauh (via Audiostreaming dan forum diskusi di website)
- Penugasan-penugasan
- Feedback (sesuai jadwal pelatihan)
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
(1) Setelah mendaftar, setiap peserta mendapatkan password yang dapat digunakan untuk mengakses modul dan melakukan komunikasi dengan tim fasilitator
(2) Peserta melakukan login dan mendownload modul yang telah disiapkan, serta mempelajarinya beberapa hari sebelum pertemuan via audiostreaming.
(3) Melalui audiostreaming yang telah dijadwalkan, Fasilitator menerangkan mengenai tujuan dan isi modul, ingkungan RSD, Definisi Rencana Strategis Bisnis dan bedanya dengan perencanaan-perencanaan lain, tujuan penyusunan Renstra Bisnis, kaitannya dengan penganggaran dan target kinerja keuangan, serta RSB berbasis pada program klinik, template Rencana Strategis Bisnis berbasia pada Program Klinik. Peserta bisa berinteraksi langsung dengan fasilitator maupun peserta lain melalui sambungan telepon.
(2) Sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, peserta menyelesaikan tugas dan mengirimkannya kepada tim fasilitator untuk diberi feedback.
(3) Peserta dapat juga berkomunikasi dengan tim fasilitator maupun peserta lain dengan memanfaatkan menu forum diskusi yang telah disediakan.
POKOK BAHASAN
A. perencanaan strategis bisnis
Rencana stratejik bisnis merupakan dokumen penting bagi rumahsakit yang akan melakukan transisi dari model manajemen konvensional yang mendapat subsidi penuh dari pemerintah, ke model pengelolaan lembaga publik yang lebih modern. Renstra bisnis akan memberikan guideline bagi manajemen RS, karena dokumen ini berperan sebagai blueprint bagi arah yang akan dituju oleh rumahsakit. Oleh karena itu, tujuan dari penyusunan rencana strategis bisnis adalah untuk merencanaan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh rumahsakit agar dapat digunakan seoptimal mungkin dalam menghadapi kebutuhan target penggunanya. Rencana strategis bisnis merupakan proses berkala untuk menyusun langkah-langkah yang diperlukan guna menjalankan misinya dan mencapai visi yang diinginkan, dengan menggunakan pola pikir stratejik.
Proses penyusunan renstra bisnis dipimpin oleh seorang leader yang akan menggalang konsensus mengenai arah yang ingin dituju dan arah mana yang tidak dituju. Hasil akhir dari perencanaan stratejik ini adalah adanya strategi dan rencana untuk jangka waktu 3 – 5 tahun kedepan. Dengan demikian, renstra bisnis akan memberikan fokus pada organisasi dan akan menjadi “template” bagi kepala SMF, kepala Instalasi, kepala unit dan sebagainya dalam pengambilan keputusan operasional yang mendukung pencapaian visi dan pelaksanaan misi.
Rencana strategis sebenarnya merupakan bagian dari manajemen strategis, dimana ada dua aspek lain yaitu berpikir stratejik dan momentum stratejik, sebagaimana yang digambarkan oleh Swayne, et.al. (2006) sebagai berikut. Aspek yang pertama adalah berpikir stratejik, yaitu suatu proses intelektual, suatu cara berpikir atau suatu metode untuk mendorong pemimpin melihat gambaran besar dari apa yang sedang terjadi di lingkungannya dan membandingkannya dengan apa yang telah dilakukan oleh organisasi. Sebenarnya proses berpikir startejik tidak hanya dilakukan oleh pimpinan, melainkan oleh seluruh bagian di rumahsakit. Orang yang berpikir stratejik akan:
- Memahami dan mengakui realitas perubahan
- Menanyakan asumsi saat ini dan kegiatan yang ada
- Membangun pemahaman sistem
- Memvisikan masa depan yang mungkin
- Menghasilkan ide-ide baru, dan
- Mempertimbangkan kecocokan organisasi dengan lingkungan luar
Aspek ketiga dari manajemen stratejik setelah berpikir stratejik dan perencanaan stratejik adalah momentum stratejik yang merupakan aktivitas sehari-hari dalam menjaga agar strategi yang diimplementasikan dapat mencapai tujuan. Secara spesifik, momentum stratejik berarti:
- Pekerjaan nyata untuk mencapai tujuan
- Terkait dengan proses pengambilan keputusan dan konsekuensinya
- Terkait budaya
- Membutuhkan antisipasi, inovasi, dan unggulan
- Mengevaluasi kinerja strategi melalui kontrol
- Merupakan proses belajar
- Bertumpu pada penguatan strategic thinking dan perencanaan strategis secara periodik
Sebagai contoh, sebuah RSUD menetapkan visinya melalui konsensus bersama yaitu menjadi RS bertaraf internasional. Strategi yang ditempuh adalah memperbaiki sistem pelayanan yang masih birokratis dan memperbaiki prosedur operasi standar. Momentum strategis pada RS tersebut adalah morning report yang dilaksanakan setiap pagi untuk mengevaluasi setiap perbaikan standar dan sistem yang dilakukan. Morning report juga mendorong terjadinya perubahan budaya dari bekerja sebagai sekedar melaksanakan kewajiban menjadi bekerja untuk menghasilkan output terbaik. Didalamnya terkandung proses belajar terus menerus untuk meningkatkan kualitas output secara kontinyu. Selain itu, juga terdapat budaya mengevaluasi – bukan mencari kesalahan orang lain – dalam rangka memperbaiki mutu pelayanan dan kinerja organisasi.
- 1. keterkaitan antara perencanaan – budgeting dengan perencanaan yang lebih operasional
Penyusunan rencana strategis bisnis merupakan proses yang kontinyu dan seharusnya memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan pengembangan sistem dan sub sistem di rumahsakit. Namun sebelum lebih jauh membahas mengenai kaitan tersebut, ada prasyarat yang harus dimiliki dalam menyusun perencanaan strategis. Prasyarat tersebut adalah adanya komitmen dan kepemimpinan baik di level rumahsakit maupun stakeholder. Horak (1999) menggambarkannya sebagai berikut.
Perencanaan strategis bisnis yang disusun tanpa adanya kepemimpinan tidak akan mengandung konsesnsus mengenai arah yang hendak dituju oleh rumahsakit. Kepemimpinan juga menjadi faktor kunci yang penting dalam menggalang komitmen dari seluruh komponen di rumahsakit untuk mengimplementasikan rencana yang sudah dibuat. Sebagaimana dikatakan oleh para pakar, membuat rencana strategis yang baik merupakan proses yang rumit, namun mengimplementasikannya jauh lebih rumit. Jika tidak ada komitmen, maka rasa tanggung jawab terhadap pencapaian target dan kinerja akan sangat minim, bahkan tidak ada.
Komitmen juga dibutuhkan dari stakeholder eksternal RSUD, khususnya stakeholder kunci. Tanpa adanya komitmen, rumahsakit daerah yang hendak menerapkan pola keuangan Badan Layanan Umum Daerah tidak akan mendapat dukungan dari DPRD atau Pemda sehingga tidak akan pernah disahkan menjadi BLUD.
Produk akhir perencanaan strategis adalah strategi dan program. Sebagaimana ditunjukkan oleh bagan di atas, bagi RS dengan misi sosial ada strategi yang berbeda untuk diterapkan pada segmen pengguna yang berbeda pula. Dalam hal ini, RSUD memiliki 3 jenis segmen pengguna, yaitu pengguna yang membeli langsung, yang memberi subsidi dan yang membelikan untuk orang lain (donatur kemanusiaan).
Bagi segmen yang membeli langsung, baik perorangan (out of pocket) maupun dengan jaminan kesehatan (asuransi, perusahaan), RSUD dapat menerapkan strategi jual beli. Paket pelayanan “dijual” dengan tarif sama dengan atau lebih tinggi dari unit cost. Jenis sumber pendapatan ini merupakan peluang bagi RSUD untuk “menjual” produk yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan pengguna (customize).
Bagi segmen yang memberi subsidi, dalam hal ini pemeirntah, RSUD dapat menerapkan strategi lobby atau negosiasi untuk memperoleh alokasi anggaran kesehatan yang dibutuhkan. Saat ini subsidi bagi pasien tidak mampu dialokasikan melalui program Jamkesmas. Sedangkan untuk segmen pengguna yang membelikan untuk orang lain, RSUD dapat menerapkan strategi dana kemanusiaan (filantrofi) dengan badan amal, pertunjukkan amal, proposal kemanusiaan dan sebagainya.
Rencana strategis bisnis yang telah disusun selanjutnya akan menjadi acuan bagi pengembangan sistem manajemen dan sub sistem di rumahsakit. Sebagai contoh, jika strategi yang ditempuh oleh rumahsakit adalah fokus pada pengembangan layanan Ibu dan Anak sebagai unggulan (centre of excellence), maka langkah selanjutnya adalah menyesuaikan sistem dan sub sistem yang ada dalam layanan Ibu dan Anak tersebut. Misalnya centre of excellence diterjemahkan sebagai pelayanan yang terintegrasi antara rawat jalan, rawat inap dan penunjang yang berada dalam satu lokasi, cepat tanggap terhadap kebutuhan pengguna, akurat, dan cost effective. Dari sistem manajemen operasional klinik, layanan yang terintegrasi akan membutuhkan SOP yang berbeda dengan layanan sebelumnya. Dari aspek SDM, perlu dipikirkan pengembangan skill SDM, pengembangan teamwork dan sebagainya. Dari aspek keuangan harus dikembangkan sistem billing dan sistem informasi keuangan yang mampu memberikan informasi keuangan tertentu kepada pengguna (pasien dan keluarganya) maupun kepada manajemen secara tepat waktu dan akurat. Bahkan strategi di level RS ini juga akan mempengaruhi pengembangan fisik RS (bukan sebaliknya). Kapasitas yang harus dibangun, desain bangunan sampai dengan interior menyesuaikan dengan strategi besar RS.
Strategi yang telah di-break down menjadi rencana kerja kemudian diterjemahkan kedalam bahasa keuangan, yaitu kebutuhan biaya dan potensi pendapatan yang dapat diperoleh. Semuanya dibuat dalam kurun waktu 5 – 10 tahun, tergantung pada eriode perencanaan. Dengan demikian, jelas bahwa antara strategi, perencanaan, dan penganggaran memiliki keterkaitan yang sangat erat dan merupakan hubungan sebab akibat, sebagaimana digambarkan pada matriks berikut.
2. Konsep dan kerangka pikir perencanaan berbasis program klinik
Kondisi yang berkembang saat ini di banyak RS daerah adalah bahwa perencanaan merupakan tugas direktur atau manajemen RS. Bahkan tugas merencana diserhakan kepada bagian perencanaan. Klinisi sebagai tenaga motor penggerak berjalannya rumahsakit tidak dilibatkan atau tidak dimotivasi untuk terlibat penuh dalam proses perencanaan.
Disisi lain, klinisi menganggap bahwa perencanaan sebagai bagian sistem manajemen adalah urusan direksi/pihak manajemen. Padahal, rumahsakit bukan merupakan lembaga birokrat yang kegiatannya bertumpu pada kegiatan yang dilakukan oleh para profesional. Oleh karena itu, sistem manajemen di rumahsakit seharusnya mendukung kinerja para profesional, bukan sebaliknya sehingga menjadikan rumahsakit sebagai lembaga yang birokratis.
Kegiatan pelayanan di rumahsakit berbasis pada kegiatan yang dilakukan di SMF. Para tenaga medis berkelompok dalam SMF-SMF sesuai dengan keahliannya masing-masing. Oleh karena itu, tenaga medis akan menjadi pemimpin dibidang ilmunya masing-masing. Jika rumahsakit memutuskan untuk mengembangkan pelayanan bedah kearah bedah digestif atau ortopedik, maka keputusan itu seharusnya berasal dari kelompok spesialis bedah. Direktur dan tim manajemen tinggal memberikan dukungan yang dibutuhkan dan mengintegrasikan pengembangan tersebut dengan pengembangan dan aktivitas lain di bagian lain di rumahsakit. Dengan model seperti ini, sangat besar peluang bagi dokter spesialis untuk meningkatkan volume kegiatannya sesuai dengan peluang pasar yang dimiliki. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan pula pendapatan yang diperoleh dokter spesialis akan lebih besar dari direktur sesuai dengan kinerja pelayanan yang dilakukan.
Untuk dapat mengembangkan pola manajemen demikian, para klinisi harus mulai menjadi pemimpin untuk pengembangan produk pelayanan dibidangnya masing-masing. Dalam hal ini, para klinisi tersebut dikenal sebagai pemimpin klinik (clinical leader). Sebagai pemimpin, klinisi bertugas untuk menetapkan visi bersama dalam kelompoknya masing-masing yang bisa jadi kemudian membentuk visi rumahsakit. Para klinisi juga bertugas untuk memimpin perubahan yang diperlukan dalam kelompoknya masing-masing, menyusun rencana dan melaksanakan rencana tersebut.
Kegiatan pelayanan di rumahsakit harus merupakan kegiatan yang menambah nilai bagi pengguna. Kegiatan menambah nilai tersebut dapat dilakukan pada saat sebelum pengguna menerima pelayanan di RS, pada proses pelayanan di RS dan pasca pelayanan di RS. Kesemuanya ini merupakan kegiatan inti di rumahsakit yang disebut sebagai aktivitas pelayanan. Termasuk dalam aktivitas pelayanan adalah identifikasi pasar dan kebutuhannya, merencanakan kebutuhan RS untuk melayani kebutuhan pasar, inovasi proses klinik, dan sebagainya. Sedangkan aktivitas pendukung harus merupakan kegiatan penunjang penambah nilai. Termasuk didalamnya adalah budaya organisasi, struktur organisasi, norma perilaku, SDM, keuangan, sistem infromasi dan teknologi. Secara lebih jelas hubungan antara aktivitas pelayanan dengan aktivitas pendukung di RS digambarkan melalui ilustrasi rantai nilai berikut.
Dengan core business pada pelayanan kesehatan, fokus perencanaan strategis bisnis RS seharusnya terletak pada aktivitas pelayanan. Visi RS harus diterjemahkan menjadi strategi yang berbasis pada hasil penilaian terhadap kebutuhan pengguna dan pemberi subsidi. Strategi ini yang kemudian diterjemahkan menjadi perencanaan klinik untuk menentukan jumlah pelayanan dan nilai yang akan diberikan pada pengguna maupun pemberi subsidi.
Perencanaan klinik mencakup:
- Apa saja produk yang dihasilkan?
Apa konsekuensi penetapan produk terhadap berbagai hal: SDM, Peralatan, Proses Pelayanan Klinik (Pathways), Fisik Bangunan, Keuangan, dll. - Bagaimana dampaknya terhadap cost pelayanan? DRG dll
Perencanaan klinik berbeda dengan perencanaan biasa karena pada perencanaan klinik data epidemiologi menjadi basis utama pengembangan produk pelayanan. Trend epidemiologi akan menjadi dasar melakukan proyeksi kebutuhan pelayanan kesehatan di masyarakat yang menjadi sasaran, dan kemudian mengambil keputusan strategis. Dengan mengembangkan perencanaan strategis bisnis berbasis pada pendekatan klinik, peran tim fungsional (klinisi) menjadi lebih menonjol dan melibatkan tenaga ahli yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Yang terpenting adalah pendekatan ini diyakini sebagai metode yang lebih user friendly bagi tim perencana di rumahsakit dibandingkan dengan metode konvensional.
Sebagai contoh, sebuah rumahsakit di kota besar ingin mengembangkan unit pelayanan kanker sebagai salah satu produk unggulan (centre of excellence). Proses penanganan kasus kanker adalah sebagai berikut.
Pilihan strategi yang dapat diambil oleh RS tersebut adalah fokus pada volume pelayanan (banyaknya jumlah pasien yang ditangani) atau keunikan kasus (teknologi tinggi). Jika fokus pada volume kegiatan, maka pelayanan dapat dikembangkan pada unit rawat jalan atau one day surgery. Sedangkan jika fokus pada keunikan kasus dan dengan demikian konsekuensinya adalah RS harus menguasai teknologi yang tinggi, maka RS tersebut harus mengembangkan pelayanan pelayanan kearah spesialistik dan sub spesialistik.
Pendekatan yang digunakan dalam menyusun perencanaan berbasis program klinik adalah sebagaimana ditunjukkan pada bagan berikut. Visi RS yang dibandingkan dengan hasil analisis terhadap kebutuhan pengguna akan menjadi basis perumusan strategi yang kemudian diterjemahkan menjadi program klinik.
Template Rencana Strategis Bisnis
Referensi dan Bahan Bacaan:
Harvard Medical International (2006), One World, One Medicine
Horak, Bernard J (1999), Strategic Planning in Health Care
Lloyd, Chuff (1999) Business Planning; A Step by Step Guidelines to Make a Business and Marketing Plan, MAUS Business System, North Sydney, Australia.
Management Science for Health (2005), A guide on Preparation of a Hospital Strategic Business Plan, United States Agency for International Development
Napier, et al (1998), High Impact Tools and Activities for Strategic Planning, McGraw Hill Company, New York.
Trisnantoro (2005), Aspek Strategis Manajemen Rumahsakit; Antara Misi Sosial dan Tekanan Pasar, Andi Offset, Jogjakarta
Mohon info untuk mengikuti kursus jarak jauh manajemen, trims
Yth. Misdan Suryatmoko
Silahkan registrasi terlebih dahulu, setelah itu Anda diberi akses kemanapun di web ini..
Salam..
mendaftar pelatihan jarak jauh