Liputan
Healthcare World Asia Conference
HOW “PATIENT-CENTERED” ARE YOU?
Opening Remarks oleh Heather Grants, High Commissions of Canada to Singapore
Singapura, 28 Nov. Agenda pagi hari digunakan sebagai CEO Forum yang membahas mengenai pelayanan kesehatan yang berfokus pada pasien dan bagaimana prospek investasi pelayanan kesehatan di Asia. Pelayanan kesehatan bukan suatu negara dan tidak mengenal batas geografis. “pelayanan kesehatan merupakan international society, beyond national border”, kata Heather Grant – High Commisioner Canada – saat membuka pertemuan. Saat ini seluruh dunia menghadapi isu aging population yang artinya masyarakat hidup lebih lama sehingga membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih panjang dalam masa hidupnya. Jika di Kanada jumlah penduduk lansia diperkirakan meningkat 50%, maka di Asia jumlahnya diperkirakan naik 3x lipat dalam beberapa tahun kedepan. Untuk mengantisipasi hal ini, Kanada mendesain pelayanan kesehatannya agar berorientasi pada output. Salah satu aspek yang mendapat perhatian adalah research untuk menghasilkan solusi terbaik bagi masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat Kanada. “Medical school di Kanada ada diperingkat 7 terbaik dunia. Kanada juga memiliki teknologi arsitektur rumah sakit yang maju serta perusahaan konsultan yang sudah mendunia”, tambahnya.
Disisi lain, aging population ini meningkatkan demand masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, khususnya di RS. Selain itu, pengaruhnya juga mendorong munculnya sistem pay for performance bagi tenaga kesehatan, kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas nakes, dan berbagai upaya untuk mendesain berbagai prosedur agar sesuai dengan kebutuhan pasien. Loke Wai Chiong – Direktur Global Healthcare Practice KPMG Singapore – mengatakan bahwa ada empat jenis respon yang dilakukan oleh para provider pelayanan kesehatan dalam mengahdapi berbagai perubahan tersebut, yang disebut juga sebagai empat strategi. Pertama, melanjutkan pertumbuhan yang telah terjadi. Kedua, memperbaiki proses bisnis. Ketiga, RS harus bisa menjadi “shopping mall” dalam arti seluruh kebutuhan pelayanan kesehatan pasien dapat dipenuhi di satu “mall”. Dan yang keempat adalah meningkatkan partisipasi pasien dalam berbagai fase dan menjadikan mereka sebagai “partner”, bukan sekedar “pelanggan”.
Panel sesi 1 dan 2 yang disetting seperti acara dialog di televisi
Seluruh pembicara sepakat bahwa rumah sakit harus lebih fokus pada kebutuhan pasiendengan menerapkan strategi patient centered. Namun ada kritik bahwa yang dilakukan oleh kebanyakan RS selama ini bukan patient centered, meskipun mereka menyebutnya demikian. Pelayanan yang fokus pada pasien seharusnya memperhatikan kebutuhan pasien dan memberikan layanan secara holistik sejak ia lahir sampai meninggal dunia.
Berdasarkan pengalaman Australia yang disampaikan oleh Steve Atkins (CEO Healthe Care Australia), salah satu upaya RS dalam rangka menghasilkan layanan yang berfokus pada pasien adalah membentuk lingkungan agar sesuai dengan tujuan tersebut. Kini banyak RS yang cenderung focus pada layanan tertentu, misalnya RS khusus kesehatan jiwa (mental health), RS khusus beda (surgery hospital) dan sebagainya. Strategi ini lebih memungkinkan terjadinya interaksi face-to-face antara dokter dengan pasien. Tenaga non medis juga perlu di-create agar sesuai dengan lingkungan RS yang dibutuhkan untuk menghasilkan pelayanan berfokus pada kebutuhan pasien.
Di Indonesia, kesulitan untuk mengimplementasikan patient centered care terjadi karena sulitnya membangun komunikasi antar-tenaga kesehatan maupun antara tenaga kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Hal ini disampaikan oleh Pitoyo Yap (President of Thomson Medical Center, Indonesia). Menurutnya, hal ini terjadi karena rasio antara dokter dengan jumlah penduduk yang harus dilayani sangat kecil, sehingga dokter menjadi sangat sibuk dan tidak sempat berinteraksi cukup lama dengan pasien maupun koleganya. “Tantangan lain adalah jika harus membangun tim yang multi-disiplin, misalnya pada kasus acute care, hal ini masih sulit untuk dilakukan”, tambahnya.
Raymond Chong (CEO dan Managing Director Samitivej Hospital, Thailand) memiliki pendapat yang berbeda. Menurutnya RS harus melakukan quantum leap, karena transformasi tidak akan bisa terjadi begitu saja saat kita masih menempuh cara-cara yang ordinary. Tantangannya adalah bagaimana membuat dokter juga ikut berubah. “Pasien sudah mendaftar dari rumah melalui internet, membayar melalui ATM, mengapa dokter masih saja mencatat di kertas?” katanya.
Raymond membagi tipsnya bahwa untuk meningkatkan keterlibatan dokter dalam proses transformasi RS menjadi lebih berfokus pada pasien. Menurutnya, motivasi finansial tidak selalu tepat untuk dokter. Yang paling besar pengaruhnya adalah motivasi yang menyangkut masalah self esteem dan kepuasannya terhadap lingkungan kerja. Ia mencontohkan, dengan adanya daftar dokter dan jam hadir yang ditempel di dinding, semua orang bisa menilai dokter mana yang rajin dan produktif mana yang tidak. Tanpa daftar terbuka seperti ini, hanya dokter yang bersangkutan yang mengetahui bahwa dia disiplin atau tidak.
Salah satu catatan penting yang didapat adalah bahwa Indonesia diposisikan sebagai negara dengan pertumbuhan pasar pelayanan kesehatan yang sangat penting. Ini menunjukkan bahwa bagi pihak asing, investasi dalam bidang pelayanan kesehatan di Indonesia memiliki prospek yang cerah. Situasi ini dapat dipandang sebagai suatu peluang, dimana RS-RS di Indonesia dapat menggali dana pengembangan dari PMA. Namun disisi lain bisa juga menjadi ancaman jika tidak berhati-hati, dimana peluang pengembangan yang dimiliki dapat direbut oleh pihak asing.
Para Panelis di Sesi 2
Return on investment merupakan faktor terpenting yang harus dipertimbangkan saat sebuah organisasi pelayanan kesehatan akan memutuskan untuk berinvestasi. Hal ini disampaikan oleh Adam Sun, CFO Concord Medical Services Holdings, China. Ia menambahkan bahwa meskipun ada factor lain seperti orang-orang yang bertanggung jawab untuk membangun proses bisnis, KPI dan berbagai instrumen lainnya, namun ROI akan menjadi penentu akhir dari suatu keputusan investasi. Selain itu ada kebiasaan-kebiasaan para shareholders yang ahrus diperhatikan sebagaimana juga kebiasaan-kebiasaan organisasi itu sendiri. (pea)
[…] pelaku pelayanan kesehatan, investor serta para mitranya untuk mendiskusikan strategi pembiayaan, manajemen pasien, integrasi IT, penghematan biaya operasional hingga transformasi pelayanan kesehatan di RS untuk […]