JAMBI – Klaim biaya pengobatan dan perawatan yang ditanggung BPJS masih membingungkan. Banyak warga yang mengeluhkan sering di tolak pihak Rumah Sakit dan buruknya pelayanan.
Tapi, Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Jambi menyebutkan bahwa tidak ada kompetensi BPJS untuk menentukan pasien harus keluar dari Rumah Sakit setelah tempo tertentu atau tidak. Ini menanggapi keluhan salah satu keluarga pasien yang berobat di salah satu RS swasta di Kota Jambi.
Keluarga pasien tersebut mengatakan bahwa saudaranya dirawat di ICU. Setelah tiga hari dirawat, namun belum sembuh, pasien disuruh pulang. Karena batas waktunya hanya tiga hari. “Setelah tiga hari, suruh keluar. Kata dokternya batas waktu sudah habis. Nanti sehari setelah keluar masuk lagi. Padahal belum sembuh keluarga saya itu. Ini peserta BPJS, dan petugas BPJS disana juga menyetujui itu,” katanya.
Revien Virlandra, dari Bagian Manajemen Kepesertaan dan Penanganan Pengaduan Peserta BPJS Jambi mengatakan sebagai lembaga keuangan tidak punya kompetensi untuk menentukan pasien boleh keluar atau tidak. Pihaknya mengatakan harus ditanyakan ke dokter yang bersangkutan apakah pasien sudah sembuh sehingga harus disuruh pulang. “Kami tidak ada kompetensi terkait itu,” katanya.
Selanjutnya, terkait dengan batasan biaya perawatan yang ditanggung oleh BPJS, lanjutnya ada koordinasi manfaat. Ini diberlakukan jika pasien memiliki lebih dari satu asuransi selain BPJS. “Penanggung jawab pertama adalah BPJS. Kalau biaya ga lebih dari yaNg dijamin BPJS, nanti biaya dicover oleh asuransi ke dua. Kalau punya tiga asuransi, tiga asuransi itu yang membiayai,” katanya.
Namun, jika pasien hanya memiliki satu saja yakni BPJS, semua biaya ditanggung oleh BPJS. Namun, lanjutnya kementrian kesehatan punya tarif yang sudah ditetapkan untuk jenis penyakit tertentu. Biaya itulah yang ditanggung oleh BPJS. “Contohnya tarif untuk DBD itu Rp 3 Juta. Kami berikan ke rumah sakit, cukup atau tidak, itulah yang dibayarkan. Tapi, tidak boleh membebankan ke pihak pasien,” paparnya.
Selanjutnya, pihaknya juga berhak menegur rumah sakit jika obat yang tersedia kosong. Dia mengingatkan, jika obat kosong maka rumah sakit bertanggung jawab untuk membeli di luar. Namun, jika tidak ada petugas rumah sakit yang bisa membeli ke luar, boleh meminta keluarga pasien untuk membeli. Namun, rumah sakit harus memberikan uang ke keluarga pasien untuk membeli obat tersebut. “Bukan menggunakan uang pasien. Ini yang akan kita perbaiki saat ini,” katanya.
Sebagai mitra kerja, BPJS berhak menegur runah sakit. Namun, tidak boleh mengintervensi RS. Yang berhak adalah pengawas rumah sakit, yakni Dinas Kesehatan.
“Kami cuma bisa tegur, kalau dilakukan bisa bilang kerja sama akan dibatalkan atau bagaimana. Namun, tidak bisa melakukan intervensi,” katanya. (enn/mui)
Sumber: jambiindependent.com