скачать gta san andreas торрент

Webinar dan Travelling Seminar Transformasi Kepemimpinan RS dalam Lingkungan yang Dinamis

Reportase

Webinar & Travelling Seminar

Transformasi Kepemimpinan RS dalam Lingkungan yang Dinamis

September-Oktober 2025

Reportase Seri 2:

Transformasi Kepemimpinan RS dalam Lingkungan yang Dinamis 

Workshop serial bertema "Transformasi Kepemimpinan RS dalam Lingkungan yang Dinamis" ini diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM bekerja sama dengan IAMARSI DIY dan Magister Manajemen Rumah Sakit UGM. Acara ini dipandu oleh Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD, dan bertujuan untuk mengasah serta meningkatkan kemampuan kepemimpinan para direktur dan pemimpin di sektor kesehatan.

Video

Sesi 1: Perubahan Lingkungan Rumah Sakit

Sesi pertama membahas situasi terkini yang dihadapi rumah sakit di Indonesia. Beberapa poin utama yang disorot antara lain:

  1. Keberlanjutan finansial BPJS: Ada kesulitan finansial pada BPJS dan proyeksi ke depan yang cukup berat. Sementara itu, sistem pendanaan di luar BPJS, seperti asuransi swasta, belum sepenuhnya siap untuk memberikan tambahan dana.
  2. Daya saing: sektor rumah sakit di Indonesia kini telah berkembang menjadi sebuah industri, namun masih kalah bersaing dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Selain itu, rumah sakit di Indonesia masih kesulitan menjangkau daerah-daerah terpencil.
  3. Regulasi dan Kebijakan: Lingkungan rumah sakit bertransformasi dengan adanya Undang-Undang Kesehatan 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024.
  4. Sumber Daya Manusia: terbukti adanya kekurangan sumber daya spesialis di Indonesia, yang mendorong Presiden untuk meningkatkan jumlah pendidikan residen.

Video

Sesi 2: Sense Making untuk Pemimpin di Sektor Kesehatan

Sesi ini berfokus pada bagaimana pemimpin rumah sakit seharusnya menyikapi perubahan dinamis tersebut. Pilihan sikap yang dihadirkan adalah mengabaikannya atau memikirkannya secara serius dan mencari cara untuk memahami serta mengambil tindakan.

Kepemimpinan: Bakat dan Keterampilan yang Dapat Dipelajari

Kepemimpinan bukanlah sekadar bakat, melainkan juga sebuah seni yang bisa dilatih. Ada berbagai "peralatan" yang dapat dipelajari untuk membantu seseorang menjadi pemimpin efektif di rumah sakit. Proses berpikir dan bertindak yang disebut

Sense Making dapat dilatih dan terdiri dari tiga langkah utama:

  1. Deteksi: Mengidentifikasi adanya perubahan besar dalam sistem kesehatan.
  2. Pemahaman & Penafsiran: Memahami makna dari perubahan tersebut.
  3. Tindakan: Mengambil tindakan sebagai respons terhadap perubahan yang terdeteksi dan dipahami.

Pentingnya Kerja Sama dalam Sistem Kesehatan

Para pemimpin, yang mencakup organisasi pemerintah, organisasi masyarakat, dan lembaga usaha, perlu bekerja sama dalam menggunakan prinsip governance untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Governance adalah upaya bersama untuk mengarahkan berbagai komponen negara dan kelompok masyarakat agar dapat meningkatkan status kesehatan melalui kebijakan pemerintah dan masyarakat.

  1. Governance di sistem kesehatan: mengatur peran dan hubungan antar aktor di sektor kesehatan berdasarkan prinsip good governance. Hal ini diatur oleh berbagai undang-undang, termasuk UU Kesehatan Tahun Tahun 2023, UU SJSN Tahun 2004, dan UU BPJS Tahun 2011.
  2. Corporate Governance: sistem aturan, praktik, dan proses yang mengarahkan dan mengendalikan sebuah perusahaan. Ini mencakup hubungan antara manajemen, dewan direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan akuntabilitas, transparansi, dan keadilan.
  3. Clinical Governance: Sistem yang menjamin akuntabilitas organisasi pelayanan kesehatan dan stafnya untuk terus meningkatkan kualitas perawatan pasien. Kerangka kerja ini berfokus pada penetapan standar, pemantauan kinerja, dan pengembangan budaya keselamatan.

Video

Sesi 3: Alat Kepemimpinan dan Checklist Atribut Diri

Sesi terakhir menekankan bahwa kepemimpinan adalah perpaduan antara seni dan ilmu.

Meta-leadership diperkenalkan sebagai kerangka kerja yang komprehensif untuk menghadapi tuntutan organisasi modern yang kompleks dan perubahan, seperti adanya UU Kesehatan 2023.

Terdapat tiga dimensi utama dalam meta leadership:

  1. Person: ciri-ciri dan perilaku pemimpinnya.
  2. Situation: konteks dimana pemimpin beroperasi.
  3. Connectivity: hubungan dan interkoneksi antar berbagai pemangku kepentingan.

Sehingga untuk menjadi direktur yang baik, penting untuk melakukan diagnosis diri dan memiliki berbagai atribut kepemimpinan yang baik. Atribut ini dikelompokkan ke dalam empat kategori, yang diadaptasi dari Ulrich:

  1. Karakter pribadi yang baik: meliputi perilaku yang sesuai norma, citra diri positif, kepatuhan pada regulasi, kemampuan komunikasi yang baik, semangat belajar, berpikir proaktif, dan keterampilan mengatasi masalah.
  2. Kemampuan memberi arah: mampu memahami situasi internal dan eksternal rumah sakit, membaca tren, memiliki visi, dan mewujudkan visi tersebut menjadi tindakan nyata.
  3. Kemampuan menggerakkan komitmen: mampu membangun kerja sama (networking), mendelegasikan wewenang (team work), dan memotivasi tim untuk mengembangkan rumah sakit.
  4. Meningkatkan kemampuan organisasi RS: mampu membangun infrastruktur manajemen, mendukung keragaman, mengembangkan budaya kerja kelompok, membangun sistem SDM yang baik untuk regenerasi, dan melakukan perubahan terus-menerus.

 

DISKUSI

Tri Gunawan RS BMC BALI

1. Saat ini kondisi RS kami 90% pasien BPJS (70% kelas 3), kendala saat ini semakin sering frekuensi dilakukan audit klaim oleh BPJS dan peningkatan resiko pengembalian klaim. langkah Kami untuk menjawab sesuai dengan regulasi (berita acara) & sosialisasi ke unit layanan..bagaimana solusi dan prediksi untuk ke depannya Prof?

Kondisi dimana 90% pasien rumah sakit adalah BPJS dengan 70% diantaranya kelas 3, menunjukkan bahwa rumah sakit Bapak sangat bergantung pada sistem pendanaan BPJS. Ini adalah situasi yang banyak dialami oleh rumah sakit di Indonesia, dan memerlukan perhatian serius. Terkait dengan seringnya audit klaim dan peningkatan risiko pengembalian klaim, ini adalah salah satu konsekuensi dari situasi finansial BPJS yang saat ini mengalami kesulitan keberlanjutan. Kondisi ini menuntut rumah sakit untuk lebih cermat dan teliti dalam pengelolaan administrasi klaim. Langkah yang Bapak ambil, yaitu membuat berita acara dan sosialisasi ke unit layanan, sudah sangat tepat sebagai respon awal. Namun, untuk prediksi dan solusi ke depannya, kita perlu melihat tantangan ini melalui pendekatan Sense Making.

  1. Deteksi: Bapak sudah mendeteksi adanya perubahan, yaitu semakin ketatnya audit BPJS.
  2. Pemahaman & penafsiran: Langkah selanjutnya adalah memahami mengapa ini terjadi. Ini adalah respons BPJS terhadap kondisi keuangan mereka dan juga wujud dari governance di sistem kesehatan. BPJS, sebagai fungsi pendanaan, sedang berupaya mengendalikan pengeluaran.
  3. Tindakan: tindakan yang perlu diambil tidak hanya sebatas sosialisasi. Sehingga diperlukan tindakan lebih strategis, seperti:
    1. Peningkatan clinical governance: pastikan setiap prosedur klinis dan rekam medis sudah sesuai dengan standar dan pedoman yang berlaku. Tata kelola klinis yang baik memastikan kualitas pelayanan dan akuntabilitas, sehingga dapat meminimalisasi potensi pengembalian klaim.
    2. Penguatan corporate governance: Pastikan sistem internal rumah sakit, terutama yang terkait dengan proses klaim dan keuangan, berjalan dengan transparan dan akuntabel. Latih staf untuk memahami regulasi BPJS secara mendalam.
    3. Diversifikasi Pendanaan: Prediksi ke depan menunjukkan bahwa ketergantungan pada BPJS saja berisiko. Mulailah untuk mencari cara lain untuk menambah pendanaan di luar BPJS, seperti mengembangkan layanan yang bisa menjaring pasien asuransi swasta atau pasien umum.
    4. Advokasi dan kolaborasi: sebagai bagian dari connectivity dalam meta Leadership, jalin komunikasi dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti IAMARSI dan perwakilan BPJS setempat. Bekerja sama dengan organisasi sejenis untuk mencari solusi bersama dan menyuarakan aspirasi rumah sakit kepada pihak regulator.
2. Didiskusikan tadi kan dalam kondisi normal, dalam artian situasi kondusif. bagaimana bila kondisi rumah sakitnya sedang dalam kondisi tidak kondusif, misalnya adanya ketidakpercayaan dari para tenaga medis terhadap manajemen di rumah sakit tersebut atau jajaran manajemen kurang mampu dalam mendukung strategi cost leadership

A. Kepemimpinan dalam rumah sakit tidak hanya berhadapan dengan masalah eksternal, tetapi juga tantangan internal yang kompleks. Situasi yang tidak kondusif, seperti adanya ketidakpercayaan dari tenaga medis, menunjukkan bahwa ada masalah dalam dimensi Person dan Connectivity dari seorang pemimpin. Sebagai pemimpin, Bapak/Ibu tidak bisa mengabaikan masalah ini. Kondisi ini perlu ditangani secara serius dengan menggunakan berbagai alat kepemimpinan.

  1. Peningkatan Atribut Person: Seorang pemimpin harus menunjukkan karakter pribadi yang baik, seperti kemampuan komunikasi yang mumpuni dan kemampuan mengatasi masalah. Jajaran manajemen harus mampu membangun hubungan kerja sama dan menggerakkan komitmen orang lain, termasuk staf medis. Keterampilan untuk memberikan pengaruh, baik di dalam maupun di luar otoritas formal, sangat penting dalam situasi ini.
  2. Membangun Kembali Connectivity: Ketidakpercayaan adalah tanda bahwa hubungan antara manajemen dan staf sedang bermasalah. Hal ini perlu diperbaiki dengan:
    1. Komunikasi organisasi yang efektif: Lakukan komunikasi secara terbuka dan jujur untuk mendengarkan keluhan dan kekhawatiran staf.
    2. Membangun Kepercayaan: beri ruang bagi staf untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Pimpinan perlu menunjukkan empati dan dukungan nyata, bukan hanya berbicara tentang strategi.
    3. Membagi wewenang: libatkan staf medis dalam tim kerja untuk menyelesaikan masalah yang ada. Ini akan menumbuhkan rasa kepemilikan dan mengurangi ketidakpercayaan.

B. Strategi Cost Leadership:

Terkait dengan strategi cost leadership, jika jajaran manajemen dianggap kurang mampu mendukungnya, ini adalah masalah dalam kemampuan memberi arah dan menggerakkan kemampuan organisasi.

  1. Diagnosis Diri: Manajemen perlu melakukan diagnosis diri untuk menilai di mana letak kekurangan dalam menerapkan strategi tersebut. Apakah mereka kurang memahami detail operasional, ataukah tidak mampu menerjemahkan visi menjadi tindakan nyata?
  2. Meningkatkan Kemampuan Organisasi: Manajemen harus mampu membangun infrastruktur yang mendukung strategi, misalnya dengan sistem manajemen yang efisien dan pengembangan budaya kerja kelompok. Strategi cost leadership tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh tim yang solid dan sistem yang kuat.
Dr. Wilmi, MARS, CBA

RS Aniisa Pekan baru

Jumlah rawatan pasien 80%, pendapatan pasien umum , 50%. RS kami rs khusus dari pendapatan umum dan out of pocket.

Kebijakan bpjs dan, membuat sistem iur bayar yang aman, pasien BPJS kelas 3 ke RS naik pajero.

RS Membuat inoveasi dengan membuat program seperti contoh bundling dengan melahirkan, 3 juta, sehingga membuat survive untuk RS.

Crowdfunding untuk Pembangunan. RS rajin menanyakan feedback dari pasien dan pasien membutuhkan apa. Pekan baru 98% pasien BPJS

Pola Pendapatan Rumah Sakit

  • Penerimaan Pasien: Rumah sakit Anda memiliki pola pendapatan yang menarik. Meskipun 80% rawatan pasien berasal dari BPJS, pendapatan dari pasien umum mencapai 50%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien umum, termasuk mereka yang membayar langsung (out of pocket), menyumbang porsi signifikan terhadap keuangan rumah sakit.
  • Keunggulan Niche: Sebagai rumah sakit khusus, Anda berhasil menarik pasien umum, yang berbeda dari kondisi rumah sakit di Pekanbaru di mana 98% pasiennya adalah BPJS. Ini menjadi keunggulan kompetitif yang harus dipertahankan.

Strategi Inovasi dan Adaptasi

Menghadapi kebijakan BPJS, rumah sakit Anda telah menunjukkan respons yang proaktif dan adaptif:

  • Inovasi Produk: Inisiatif untuk membuat program bundling, seperti paket persalinan seharga 3 juta, adalah langkah cerdas. Program semacam ini membantu rumah sakit untuk tetap bertahan (survive) dengan menawarkan layanan yang menarik dan transparan harganya kepada pasien.
  • Pendekatan Crowdfunding: Menggunakan crowdfunding untuk pembangunan adalah metode yang inovatif untuk mengumpulkan dana. Ini menunjukkan bahwa rumah sakit Anda tidak hanya mengandalkan sumber pendanaan tradisional, tetapi juga memanfaatkan dukungan dari masyarakat.
  • Fokus pada Kebutuhan Pasien: Rumah sakit Anda secara rutin meminta masukan dari pasien untuk memahami kebutuhan mereka. Langkah ini sejalan dengan konsep

Clinical Governance, yang menekankan pada perbaikan berkelanjutan dan penetapan standar perawatan yang tinggi. Dengan mendengarkan pasien, Anda dapat menyesuaikan layanan untuk meningkatkan kualitas dan kepuasan.

Kondisi pasien BPJS kelas 3 yang datang menggunakan Pajero mencerminkan adanya fenomena sosial yang perlu dianalisis lebih dalam. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara kondisi ekonomi pasien dan kelas BPJS yang mereka pilih. Ini bisa menjadi sinyal bagi rumah sakit untuk:

  • Penerapan Sistem Iur Bayar: sistem iur bayar yang aman perlu dirancang untuk memastikan bahwa rumah sakit tetap mendapatkan kompensasi yang layak, terutama dari pasien dengan kemampuan finansial yang lebih baik, tanpa melanggar regulasi BPJS.
  • Komunikasi dengan BPJS: perlu ada komunikasi dan kolaborasi yang lebih erat dengan pihak BPJS untuk menyoroti fenomena ini. Ini termasuk bagian dari fungsi pendanaan dalam sistem kesehatan yang lebih luas.

Reporter: IAMARSI DIY

Reportase Workshop Serial ke-3:

Transformasi Kepemimpinan RS dalam Lingkungan yang Dinamis

Tujuan workshop kali ini ialah mengasah kemampuan kepemimpinan para direktur dan manajer rumah sakit (RS) dalam menghadapi lingkungan yang sangat dinamis.

Video

Sesi 1: Perubahan Lingkungan RS (Deteksi Perubahan)

Sesi ini berfokus pada kondisi lingkungan rumah sakit saat ini yang menjadi pemicu perlunya transformasi kepemimpinan:

  1. Tantangan Finansial BPJS: Terdapat kesulitan dalam keberlanjutan keuangan di BPJS dengan proyeksi ke depan yang berat. Sistem pendanaan di luar BPJS, seperti asuransi swasta, masih belum siap untuk menambah pendanaan.
  2. Daya Saing Sektor RS: Sektor RS sudah berkembang menjadi industri, tetapi masih kalah bersaing dengan negara-negara di Asia Tenggara. RS di Indonesia juga masih sulit menjangkau daerah terpencil.
  3. Regulasi dan Kebijakan Baru: Adanya UU Kesehatan 2023 dan PP Nomor 28 Tahun 2024 yang mentransformasi sistem kesehatan, termasuk rumah sakit.
  4. SDM Spesialis: Semakin terbukti adanya kekurangan Sumber Daya Spesialis di Indonesia, sehingga Presiden mendorong ditambahnya pendidikan residen

Video

 Sesi 2: Sense Making dan Alat Kepemimpinan (Memahami/Menafsirkan Perubahan)

Sikap pemimpin RS harus serius memikirkan situasi ini dan mencari alat untuk memahami serta mengambil action.

A. Konsep Kepemimpinan dan Governance

1)   Kepemimpinan dianggap sebagai seni (art) yang dapat dipelajari, bukan hanya bakat (traits).

2)   Governance adalah prinsip yang harus digunakan oleh para pemimpin (Lembaga Pemerintah, Organisasi Masyarakat, Lembaga Usaha, dll.) untuk bekerja sama dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.

3)   Tiga jenis Governance yang relevan:

  1. Governance di Sistem Kesehatan: Menata peran dan hubungan antar aktor di sektor kesehatan, diatur oleh UU Kesehatan Tahun 2023, UU SJSN Tahun  2004, dan UU BPJS Tahun 2011.
  2. Corporate Governance: Sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan, memastikan akuntabilitas, transparansi, dan keadilan.
  3. Clinical Governance: Sistem untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien, mencakup penetapan standar, pemantauan kinerja, dan pengembangan budaya keselamatan.

B. Meta-leadership dan Atribut Diri

1)   Meta-leadership adalah kerangka kerja komprehensif untuk menghadapi tuntutan organisasi modern dan situasi yang kompleks (seperti UU Kesehatan 2023).

2)   Tiga Dimensi Meta-leadership:

  1. Person: Ciri-ciri dan perilaku pemimpinnya.
  2. Situation: Konteks tantangan dan kemungkinan dimana pemimpin beroperasi.
  3. Connectivity: Hubungan dan interkoneksi diantara berbagai pemangku kepentingan.

3)   Empat Atribut Kepemimpinan (Diadaptasi dari Ulrich): Untuk menjadi Direktur yang baik, perlu diagnosis diri terhadap empat atribut:

  1. Mempunyai Karakter Pribadi yang baik (contoh: kepatuhan pada regulasi, kemampuan komunikasi yang baik, semangat pembelajar).
  2. Mampu menetapkan Visi kemana RS-nya menuju (Memberi Arah) (contoh: kemampuan membaca trend, mewujudkan visi menjadi tindakan nyata).
  3. Menggerakkan Komitmen orang lain (contoh: networking, team work, memotivasi).
  4. Meningkatkan Kemampuan Organisasi RS (contoh: membangun infrastruktur manajemen, regenerasi SDM, membuat perubahan terus menerus).

Video

Sesi 3: Strategi Pengembangan Produk RS (Mengambil Respon/Action)

Sesi ini berfokus pada Dimensi Situation, khususnya bagian ACTION dalam kerangka POP-DOC (The Mobius Loop).

A. Prediksi Skenario 2x2 dan Tujuan Strategis

Matriks skenario dibuat berdasarkan dua faktor:

1)   Sumber Dana BPJS (faktor yang tidak dapat dikendalikan RS) dan SUMBER DANA Non-BPJS (faktor yang dapat dikendalikan RS).

2)   Tujuan strategi RS adalah  mendorong probabilitas ke arah Skenario A (Terbaik) dan B. Hal ini menuntut direksi RS untuk meningkatkan perolehan dana-dana non-BPJS melalui pelayanan inovatif.

B. Strategi Inovasi Produk Non-BPJS

RS harus mengembangkan pelayanan yang berpotensi menghasilkan pendapatan non-BPJS, termasuk:

1)   Teknologi/ pelayanan yang TIDAK MUNGKIN didanai BPJS: umumnya karena belum masuk ke dalam Health Technology Assessment atau relatif mahal. Contohnya: lensa mata mahal untuk katarak, LASIX atau Stem-Cell, Hospital in the Home (HITH), serta layanan wellness, kecantikan, ketenangan jiwa, dan operasi plastik.

2)   Pelayanan berkelanjutan yang belum ditanggung BPJS: layanan setelah proses akut yang ditanggung BPJS. Contohnya: Home Care dan berbagai pelayanan rehabilitasi pasca stroke, serta berbagai perawatan pasca melahirkan untuk pemulihan Ibu dan pertumbuhan Bayi.

3)   Fokus pengembangan: klinisi diharapkan aktif mengembangkan pelayanan. Pemikiran RS harus diperluas hingga area wellness (melayani orang sehat).

4)   Strategi pemasaran: diferensiasi untuk kelompok menengah ke atas, dan Cost-Leadership untuk kelompok menengah ke bawah.

C. Penanganan Skenario Terburuk

Terkait pendanaan BPJS yang tarifnya ditetapkan pihak luar (Price Maker), RS wajib mengadopsi prinsip efisiensi dalam proses pelayanan klinik.

1)    Efisiensi Klinis: Contohnya adalah metode Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) yang mengurangi lama rawat inap dan biaya melalui praktik berbasis bukti , serta aplikasi konsep lean management.

2)    Skenario Terburuk, Strategi jika pendapatan terus berkurang meliputi efisiensi maksimal, peningkatan sumber dana inovatif melalui filantropi atau crowd-funding, atau tindakan ekstrim likuidasi

Ringkasan Tanggapan dan Diskusi 1

  1. Deteksi Dini Perubahan dan Tren
    1. Pimpinan rumah sakit dituntut untuk mampu membaca “sinyal” dari data secepat mungkin, baik ketika trend naik maupun turun.
    2. Data harus dianggap sebagai sumber utama dalam pengambilan keputusan dan respon manajerial.
    3. Latihan berulang membaca data dan menyiapkan respon adaptif adalah kompetensi yang wajib dikuasai.
  2. Pentingnya Penyusunan Skenario
    1. Manajer perlu menyiapkan berbagai skenario, karena tidak semua hal terjadi sesuai rencana.
    2. Kesiapan menghadapi ketidakpastian lingkungan eksternal sangat menentukan ketangguhan organisasi.
    3. Tindakan nyata (action) harus mengikuti skenario, bukan sekadar wacana.
  3. Peran Direktur/Nahkoda Rumah Sakit
    1. Direktur diibaratkan sebagai nakhoda yang harus sigap menghadapi cuaca yang tidak menentu.
    2. Seorang pemimpin tidak cukup hanya “beruntung karena menjabat pada masa tertentu”, tetapi harus benar-benar mampu mengelola ketidakpastian dengan dukungan data dan strategi.
    3. Direksi yang baik adalah mereka yang tidak menolak penggunaan data, tetapi justru mengandalkan data untuk pengambilan keputusan.
  4. Dinamika Internal dan Eksternal
    1. Lingkungan eksternal rumah sakit penuh dinamika yang tidak bisa dikendalikan, namun dampaknya signifikan.
    2. Komunikasi eksternal dan internal harus diperkuat agar organisasi tidak berjalan sendiri-sendiri.
    3. Regulasi pemerintah yang berubah cepat menuntut respon organisasi yang adaptif.
  5. Pembelajaran Pasca Pandemi
    1. Pandemi COVID-19 memberi pelajaran berharga bahwa organisasi kesehatan harus lebih tangkas.
    2. Direksi dan manajemen rumah sakit diharapkan semakin terbiasa mengambil keputusan cepat berbasis data dan skenario.
  6. Diskusi Peserta
    1. Peserta menegaskan pentingnya antisipasi baik di level internal maupun eksternal.
    2. Ada peringatan bahwa perbedaan tujuan antar anggota tim akan memperlambat gerak organisasi.
    3. Ditekankan urgensi keselarasan visi bersama agar tidak ada pihak yang justru menghambat kemajuan.

Ringkasan Latihan 1 & 2 – Identifikasi Skenario dan Layanan Rumah Sakit 2

1. Tujuan Latihan

  1. Peserta dibagi dalam kelompok/tim, karena latihan ini menuntut kolaborasi, tidak bisa dikerjakan individu.
  2. Latihan diarahkan agar peserta mampu:

1)   Mengidentifikasi situasi rumah sakit masing-masing.

2)   Menganalisis potensi layanan yang bisa dikembangkan.

3) Menyusun ide produk/inovasi pelayanan sesuai kebutuhan dan kondisi riil.

  1. Hasil akhir: peserta diharapkan mampu menyusun skenario A, B, C, D sesuai kemungkinan perubahan lingkungan eksternal (misalnya regulasi BPJS, kebutuhan pasien, keterbatasan internal).

2. Isi Latihan 1 – Identifikasi Produk Layanan

  1. Fokus utama: mengenali dan memilah layanan prioritas rumah sakit yang dapat dijadikan unggulan.
  2. Sumber identifikasi:

1)   Jenis layanan utama (misalnya poliklinik umum, layanan emergency, layanan wellness).

2)   Pengguna layanan (pasien, keluarga, pengunjung/pengantar pasien).

3)   Potensi diversifikasi pendapatan – tidak hanya dari layanan klinis, tetapi juga dari layanan tambahan (contoh: layanan kantin, parkir, fasilitas penunjang pasien dan keluarga).

  1. Contoh pengalaman peserta:

1)    Poliklinik umum → menjadi sumber pendapatan terbesar, karena volume pasien tinggi.

2)  Layanan emergency → meskipun kasusnya bervariasi, tetap menghasilkan karena menjadi pintu masuk utama pasien.

3)   Wellness clinic → layanan preventif yang potensial dikembangkan di masa depan.

4)   Home care / layanan kunjungan → ide pengembangan agar pasien tetap merasa dekat dengan rumah sakit.

3. Isi Latihan 2 – Skenario & Antisipasi

  1. Peserta diajak untuk memproyeksikan: jika layanan yang diidentifikasi (misalnya layanan A) tidak berjalan sesuai harapan, apa antisipasi yang bisa dilakukan?
  2. Diskusi mengarah pada pembuatan skenario berlapis (A, B, C, D):

1)   Skenario A → target utama/ideal.

2)   Skenario B/C/D → langkah antisipatif bila terjadi hambatan (misalnya keterlambatan pembayaran BPJS, perubahan regulasi, keterbatasan SDM).

  1. Tujuannya agar manajemen tidak hanya terpaku pada satu strategi, tetapi siap menghadapi kemungkinan perubahan dengan pilihan alternatif.
  1. Pembelajaran Utama
    1. Inovasi layanan harus lahir dari identifikasi yang sistematis, bukan sekadar ide spontan.
    2. Manajemen dan tata kelola (governance) bukan penghambat inovasi, tetapi menjadi penjamin bahwa inovasi memberi dampak positif dan tidak merugikan organisasi.
    3. Kultur organisasi dan psikologi internal ikut mempengaruhi keberhasilan layanan baru.
    4. Diskusi personal (one-on-one) sebelum rapat besar sering lebih efektif memunculkan ide-ide segar.
    5. Diversifikasi layanan penting agar rumah sakit tidak bergantung hanya pada pembayaran klaim (BPJS).

Reporter: IAMARSI DIY

Reportase Pertemuan 4:

Webinar Transformasi Kepemimpinan RS dalam Lingkungan yang Dinamis: Dimensi Connectivity

Rabu, 1 Oktober 2025

Video

Seri webinar pertemuan ke – 4 ini dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D yang menjelaskan bahwa dinamika lingkungan yang terjadi saat ini menyebabkan RS tidak bisa lagi bergantung pada segmen BPJS, sehingga RS harus mampu mengembangkan inovasi produk non BPJS, misalnya mendorong masyarakat menengah keatas untuk menggunakan pembayaran out of pocket.

Pada pertemuan sebelumnya, telah dibahas terkait dimensi person, dimana seorang pemimpin RS harus mampu menganalisis situasi dan melakukan aksi melalui navigasi situasi yang kompleks. Hal tersebut sesuai dengan konsep The Mobius Loop dengan pendekatan POP – DOC. Konsep tersebut menjelaskan bahwa keputusan di RS mengharuskan semua pihak terlibat sehingga hasilnya dapat dikomunikasikan kepada seluruh pihak.

Seri webinar ini membahas dimensi Connectivity, dimana seorang Direktur RS yang diangkat oleh yayasan sebagai pengawas, harus mampu menjalin konektivitas dan sinergi yang baik dengan atasan. Lingkungan yang dianalisis meliputi lingkungan internal dan eksternal RS, dimana lingkungan internal dianalisis menggunakan konsep value chain, meliputi sumber daya manusia (kepala unit dan staf); sedangkan lingkungan eksternal meliputi stakeholders yang mungkin terlibat. Saat RS dihadapkan dengan suatu konflik dengan pihak eksternal, maka seorang pemimpin RS harus mampu menjalin hubungan yang baik serta membangun skill komunikasi dan negoisasi dengan stakeholders untuk mampu berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah.

Dimensi connectivity bukan hanya membahas bagaimana cara seorang pemimpin memimpin bawahannya, melainkan juga bagaimana seorang pemimpin dapat memimpin lintas sektor, lintas institusi dalam satu sektor yang sama, hingga atasan. Hal tersebut dijelaskan dalam konsep lead up, lead down, lead across dan lead beyond. Lead up mendefinisikan bagaimana seorang pemimpin dapat menjalin konektivitas dengan atasan, misal Dewan Pengawas atau Pemilik RS. Lead Down mendefinisikan bagaimana pemimpin dapat memimpin staf atau bawahannya. Lead across mendefinisikan bagaimana seorang pemimpin dapat berkolaborasi dengan pemimpin organisasi lainnya dalam satu sektor yang sama. Sementara, lead beyond mendefinisikan bagaimana seorang pemimpin dapat menjalin konektivitas dengan tokoh masyarakat maupun pihak – pihak dalam sektor kesehatan yang tidak ada hubungan structural, namun bisa melekat ke organisasi, karena pihak tersebut berpotensi untuk menjalin kerjasama dalam pengembangan produk layanan RS.

Video

Berikutnya, Dr. dr. Darwito, S.H., Sp.B. Subsp. Onk (K) menanggapi dengan membahas tantangan kepemimpinan menurut perspektif yang dialami saat memimpin RS Akademik UGM, bahwa seorang pemimpin merupakan orang yang dikenal oleh rakyat dan bisa menginspirasi orang lain karena mempunyai visi dan bisa menerjemahkannya melalui komunikasi yang efektif kepada orang lain. Namun, seorang pemimpin tidak hanya harus mempunyai visi, namun juga harus mampu memimpin dan mengelola sumber daya, serta memiliki kecerdasan emosional yang baik. Dalam hal ini, seorang pemimpin RS harus bisa membawa RS untuk bisa sustainable untuk melayani masyarakat dalam bidang kesehatan dengan berfokus pada keselamatan pasien, kesejahteraan SDM, serta kepuasan pasien. Selain kolaborasi, kepemimpinan juga bersifat relasional, dimana seorang pemimpin harus mampu menjalin relasi yang baik dengan pihak eksternal, baik stakeholders atau mitra. Tantangan yang mungkin dialami dalam kepemimpinan diantaranya harus mempunyai visi dan mampu mengkomunikasikan visi tersebut kepada seluruh pihak, mampu menggerakkan tim, memberdayakan, untuk terlibat dalam program-program RS, serta mempunyai keteladanan yang dapat ditiru oleh bawahan. Fakta yang terjadi di RS, seorang pemimpin juga harus mampu mengeliminasi ego sectoral yang dimiliki oleh masing-masing tenaga medis sehingga koneksi dapat terjalin dengan baik.

Video

Sedikit berbeda dengan situasi yang terjadi di RSA UGM, drg. Betha Candra Sari, MPH menceritakan perspektif seorang pemimpin RS AMC Muhammadiyah Yogyakarta yang saat ini mampu menjalin konektivitas dengan baik terhadap pihak filantropi dan juga tokoh – tokoh masyarakat. Hal ini dilakukan karena hubungan pemimpin RS terhadap stakeholders dan pihak eksternal dinilai sangat berperan penting untuk operasional layanan kesehatan di RS itu sendiri melalui identifikasi kebutuhan masing-masing individu. Tokoh masyarakat seperti Kepala Kapanewon, Kepala KUA, Kepala Puskesmas memiliki peran yang sangat kuat di masyarakat, khususnya untuk pasar menengah kebawah atau masyarakat tidak mampu. Berbeda dengan tokoh masyarakat, pemberdayaan komunitas masyarakat seperti komunitas Muhammadiyah Asia sebagai grassroot dari RS Muhammadiyah justru berperan penting untuk segmen menengah keatas yang bisa ditargetkan untuk produk layanan premium di RS. Selain pihak eksternal, seorang pemimpin RS harus bisa menerapkan konsep lead up, yaitu menjalin konektivitas dengan atasannya, dalam hal ini Direktur PT, untuk mengkomunikasikan visi, rencana strategis, rencana bisnis, hingga kinerja RS. Namun, dalam proses menjalin konektivitas ini pasti terdapat tantangan tersendiri, khususnya dalam hal komunikasi lintas generasi, dimana setiap kelompok generasi mungkin memiliki karakteristik dan cara komunikasi yang berbeda.

Terkait dengan skema pendanaan, Laksono membahas fokus tier masing-masing RS yang berbeda-beda, apakah masih menggunakan BPJS, atau sudah mengarah kepada non BPJS. Dalam hal ini, RS Swasta dapat memilih untuk melayani non BPJS, sedangkan beberapa RS lainnya dapat menggunakan campuran BPJS dan Non BPJS menggunakan Coordination of Benefit (COB). Untuk produk BPJS, perlu menggunakan strategi cost leadership, dimana RS perlu menghilangkan non value added dalam pelayanan dan mengembangkan filantropi sebagai salah satu sumber dana RS. Betha menambahkan bahwa dalam kasus filantropi ini, seorang pemimpin RS harus mampu menerapkan konsep lead across dan lead beyond kepada tokoh-tokoh masyarakat karena mereka mempunyai data akses yang lebih banyak kepada masyarakat tidak mampu yang tidak punya BPJS atau asuransi lain namun tidak terdata oleh BPJS Kesehatan. Selanjutnya, Laksono menjelaskan strategi berbeda untuk produk non BPJS menggunakan strategi diferensiasi, dimana pelayanan kesehatan yang didapatkan oleh pasien dapat berbeda pada masing-masing kelas. Adapun contoh penerapan strategi ini meliputi pembaruan sistem birokrasi pelayanan, penjaminan privacy pasien, hingga menerapkan sistem pembayaran cashless (QRIS, Debit/Credit Card).

Reporter : Bestian Ovilia Andini