Reportase
Hospital Management Asia 2024
Bali, 27 – 30 Agustus 2024
Plenary Session
SESI PLENARY
Perjalanan Transformasi Kesehatan Indonesia
Beberapa isu yang diangkat antara lain klaim, dokter asing dan teknologi informasi. Pertama, BPJS telah meng-cover sekitar 98% penduduk Indonesia. Dengan sistem yang sudah dikembangkan dan terdigitalisasi, BPJS mampu memproses 1 juta klaim per hari. Namun akses ke pelayanan kesehatan masih menjadi issue. Saat ini, BPJS telah memiliki exit strategy untuk mengantisipasi peningkatan klaim yang akan terjadi.
Kedua, UU yang baru membolehkan dokter asing untuk praktik di Indonesia. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh jumlah lulusan dalam negeri yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh Indonesia. Sehingga, strategi dalam transformasi sistem kesehatan yaitu meningkatkan kapasitas dan kemampuan untuk deteksi dini penyakit katastropik hingga ke perbaikan sistem rujukan mulai dari FKTP sampai rujukan nasional, serta mencegah berbagai penyakit yang preventable, untuk mengurangi beban pelayanan kesehatan.
Ketiga, pada sektor teknologi informasi, isu kekurangan SDM khususnya dokter diatasi dengan pengembangan layanan telemedicine, yang regulasi maupun kebijakan financing-nya akan terus diperbaiki. Penguatan TI meliputi demografik, database, medical record, genomic, dan Satu Sehat. Misalnya, pada pelayanan KJSU, setiap pasien otomatis masuk dalam database satu sehat. Selain untuk merencanakan terapi, datanya akan digunakan untuk mengembangkan perencanaan peningkatan kapasitas SDM, fasilitas pelayanan kesehatan, dan sebagainya.
Demi layanan kesehatan yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih adil: Perspektif Eropa
Di seluruh dunia terjadi kekurangan 10 juta tenaga kesehatan, 75%-nya terjadi di LMICs (negara berpenghasilan menengah ke bawah). Di Inggris, selain masalah kekurangan tenaga kesehatan, juga terdapat masalah financing yaitu public spending untuk pelayanan kesehatan terus meningkat sebagai dampak dari semakin panjangnya umur harapan hidup (UHH). Saat seorang warga negara mengalami umur panjang, biasanya disertai dengan bertambahnya kebutuhan perawatan kesehatan. Saat ini masyarakat cenderung mencari cara termudah untuk mengakses pelayanan kesehatan. Survei menunjukkan secara berturut-turut negara Tiongkok, SingapURA, Hongkong, dan Indonesia menempati urutan tertinggi yang masyarakatnya ingin mengakses pelayanan kesehatan secara virtual. Di Inggris, Guy’s and St Thomas’ NHS Foundation Trust mengembangkan aplikasi bernama MyChart yang telah berhasil menurunkan angka missing appointment sebesar 2/3, yang artinya jumlah masyarakat yang dapat dilayani oleh sistem kesehatan lebih banyak dari sebelumnya. Namun demikian, dari aspek teknologi, trust, akuntabilitas, people serta regulation ada faktor enabler maupun risk yang harus dipahami untuk meningkatkan efektivitas kinerja sistem kesehatan.
Terobosan baru: mengatasi tantangan, menciptakan masa depan
Menurut catatan Siemens Healthcare, sekitar ½ penduduk dunia tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan secara proper. Diperkirakan pada 2050 akan terjadi peningkatan health spending sebesar 38% akibat dari populasi dunia yang semakin meningkat, dan pada 2030 akan terjadi kekurangan sekitar 10 juta tenaga kesehatan terutama di area LMICs. Sementara itu di seluruh dunia setiap detik ada 1 orang terkena serangan jantung atau stroke, dan kasus baru kanker akan terus meningkat. Di Vietnam hanya 23 & kasus stroke yang berhasil mendapat pertolongan di RS dalam waktu kurang dari 6 jam sejak serangan. Keterlambatan penanganan menyebabkan stroke menjadi penyebab utama kematian dan disabilitas di seluruh dunia. Teknologi digital harus dimanfaatkan untuk memperbaiki akses, serta meningkatkan proses dan outcome pelayanan kesehatan, karena lebih dari 70% keputusan klinis ditentukan oleh teknologi yang dimiliki oleh RS.
Spektrum perkembangan teknologi digital kesehatan
(Putu Eka Andayani – PKMK FK KMK UGM)
Informasi selengkapnya tentang Hospital Management Asia: https://www.hospitalmanagementasia.com
Informasi selengkapnya tentang HMA 2024, Bali: https://www.hospitalmanagementasia.com/hma-2024/
Quality and Safety
Clinical Decision Making Berbasis Teknologi
Clinical Decision Making Berbasis Teknologi
PKMK-Bali. Pada Hospital Management Asia Conference 2024, salah satu topik yang dibahas adalah penerapan evidence-based clinical decision making (EBCDM) menggunakan aplikasi. Saat ini, sangat banyak artikel ilmiah yang tersedia bagi tenaga medis untuk mendukung akurasi diagnosis dan terapi. Namun demikian, semakin banyak artikel yang tersedia, semakin membuat tenaga medis kewalahan untuk mencari artikel yang tepat dan cocok dengan yang diperlukan.
Tersedia sebuah aplikasi yang akan membantu menyaring informasi yang diperlukan oleh tenaga medis. Aplikasi ini mengubah paradigma bahwa “seorang dokter harus mencari bukti yang valid untuk memutuskan pengobatan atau intervensi klinis”, menjadi “bukti yang valid akan mencari dokter” yang menggunakan aplikasi ini. Diskusi ini membahas bagaimana teknologi semakin dimanfaatkan untuk memperkuat pengambilan keputusan klinis yang lebih efisien di rumah sakit dengan mengintegrasikan bukti terkini dari literatur medis.
Manfaat Penggunaan Aplikasi diantaranya:
- Akses Cepat ke Informasi Terbaru:
- Aplikasi menyediakan informasi medis yang selalu diperbarui, yang dapat membantu tenaga medis untuk mengambil keputusan klinis berdasarkan bukti terkini. Hal ini penting dalam meningkatkan akurasi diagnosis dan pengobatan, serta untuk meningkatkan efisiensi biaya perawatan pasien.
- Contoh: Seorang dokter di rumah sakit menggunakan "UpToDate" untuk memastikan bahwa terapi antibiotik yang diberikan kepada pasien sesuai dengan panduan terbaru, yang dapat menurunkan risiko resistensi antibiotik.
- Peningkatan Kualitas Perawatan:
- Dengan mengakses informasi berbasis bukti, rumah sakit dapat memastikan bahwa standar perawatan yang doterapkan telah mengikuti perkembangan terbaru dalam ilmu kedokteran, yang ujungnya akan berdampak pada keselamatan pasien.
- Dukungan Pengambilan Keputusan yang Cepat dan Tepat:
- Aplikasi sangat mendukung pengambilan keputusan klinis yang cepat dan tepat, terutama dalam situasi darurat atau ketika menghadapi kasus yang kompleks. Aplikasi ini menyediakan rekomendasi yang didasarkan pada meta-analisis dan studi klinis terkini.
Tantangan:
- Integrasi ke Sistem Rumah Sakit:
- Salah satu tantangan adalah integrasi aplikasi ke dalam sistem manajemen informasi rumah sakit (HIS). Integrasi ini penting untuk memastikan bahwa informasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang disediakan rumah sakit untuk pasien.
- Pelatihan dan Adaptasi Pengguna:
- Tidak semua tenaga medis familiar dengan penggunaan aplikasi ini. Pelatihan berkelanjutan diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh staf medis dapat memanfaatkan alat ini secara efektif.
- Biaya Lisensi dan Aksesibilitas:
- Biaya untuk mengakses apliakasi masih menjadi penghalang bagi beberapa rumah sakit, terutama di daerah dengan sumber daya terbatas.
Kesimpulan:
Penerapan evidence-based clinical decision making, salah satunya menggunakan "UpToDate", memberikan manfaat signifikan dalam meningkatkan kualitas perawatan, kecepatan, dan akurasi pengambilan keputusan klinis. Namun, untuk memaksimalkan manfaat ini, rumah sakit perlu mengatasi tantangan dalam integrasi teknologi, pelatihan pengguna, dan aksesibilitas finansial.
Informasi selengkapnya tentang Hospital Management Asia: https://www.hospitalmanagementasia.com
Informasi selengkapnya tentang HMA 2024, Bail: https://www.hospitalmanagementasia.com/hma-2024/
(Andreasta Meliala – PKMK UGM)
Penerapan Holomedicine di Rumah Sakit Singapura
Penerapan Holomedicine di Rumah Sakit Singapura
PKMK-Bali. Holomedicine, sebuah pendekatan inovatif yang memadukan teknologi realitas campuran (augmented reality) dengan praktik medis, yang mulai banyak diterapkan di beberapa rumah sakit terkemuka di Singapura. Teknologi ini memungkinkan ahli bedah dan tenaga medis untuk memvisualisasikan anatomi pasien secara lebih mendalam, merencanakan prosedur bedah dengan presisi tinggi, dan melatih keterampilan medis dalam lingkungan yang lebih interaktif.
- Augmented Reality dalam Prosedur Bedah:
- Beberapa rumah sakit di Singapura telah mengadopsi perangkat seperti Microsoft HoloLens untuk prosedur bedah yang kompleks. Dengan teknologi ini, ahli bedah dapat melihat model 3D anatomi pasien yang diproyeksikan di atas tubuh pasien selama operasi, sehingga meningkatkan akurasi dan mengurangi risiko komplikasi.
- Contoh: Rumah sakit seperti National University Hospital (NUH) menggunakan Holomedicine untuk perencanaan bedah digesti, bedah kanker, dan bedah otak, di mana ahli bedah dapat melihat struktur organ pasien secara real-time dengan panduan visual 3 dimensi yang sangat akurat.
- Pelatihan dan Simulasi:
- Holomedicine juga digunakan dalam pelatihan medis, memungkinkan dokter, mahasiswa kedokteran, dan residen, untuk berlatih prosedur dalam laboratorium virtual yang menyerupai kondisi nyata. Kesempatan ini sangat membantu meningkatkan keterampilan tanpa risiko terhadap pasien.
- Contoh: Singapore General Hospital (SGH) dan NUHS memanfaatkan Holomedicine untuk pelatihan bedah simulasi, di mana dokter dapat mempraktikkan prosedur rumit sebelum melakukannya pada pasien sebenarnya.
Manfaat Bagi Manajemen Rumah Sakit:
- Peningkatan Efisiensi Operasional:
- Dengan Holomedicine, waktu yang diperlukan untuk merencanakan dan melakukan prosedur bedah dapat berkurang secara signifikan. Visualisasi yang lebih baik dan persiapan yang matang mengurangi risiko kesalahan, yang berpotensi menurunkan durasi operasi dan waktu pemulihan pasien. Ini berdampak positif pada efisiensi operasional rumah sakit.
- Pengurangan Biaya dan Peningkatan Keselamatan:
- Kesalahan medis dapat diminimalkan melalui penggunaan Holomedicine, yang berarti biaya terkait komplikasi atau prosedur ulang juga dapat ditekan. Selain itu, peningkatan akurasi dalam bedah membantu meningkatkan keselamatan pasien, yang pada gilirannya dapat mengurangi biaya yang tidak perlu dan dapat meningkatkan reputasi rumah sakit.
- Peningkatan Kualitas dan Akses Pelayanan:
- Dengan teknologi ini, rumah sakit dapat menawarkan layanan yang lebih canggih dan personal kepada pasien. Selain itu, rumah sakit di kota besar dapat membantu rumah sakit di kota kecil untuk melakukan suatu tindakan medis yang kompleks. Tawaran ini memberikan nilai tambah yang dapat meningkatkan kepuasan pasien dan menarik lebih banyak pasien. Pada sisi lain, teknologi ini juga semakin mengurangi kesenjangan kapabilitas antar rumah sakit
- Pengembangan Sumber Daya Manusia:
- Holomedicine memungkinkan pelatihan dan pengembangan dokter serta staf medis yang lebih baik dan cepat. Ini memastikan bahwa rumah sakit memiliki tenaga medis yang terampil dan siap menghadapi tantangan medis yang semakin kompleks.
Kesimpulan:
Penerapan Holomedicine di rumah sakit Singapura menunjukkan potensi besar dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi prosedur medis. Dengan visualisasi yang lebih baik, pelatihan yang lebih interaktif, dan peningkatan keselamatan pasien, teknologi ini memberikan manfaat yang signifikan bagi manajemen rumah sakit, baik dari sisi operasional, keuangan, maupun kualitas layanan. Holomedicine juga meningkatkan kerjasama rumah sakit sehingga dapat mendorong kemampuan rumah sakit kecil untuk melakukan tindakan medis yang kompleks.
Informasi selengkapnya tentang Hospital Management Asia: https://www.hospitalmanagementasia.com
Informasi selengkapnya tentang HMA 2024, Bail: https://www.hospitalmanagementasia.com/hma-2024/
(Andreasta Meliala – PKMK UGM)
Penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG)
Reportase Penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) di Rumah Sakit dan Tantangannya di Indonesia
PKMK-Bali. Dalam diskusi pada Hospital Management Asia Conference di Bali (2024), penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) di rumah sakit Indonesia menjadi topik yang krusial. ESG di sektor kesehatan mencakup berbagai inisiatif yang bertujuan untuk meningkatkan keberlanjutan lingkungan, keadilan sosial, dan tata kelola yang baik.
Penerapan ESG di Rumah Sakit:
- Environmental (Lingkungan):
- Rumah sakit seharusnya sudah mulai berkontribusi pada pengurangan jejak karbon melalui efisiensi energi, manajemen limbah medis, dan pengurangan konsumsi air. Pengurangan emisi dan manajemen rantai pasokan menjadi salah satu strategi operasional untuk memastikan operasi rumah sakit ramah lingkungan.
- Indonesia sedang mengembangkan regulasi terkait perdagangan karbon dan target emisi, namun penerapannya terutama di pelayanan kesehatan masih terbatas. Namun demikian, rumah sakit perlu menyesuaikan diri dengan arah kebijakan ini untuk mengurangi ikut serta dalam gerakan kesinambungan lingkungan hidup.
- Beberapa informasi menyampaikan bahwa rumah sakit di Indonesia mulai mengadopsi langkah-langkah untuk mengurangi jejak karbon dan meningkatkan efisiensi energi. Misalnya, beberapa rumah sakit di Jakarta telah memasang panel surya untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Pengelolaan limbah medis yang efisien, seperti pemisahan limbah berbahaya dan non-berbahaya di sumbernya, juga semakin diterapkan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
- Social (Sosial):
- Pilar sosial ESG menekankan pada peningkatan akses kesehatan yang merata, terutama bagi kelompok rentan. Akses yang setara ke layanan kesehatan dan peningkatan kualitas pelayanan menjadi fokus utama dalam pilar sosial ESG. Pilar ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua lapisan masyarakat, termasuk kelompok rentan, mendapatkan akses yang sama dan mendapatkan pelayanan dengan kualitas yang sama ketika menggunakan jasa layanan kesehatan
- Banyak yang sudah dilakukan untuk menerapkan pilar sosial ini, namun yang sering menjadi kendala adalah pembiayaan karena semakin tingginya harga alat dan bahan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, terutama di rumah sakit.
- Governance (Tata Kelola):
- Pemerintah dan beberapa lembaga keuangan semakin mendorong rumah sakit untuk mengintegrasikan ESG dalam strategi operasinal. Pemerintah menyiapkan regulasi dan instrument pengawasan untuk memastikan di masa depan rumah sakit semkain berkontribusi dalam menjaga kesinambungan lingkungan hidup.
- Manajemen rumah sakit perlu meningkatkan tata kelola yang mencakup penerapan kebijakan lingkungan, transparansi dalam pelaporan, dan audit ESG. Oleh sebab itu, rumah sakit perlu menjaga transparansi dalam pelaporan ESG dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Di Indonesia, kepatuhan terhadap pelaporan ESG semakin penting, meskipun tantangan dalam hal pengawasan dan implementasi tetap ada.
Penerapan ESG dan Akreditasi Internasional
Akreditasi internasional, seperti yang diberikan oleh Joint Commission International (JCI), selaras dengan prinsip-prinsip ESG. Beberapa kaitan utama antara ESG dan akreditasi internasional meliputi:
- Keselamatan Pasien dan Kualitas Layanan (Social):
- Standar akreditasi internasional menuntut rumah sakit untuk menjaga keselamatan pasien dan memberikan layanan berkualitas tinggi, yang sesuai dengan prinsip sosial dalam ESG. Implementasi ESG dapat meningkatkan hasil akreditasi dengan menunjukkan komitmen terhadap peningkatan berkelanjutan dan kepuasan pasien, terutama pada aspek akses dan kualitas.
- Tata Kelola dan Transparansi (Governance):
- Akreditasi internasional memastikan aspek tata kelola rumah sakit, termasuk transparansi dalam operasional dan pelaporan. Penerapan prinsip-prinsip ESG yang kuat di bidang tata kelola dapat membantu rumah sakit memenuhi standar akreditasi ini, dengan memperkuat manajemen risiko dan kepatuhan terhadap hukum dan regulasi.
- Efisiensi Operasional dan Lingkungan (Environmental):
- Akreditasi internasional juga melihat efisiensi operasional, yang mencakup manajemen lingkungan. Rumah sakit yang berkomitmen pada ESG cenderung mengimplementasikan teknologi hijau dan praktik ramah lingkungan, dimana komitmen ini tidak hanya memenuhi persyaratan akreditasi tetapi juga mengurangi biaya operasional jangka panjang.
Tantangan di Indonesia:
- Kompleksitas Regulasi dan Pengawasan: Rumah sakit menghadapi tantangan dalam menavigasi regulasi ESG yang masih berkembang, termasuk perdagangan karbon dan pelaporan ESG. Kurangnya pedoman yang jelas dari pemerintah menambah kompleksitas ini.
- Keterbatasan Infrastruktur dan Sumber Daya: Banyak rumah sakit, terutama di daerah terpencil, menghadapi keterbatasan infrastruktur dan sumber daya untuk mengimplementasikan ESG. Keterbatasan ini mencakup akses ke teknologi hijau dan pelatihan yang memadai.
- Kesiapan Organisasi: Kesadaran dan pemahaman tentang ESG masih terbatas di kalangan manajemen rumah sakit, yang mempengaruhi kecepatan adopsi dan integrasi ESG dalam operasi mereka.
Informasi selengkapnya tentang Hospital Management Asia: https://www.hospitalmanagementasia.com
Informasi selengkapnya tentang HMA 2024, Bail: https://www.hospitalmanagementasia.com/hma-2024/
(Andreasta Meliala – PKMK UGM)
Leadership Through Change
SESI PARALEL: LEADING THROUGH CHANGE
Kawasan ekonomi khusus kesehatan di Indonesia dan jalan ke depan untuk menghubungkan dokter dan pasien di seluruh dunia
Dok. PKMK. Sesi paralel konferensi Hospital Management Asia hari 1 (28/8/2024)
Populasi Indonesia yang sangat besar harus dipandang sebagai human capital. Itu sebabnya pemerintah membangun state-of-the-art hospital yang dilengkapi dengan teknologi canggih. Pemerintah juga membuka peluang bagi investor dari luar negeri untuk masuk. Ada insentif fiskal yang disediakan pada KEK yaitu CIT, VAT, Custom & Excise, dan local tax. Insentif non fiskal berupa one-stop-services, land title for 80 years, environmental license & building permitt by developer, tidak harus menggunakan barangstandar SNI, regulasi pembatasan import tidak berlaku, kepemilikan properti untuk orang asing, dan sebagainya. Fasilitas kesehatan di KEK boleh merekrut nakes sesuai kebutuhan, dokter yang praktik di KEK boleh bekerja dengan adaptasi minimal, dan ada relaksasi teknologi kedokteran.
Bali International Hospital (BIH) didesain untuk menjadi destinasi medical tourism utama di Indonesia, yang dikelola oleh IHC. BIH menjadi centerpiece di KEK. Agar dapat bersaing di industri. Medical tourism, BIH yang direncanakan berkapasitas 225 tempat tidur dengan 8 OK serta 4 cathlab ini menerapkan konsep clinical quality care, timeliness of care, dan convenience of care.
Northwell Health, USA, memberi contoh bagaimana memajukan layanan kesehatan dengan menggunakan teknologi digital untuk mendorong akses yang lebih baik terhadap perawatan. Dengan virtual nursing dan virtual health services, Northwell Health mengembangkan model staffing yang inovatif dalam memberikan pelayanan terbaik bagi pasien. Virtual nursing berkerja sama dengan bedside nursing untuk meningkatkan akses pasien terhadap pelayanan asuhan keperawatan. Model ini juga memanfaatkan teknologi informasi antara lain video conference, mobile apps, dan remote monitoring devices. Mayoritas tugas virtual nursing merupakan tugas yang bersifat dapat dikerjakan secara jarak jauh, sedangkan tugas-tugas bedside nursing misalnya IDR’s, hands-on care (seperti intervensi/treatment), dan bedside handoffs. Secara keseluruhan, inovasi di Northwell Health mampu menurunkan LOS di ICU, menurunkan hari penggunaan ventilator, menurunkan angka kematian di ICU, serta menghindari terjadinya cost sekitar USD 120 juta selama periode Januari 2022-Februari 2023.
Phillips menerapkan kolaborasi untuk menghadirkan layanan kesehatan pintar yang melampaui batas, melalui Clinical Command Center berbasis Smart Health System. Salah satu penerapannya adalah yang disebut sebagai a connected enterprise-wide cardiology solution. Ada bukti kuat mengenai dampak positif penerapan sistem ini di USA, Jepang, dan Australia, antara lain berupa penurunan LOS, penurunan angka infeksi, penurunan angka pasien jatuh, penurunan jumlah kematian pasien, hingga penurunan biaya per kasus. Command center ini diisi oleh dokter senior, perawat berpengalaman dan tenaga administrasi.
Leading the change: Transforming healthcare through technology and innovation
Dok. PKMK. Sesi paralel Hospital Management Asia 2024 hari 1- Transforming healthcare through technology and innovation (28/8/2024)
Penduduk Singapura pada 2024 berjumlah lebih dari 6 juta orang, 19,1% diantaranya adalah lansia. Sementara, pelayanan kesehatan dibagi dalam tiga klaster, yang meliputi 8 RS untuk penyakit akut, 1 RS Jiwa, dan 1 RS KIA. Berbagai tantangan yang dihadapi Sengkang General Hospital (SKH) antara lain jumlah, jenis kebutuhan, dan kompleksitas pasien yang berbeda-beda, tingginya ekspektasi masyarakat, kekurangan nakes dan nakes yang menua, serta perubahan struktur pembiayaan kesehatan. SKH menggunakan teknologi dan AI untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, dengan prinsip: pasien sebagai inti dari semua yang dilakukan. Sejak lebih dari 2 dekade lalu SKH telah menerapkan open surgery dan tindakan minimal invasive. Sejak dekade lalu hingga saat ini mulai diterapkan robotics dan artificial intelligence (AI).
Cardinal Santos Medical Center (Philippines) memiliki pelayanan unggulan Brain and Spine Institute, yang sudah dikembangkan sejak 1998 berupa Gamma Knife Center. Saat ini telah ada 9 centers dalam area brain and spine, yang terbaru adalah The Epilepsy Surgery Center (dikembangkan tahun 2023). Sebagaimana RS di negara lain, CMSC juga mengalami tantangan berkaitan dengan kekurangan SDM dan akuisisi teknologi. Strategi mengatasinya adalah dengan memberi reward secara intrinsik maupun ekstrinsik.
Institut Jantung Nasional (Malaysia) memiliki Cardiovascular Risk Reduction Clinic (CRRC) untuk pelayanan jantung secara komprehensif, melalui kolaborasi dengan Novartis dan berbagai partners lainnya. Pentingnya kolaborasi dalam partnership pada pelayanan jantung antara lain untuk meningkatkan outcome pasien, berbagi sumber daya, inovasi dan riset, serta ada regional impact yaitu meningkatnya akses pelayanan jantung bagi populasi yang lebih luas.
Perawatan kesehatan yang berkelanjutan: pendekatan kemitraan publik-swasta
Dok. PKMK. Sesi perawatan kesehatan yang berkelanjutan: pendekatan kemitraan publik-swasta dalam Hospital Management Asia 2024 (28/8/2024)
Tiongkok hanya memiliki 300 cardiologists. Jumlah ini dirasa sangat kurang untuk melayani kebutuhan seluruh masyarakat Tiongkok. HKAMG berkolaborasi dengan RS-RS di berbagai negara termasuk Tiongkok, Jepang dan Indonesia untuk meningkatkan kapasitas pelayanan jantung secara regional. Misalnya, RS Jantung Harapan Kita mengirim staf medis untuk mengikuti program fellowship selama 3-12 bulan di Departemen Bedah Jantung HKAMG. Pengembangan center of excellence pada negara dalam jejaring ini, yang merupakan kerjasama antara swasta dan pemerintah membutuhkan integrasi culture yang berbeda (mutual respect between different culture), serta mengintegrasikan people dan scenarios (regular communication and feedback).
Pada Sustainable Development Goals (SDGs), ada satu agenda yang didedikasikan untuk partnership. Namun tidak mudah mencari contoh public private partnership (PPP) yang berhasil dengan baik, karena sifatnya yang kompleks. Salah satu yang dapat menjadi pembelajaran adalah proyek Bendigo di Australia yang menerapkan konsep value for money (VfM). Project ini diimplementasikan oleh Siemens Healthineers berbekal pengalaman lebih dari 25 tahun dalam PPP. Ada 4 area untuk membuat sustainable PPP hospital pada project ini, yaitu lingkungan, teknologi, desain yang berfokus pada pasien, dan manfaat ekonomi. Target yang ingin dicapai dari PPP adalah meningkatkan efisiensi teknologi, mengukur dan memvisualisasikan konsumsi energi, meningkatkan performance. Model value-based procurement antara lain menekankan pada outcome kesehatan, hasil terapi dan kepuasan pengguna; serta total value of ownership. Menurut model ini, harga pengadaan yang murah pada implementasi PPP belum tentu menghasilkan output dan outcome yang terbaik yang diinginkan. Negara berkembang seperti Indonesia cocok menggunakan PPP skala kecil, seperti project pembangunan dan pengembangan Jakarta Hearth Center. (Putu Eka Andayani – PKMK FK KMK UGM)
Informasi selengkapnya tentang Hospital Management Asia: https://www.hospitalmanagementasia.com
Informasi selengkapnya tentang HMA 2024, Bali: https://www.hospitalmanagementasia.com/hma-2024/
CIO Summit
Chief Information Officer (CIO) Summit
Sesi ke-1 mengambil tajuk Tomorrow’s Health Today: Exploring Digital Transformation in Healthcare dengan menghadirkan tiga pembicara, yaitu Ralf Maier-Reinhardt (Roche Information Solutions), Assoc. Prof. Dr. Patravoot Vatanasapt (Khon Kaen University), dan Dr. Miswar Fattah (PT. Prodia Widyahusada Tbk.). Ketiga pembicara memaparkan inisiatif dan tantangan penerapan transformasi digital dalam tiga perspektif yang berbeda, yaitu industri, praktisi, dan peneliti. Secara umum, ketiga pembicara menyepakati bahwa dalam penerapan transformasi digital, faktor manusia jauh lebih penting dibandingkan dengan faktor teknologi. Teknologi dapat dimodifikasi sedemikian rupa dengan cepat menyesuaikan dengan kebutuhan pengguna, sementara manusia sebagai user memiliki tingkat penerimaan dan juga kapabilitas yang bervariasi dalam menyikapi kemajuan teknologi. Sehingga, ketiga pembicara juga menyoroti leadership’s vision dan early involvement of staff sebagai pendorong utama berhasil-tidaknya suatu institusi dapat menerapkan transformasi digital. Berbagai inovasi yang diterapkan perlu mengedepankan transparansi dan prinsip start small, then grow bigger.
Sesi ini juga secara khusus mendiskusikan tentang penerapan artificial intelligence (AI) dengan quote yang menarik “if you are smart, AI will make you smarter. However, if you are dumb, AI will make you dumber”. Ketiga pembicara memiliki perspektif yang sama bahwa penerapan AI tidak bisa menggantikan peran manusia dalam pengambilan keputusan baik klinis maupun manajerial. Sehingga, penting untuk dapat memposisikan AI sebagai sarana empowering bagi para pengambil keputusan untuk menentukan pilihan terbaik dalam penanganan suatu kasus.
Di akhir sesi ini, Christopher Chiam dari Roche Diagnostics menggaris bawahi beberapa isu penting dalam transformasi digital, diantaranya: pertama, transformasi perlu mendefinisikan prinsip dan budaya yang akan dibangun sejak awal. Kedua, tranformasi perlu dimulai dengan adanya dasar/pondasi yang kuat (SDM, infrastruktur, standar, dan lain-lain). Ketiga, transformasi perlu mengedepankan responsible use of technology. Keempat, tranformasi perlu mengakomodir konteks sistem kesehatan dan budaya lokal. Kelima, transformasi memerlukan kemitraan dan kolaborasi.
Sesi ke-2 pada CIO Summit membahas tentang interoperabilitas dengan menghadirkan tiga pembicara. Sebagai pembicara pertama, Alexander Tined dari St Luke’s Medical Center Filipina memberikan pemaparan terkait dengan kiprahnya sebagai CIO berpengalaman yang baru masuk di dunia kesehatan. Sebagai CIO, Alex menggaris bawahi bahwa tantangan utama pengembangan inovasi digital di bidang kesehatan adalah terlalu banyak sistem dan aplikasi yang digunakan dengan berbagai standar dan format yang bervariasi. Alex menekankan bahwa kunci dari transformasi digital adalah people, culture, and process dengan fokus inovasi yang menekankan simplifikasi hal-hal yang saat ini terasa kompleks.
Selanjutnya, Louis Shun (CIO Gleneagles Hospital Hong Kong) sebagai pembicara kedua menceritakan pengalamannya dalam membangun ekosistem digital dengan tajuk “building a digital ecosystem through interoperability and beyond”. Di awal, Louis memaparkan tentang profil Gleneagles Hospital Hong Kong yang saat ini memiliki 500 lebih tempat tidur, 1750 dokter terkredensial, dan lebih dari 35 layanan medis spesialistik dan sub-spesialistik. Sejak berdiri pada 2017, Gleneagles Hospital Hong Kong telah banyak mengembangkan inovasi berbasis teknologi secara bertahap, antara lain:
- Tahap pertama (2017-2019) berfokus pada pengembangan doctor app, web booking, dan staff app.
- Tahap kedua (2020-2021) berfokus pada integrasi inovasi-inovasi yang telah dikembangkan dalam bentuk My Gleneagles SmarthHealth app yang juga mengakomodir kebutuhan telekonsultasi bagi pasien.
- Tahap ketiga (2022-2023) adalah pemanfaatan AI dengan beberapa inovasi seperti camera-based vitals, AI interpretation Chest X-Ray, AI echocardiology dan AI voicebot.
- Tahap keempat (2024), rumah sakit berfokus pada pengembangan delivery robots and wearable functions
Sebagai penutup, Louis menekankan tentang beberapa kunci sukses penerapan inovasi berbasis teknologi: Take baby steps and pivot, maintain agility, and build culture of experimenting that can allow change.
Pembicara ketiga menghadirkan Hrvoje Kopjar dari Siemens Healthineers yang memaparkan materi dengan tajuk “driving digitalization and patient-centerd innovation in healthcare based on interoperability”. Hrvoje menceritakan pengalaman dalam mendampingi Vinzenz Gruppe di Austria dalam mengoneksikan berbagai macam sistem informasi dari berbagai RS dalam satu branding dan satu compliance standard. Hrvoje menekankan pentingnya digital patient pathway sebagai awal dari pengembangan ekosistem digital. Setelah itu, seluruh pihak perlu melakukan identifikasi tantangan, mengukur digital maturity level-nya, dan membangun kapabilitas apa yang perlu dibangun (i.e., governance capabilities, information technology capabilities, dan critical capabilities) yang kemudian ditindak lanjuti dengan penyusunan digital strategies. Contoh bentuk interoperabilititas yang dikembangkan di Vinzenz Gruppe: Master patient index, adaptor set, terminology server, electronic health record, health data repository, dan healthcare provider directory.
Sesi ke-3 CIO summit membahas tentang new-gen health tech, dimana pembicara pertama Anthony Lawrence dari GE HealthCare dengan memaparkan “enabling connected care: take your archive to the next level”. Anthony memulai presentasi dengan pesan bahwa sistem pelayanan kesehatan yang tergolong sukses adalah yang mampu menggabungkan pelayanan klinis, teknologi, dan juga data science. Untuk menjembatani ketiga hal tersebut, solusi digital diperlukan dalam menghubungkan multi-modal data untuk kemudian dapat digunakan untuk diagnostik, monitoring, dan terapi presisi. GE HealthCare sendiri mengembangkan produk Edison Datalogue yang merupakan solusi manajemen data yang dirancang untuk mengintegrasikan dan mengelola data pasien, gambar, dan konten enterprise secara efisien di seluruh sistem pelayanan kesehatan. Sistem ini memungkinkan akses informasi pasien yang lancar dimana saja, sehingga mendorong peningkatan kualitas kolaborasi di internal tim pelayanan kesehatan. Datalogue ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa peningkatan kualitas coordinated care dan proses rujukan pasien, efisiensi waktu dan biaya, hingga peningkatan kualitas pengambilan keputusan klinis melalui akses data yang komprehensif dan analitik.
Pembicara kedua menghadirkan Dr. Yujia Gao dari National University Health System yang menjelaskan tentang holomedicine dan 5G. Program Holomedicine NUHS di Singapura menggunakan teknologi HoloLens 2 dari Microsoft untuk mengintegrasikan mixed reality ke dalam layanan kesehatan, yang digunakan untuk membantu pelayanan bedah agar lebih presisi. Dokter bedah dapat melihat gambar holografis 3D dari pemindaian pasien, yang membantu meningkatkan akurasi dan pengambilan keputusan selama operasi. Program ini juga membantu pasien memahami kondisi medis mereka dengan lebih baik melalui visualisasi 3D. Selain itu, program ini mempercepat proses diagnostik dengan memberikan hasil yang lebih cepat dan akurat. Teknologi 5G merupakan kunci dalam menjamin kelancaran holomedicine ini agar memastikan kelancaran transmisi data hingga ke ruang operasi.
Dr. Chow Weien (Changi General Hospital) menjadi pembicara ketiga yang menyampaikan materi dengan tajuk “Clinical Apllications of Digital Twin in Healthcare to Improve Patient Outcomes and Hospital Operations”. Chow memaparkan konsep digital twin dalam konteks klinis sebagai sebuah model virtual yang mereplikasi secara rinci elemen fisik, fisiologis, dan perilaku suatu obyek yang diamati. Teknologi ini memungkinkan adanya simulasi dan analisis data secara real-time, sehingga memungkinkan prediksi dan pengambilan keputusan yang lebih baik dalam perawatan pasien. Penerapan digital twin di Changi General Hospital sendiri difokuskan pada peningkatan efisiensi operasional dan kualitas perawatan pasien melalui pemodelan alur pasien, infrastruktur, dan proses klinis mereka secara mendetail. Dengan menggunakan model ini, rumah sakit dapat menganalisis alur pasien, mengidentifikasi hambatan-hambatan yang terjadi pada alur pelayanan pasien, dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki rumah sakit.
Pembicara terakhir pada sesi ini menghadirkan Dr. Wonchul Cha (Samsung Medical Centre) yang memaparkan materi dengan tajuk “Finding the right data with Gen AI andother applications”. Generative AI sendiri merupakan model kecerdasan buatan yang memiliki kemampuan untuk bisa “menciptakan” sesuatu yang baru dengan mengambil inspirasi dari data-data yang telah dipelajari sebelumnya. Samsung Medical Centre sendiri memanfaatkan teknologi Generative AI untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatannya melalui pertama, analisis data medical imaging atau electronic health record untuk membantu akurasi dan kecepatan pengambilan diagnosis. Sebagai contoh, Gen AI dimanfaatkan untuk menginterpretasikan gambar MRI atau CT scan untuk mendeteksi anomali yang mungkin tidak terdeteksi oleh manusia. Kedua, pemanfaatan algoritma Gen AI dalam menyelenggarkaan layanan precision medicine. Algoritma tersebut digunakan untuk penyesuaian dosis obat dan terapi berdasarkan profil genetic dan medis pasien. Ketiga, prediksi potensi risiko penyakit yang mungkin akan diderita oleh pasien sehingga kemudian dapat dilakukan intervensi awal sedini mungkin. Keempat, otomasi dalam pengambilan keputusan dan manajerial, seperti pengelolaan klaim asuransi, manajemen penjadwalan, manajemen antrian, dan lain-lain. Kelima, identifikasi pola dan tren yang dapat menjadi dasar pengembangan tata laksana klinis yang baru.
(Haryo Bismantara – PKMK FK-KMK UGM)
Informasi selengkapnya tentang Hospital Management Asia: https://www.hospitalmanagementasia.com
Informasi selengkapnya tentang HMA 2024, Bali: https://www.hospitalmanagementasia.com/hma-2024/
Plenary Session
SESI PLENARY
Memberdayakan pasien, meningkatkan hasil: Evolusi digital dalam perawatan kesehatan
Tantangan bagi klinisi semakin besar. Pada masa kini, pasien memiliki ribuan data yang dikumpulkan pada sepanjang proses pelayanan kesehatan, namun tidak terstruktur, sulit diakses dan ditindaklanjuti serta ada keterbatasan skill serta sumber daya untuk itu. Artificial Intelligence (AI) dapat menjadi gamechanger dimana digital health memiliki peluang untuk berkembang. Landscape kesehatan akan berubah dengan adanya konektivitas yang memungkinkan interaksi antara pemberi pelayanan kesehatan dengan pasien/masyarakat secara virtual. Ada kesempatan yang lebih terbuka bagi tenaga kesehatan untuk memonitoring pasien secara jarak jauh dan real-time. Di sisi lain, pasien bisa diberdayakan dengan self-help dengan adanya moinitoring virtual tersebut, sehingga pelayanan kesehatan bersifat lebih proaktif. Big Data memungkinkan untuk dilakukannya analisis secara real-time, serta otomatisasi beberapa proses akan meningkatkan patient experience, patient outcome, hingga efisiensi RS.
Di RS, berbagai perusahaan teknologi telah mengembangkan inovasi untuk mewujudkan adopsi teknologi digital. Misalnya, pemeriksaan laboratorium menjadi salah satu sumber data utama bagi dokter untuk menegakkan diagnosis dan mengambil keputusan klinis. Teknologi memungkinkan dilakukannya optimalisasi siklus diagnosis ini untuk menghasilkan value klinis, finansial, dan operasional yang lebih tinggi.
Menjembatani Jarak antara Klinisi dengan IT
Banyak orang takut dengan perubahan. Seluruh panelis mengakui bahwa ada resistensi terhadap perubahan pada stakeholders – termasuk klinisi – di RS mereka masing-masing. Mereka tidak suka adanya disrupsi pada rutinitas harian. Perlu banyak adjustment dalam penerapan IT di RS dalam menghadapi resistensi tersebut, khususnya di kalangan staf klinis senior. Lalu ada isu data privacy dan security. Untuk mengatasinya, RS melakukan banyak training dengan metode-metode yang dibedakan antara staf senior dengan Gen Z, dan sebagainya. Pada fase-fase awal, regular infographic di-blast ke semua staf RS sehingga ada engagement antara klinisi dengan IT. Ini menjadi kunci keberhasilan RS dalam mengadopsi teknologi.
Dari pengalaman para panelis, kunci keberhasilan dalam engagement para klinisi terhadap IT adalah menjelaskan faktor “why“ agar mereka benar-benar paham mengapa ini penting untuk diimplementasikan dan apa dampaknya. Setelah itu baru masuk ke fase “how“. Penting untuk diperhatikan bahwa IT harus mengikuti alur proses bisnis rumah sakit, bukan sebaliknya, sehingga status staf IT seharusnya adalah tenaga IT kesehatan, bukan tenaga IT pada umumnya.
Di sisi lain, legal outcome harus dipikirkan agar tidak menjadi sumber konflik maupun masalah lainnya. Regulasi yang kuat harus dipikirkan, khususnya terkait dengan penggunaan, pertukaran, hingga keamanannya.
AI dikembangkan bukan untuk menggantikan intelegensia manusia melainkan untuk membantu mengerjakan pekerjaan rutin – misalnya memmonitor vital sign yang sangat membantu pelaksanaan tugas-tugas keperawatan. Tenaga kesehatan bisa lebih fokus pada pasien.
Wawasan Indeks Kesehatan Masa Depan 2024 | Menjembatani kesenjangan - Memandu kita menuju perawatan yang lebih baik untuk lebih banyak pasien
Future Health Index mengidentifikasi tiga jenis gap yang paling mendesak untuk diatasi di tahun 2024 dalam memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi pasien. Ketiga gap tersebut adalah staff gap (kekurangan tenaga), insight gap (silo pada data dan infomasi), dan sustainability gap (dalam konteks finansial dan isu lingkungan).
Penerapan sistem otomatisasi, virtual care dan AI dapat menjadi solusi untuk mengatasi gap yang terjadi akibat kekurangan staf. Mengadopsi teknologi generative AI dapat mengatasi masalah silo pada data dan informasi. Untuk isu sustainabilty, RS perlu menerapkan sistem pengadaan berbasis resep (meminimalisir pengadaan logistik yang tidak dibutuhkan), melakukan lebih banyak investasi untuk green technology, serta membangun kolaborasi yang lebih luas dengan berbagai pihak dalam ekosistem pelayanan kesehatan.
Pertumbuhan yang didorong oleh inovasi untuk rumah sakit di Asia - di mana posisi kita sekarang? Menjembatani kesenjangan dalam pengadopsian teknologi perawatan kesehatan global
RS masa kini perlu. Menerapkan cara-cara baru dalam menjalankan bisnis. RS perlu berpikir lebih agresif mengenai model-model baru dan mengadopsi teknologi masa depan. Cost bukan satu-satunya pertimbangan, melainkan juga isu lingkungan, dimana carbon footprint yang dihasilkan dari penerapan satu teknologi baru menjadi salah satu karakteristik yang harus diperhitungkan.
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pada masa kini teknologi telah menjadi driver perubahan. Kunci untuk beradaptasi terhadap perubahan adalah dengan membangun kolaborasi yang kuat diantara para stakeholders, untuk menjembatani gap antara para manajer-klinisi-staf RS dengan perkembangan teknologi itu sendiri.
RS-RS di Amerika cenderung lebih cepat dalam mengadopsi teknologi baru, sedangkan RS-RS di Asia biasanya lebih lambat. India, Indonesia, dan beberapa negara lain membutuhkan 5-7 tahun untuk mengadopsi teknologi baru. Singapura adalah salah satu negara di Asia yang paling cepat mengadopsi perubahan. Misalnya baru-baru ini Singapura menerapkan GI Genius, yaitu suatu modul Endoscopy Intelligent, dimana dokter menggunakan endoscopy terbantu-intelegensi- buatan untuk mendeteksi polip kolorektal selama proses kolonoskopi secara real-time. Riset menunjukkan metode ini berhasil meningkatkan patient outcome secara signifikan.
(Putu Eka Andayani – PKMK FK KMK UGM)
Informasi selengkapnya tentang Hospital Management Asia: https://www.hospitalmanagementasia.com
Informasi selengkapnya tentang HMA 2024, Bali: https://www.hospitalmanagementasia.com/hma-2024/
Redesigning Nursing Care
Redesigning Nursing Care
Dok. PKMK. Sesi Redesigning Nursing Care pada hari kedua pelaksanaan Hospital Management Asia (29/8/2024)
Berbagai negara menghadapi isu kurangnya tenaga perawat untuk memberikan pelayanan secara optimal, yang berdampak pada beban kerja perawat yang tinggi. Di Filipina misalnya, rasio antara perawat dengan pasien di rawat inap adalah 1 : 12. Skill juga menjadi isu, dimana dengan beban kerja seperti itu perawat kesulitan untuk mengalokasikan waktu untuk mengikuti pelatihan. Selain itu biaya pelatihan juga mahal bagi perawat. Isu lain yaitu terkait dengan jenjang karir dan spesialisasi. RS di Filipina belum memiliki sistem penggajian perawat yang terstandarisasi dan adil bagi perawat sesuai dengan job level. Juga jarang/belum pernah dilakukan job evaluation. Jika sistem penggajian diperbaiki, maka profesi perawat akan menjadi lebih menarik sehingga rasio ideal perawat dibandingkan dengan kebutuhan pasien akan terpenuhi.
Selain itu, patient outcome sangat penting. Di Hongkong, RS perlu berhati-hati dalam menangani komplain karena biaya kompensasinya besar. Spending untuk kompensasi mengambil porsi 15% dari total cost di RS. Staf termasuk perawat ikut menanggung kompensasi tersebut jika terbukti lalai dan menjadi penyebab timbulnya masalah. Jadi perawat merupakan bagian penting dalam proses bisnis RS, yang jika tidak dikelola dengan baik maka akan menyebabkan kontra produktif bagi RS.
Nursing outcome yang biasa dijadikan ukuran antara lain angka infeksi dan LOS. Namun perlu ada pengukuran yang spesifik terhadap nursing outcome di unit-unit pelayanan yang berbeda. Perawat kardiologi, perawat ICU, dan sebagainya seharusnya memiliki pengukuran kinerja yang berbeda-beda.
Pada era pandemi, masalah kekurangan tenaga perawat menjadi semakin besar. Di samping karena terjadinya lonjakan jumlah pasien, juga karena sebagian tenaga perawat tertular dan harus dirawat. Salah satu strategi yang dilakukan oleh RS di Indonesia adalah meredesain floating policy, karena kebijakan ini menakutkan bagi perawat dan cenderung menjadikan mereka kontra produktif. Perubahan kebijakan yang dilakukan adalah dengan mengembangkan program agile nurses, yaitu menciptakan perawat yang gesit dan tanggap bekerja dalam lingkungan yang berbeda-beda. Progam ini membuat perawat dirotasi di unit yang berbeda untuk mendapatkan pengalaman kerja yang berbeda (perbedaan karakteristik pasien, jenis kasus, hingga perbedaan teknis operasional di nurse station). Rotasi ini berjalan minimal dua minggu, dan selesai mengikuti program perawat yang bersangkutan dapat kembali ke unit asalnya. Perawat dapat secara sukarela mengikuti program ini, dan boleh menolak jika merasa tidak siap. Hal ini dilakukan karena perawat harus self-motivated untuk menjalani program dan menjadi perawat yang agile. Dari perspketif RS, semakin banyak jumlah agile nurse maka semakin baik karena agile nurse memiliki karakteristik perilaku yang fleksibel, dan mampu secara proaktif, adaptif, dan resilient dalam merespon perubahan lingkungan.
Penerapan eMR juga merupakan strategi untuk meredesain pekerjaan perawat. Sebelum penerapan eMR, tugas-tugas perawat didominasi oleh tugas administratif, yaitu melengkapi berbagai form dan membuat laporan. Ini menyebabkan pelayanan dan respon apda kebutuhan pasien menjadi lambat. Penerapan eMR di sebuah RS di Filipina terbukti mengurangi pekerjaan administratif perawat sebanyak 70% sehingga perawat punya waktu lebih banyak untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien. Ada banyak tantangan dalam penerapan eMR, antara lain dari aspek pengguna (beban kerja sudah berat, kekurangan tenaga, tidak ada waktu untuk training), proses (ada silo dan kesulitan dalam melengkapi master data), serta dari aspek teknologi itu sendiri.
Sementara itu, RS di Singapura meredesain ancillary care dengan mengembangkan kurikulum training sederhana bagi ancillary nurses dan memperbaiki prosedur pelayanan. Sebelum diimplementasikan, beberapa masalah yang dihadapi oleh ancillary nurses antara lain bekerja melebihi shift (karena menyelesaikan tugas-tugas administratif maupun mengunjungi pasien), melewati atau memperpendek jam makan siang, dan banyaknya disrupsi ditengah-tengah pelaksanaan tugas (misalnya menjawab telepon atau memenuhi panggilan pasien). Ada dua area redesain yaitu job creation dan job redesign, dengan mendefinisikan ulang tugas perawat sesuai dengan levelnya serta membagi ulang tugas-tugas. Dengan model ini, perawat teregistrasi bisa fokus mengerjakan tugas-tugas keperawatan yang membutuhkan skill khusus, sedangkan tugas yang tidak membutuhkan skill khusus dikerjakan oleh asisten.
Dok. PKMK. Hari kedua konferensi Hospital Management Asia di Bali (29/8/2024).
RS lain menerapkan ICU Outreach Nursing, yaitu memperluas cakupan perawatan ICU untuk mengurangi angka readmisi ke ICU, mengurangi serangan jantung dan aktivasi code blue, menurunkan kematian dan akhirnya menurunkan biaya pelayanan kesehatan. Contoh pelayanan di luar ICU yang dilakukan adalah membantu dokter muda dalam melakukan resusitasi dan menstabilitasi pasien di IGD dan follow up pasien setelah dirawat di ICU. Intervensi dini terbukti mampu menurunkan kebutuhan terhadap ICU. Kuncinya ada di early detection, intervensi yang tepat waktu, dan mencegah perburukan tanda vital pasien.
Sebuah jaringan RS di Hongkong dengan kapasitas total 500 tempat tidur, 18 poliklinik, lebih dari 35 spesialis/subspesialis dan lebih dari 1750 dokter menerapkan model verbal orders untuk menangani instruksi klinis saat dokter tidak ada di RS. Masalahnya, model ini memiliki banyak critical risks points, misalnya verification errors, meskipun telah dilakukan oleh dua orang perawat. Model ini diperbaiki dengan remote order system melalui sebuah aplikasi, yang mampu mereduksi risiko dan error yang sebelumnya banyak terjadi. Error rate turun 100% dan waktu yang digunakan untuk memproses verbal order berkurang 50%.
(Putu Eka Andayani – PKMK FK KMK UGM)
Informasi selengkapnya tentang Hospital Management Asia: https://www.hospitalmanagementasia.com
Informasi selengkapnya tentang HMA 2024, Bali: https://www.hospitalmanagementasia.com/hma-2024/
Penutupan
Konferensi hari kedua ditutup dengan gala-dinner yang dihadiri oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno. Selain mengapresiasi kegiatan HMA yang untuk pertama kalinya dilaksanakan di Indonesia setelah 22 tahun, Menparekraf juga menyatakan komitmen untuk mendukung pengembangan sektor kesehatan khususnya medical wellness. Gala dinner ditutup dengan pengumuman penerima awards. Ada sembilan kategori yang menerima penghargaan, tiap kategori memiliki 4-5 finalis. Dari Indonesia ada tiga yang masuk sebagai finalis, yaitu RSUD Biak (kategori Infection Control), RS Primaya Bekasi Barat (kategori Community Involvement), dan RS Mayapada (kategori Patient Experience Improvement). Dari tiga RS tersebut, RSUD Biak dan RS Primaya Bekasi Barat berhasil menjadi Excellence Winner pada kategorinya masing-masing.
Dok. PKMK. Penyerahan awards oleh Menparekraf pada RSUD Biak sebagai pemenang Infection Control pada HMA 2024 (29/8/2024).
Dok. PKMK. Penyerahan awards oleh Staf Khusus Menteri bidang Ketahanan (Resiliency) Industri Obat dan Alat Kesehatan pada RS PrImaya Bekasi Barat sebagai pemenang Community Involvement pada HMA 2024 (29/8/2024)
Daftar lengkap finalis dapat dilihat disini:
https://www.hospitalmanagementasia.com/awards/2024-finalists/
(Putu Eka Andayani – PKMK FK KMK UGM)
Informasi selengkapnya tentang Hospital Management Asia: https://www.hospitalmanagementasia.com
Informasi selengkapnya tentang HMA 2024, Bali: https://www.hospitalmanagementasia.com/hma-2024/
Hospital Management Asia 2024 ini selain diikuti oleh para delegasi dari berbagai RS swasta dan pemerintah dari negara-negara di Asia, juga diikuti oleh para mitra RS khususnya yang kebanyakan bergerak dibidang Teknologi Informasi. Ini sesuai dengan tema besar konferensi yaitu KEEPING PACE WITH HEALTHCARE CHALLENGES. Selain itu, ada satu spot yang didedikasikan untuk memajang poster para penerima award, diman aposter ini berisi tema-tema inovasi dan best practices yang diterapkan di RS pada berbagai bidang manajemen, misalnya leadership, clinical operation management, penggunaan AI untuk meningkatkan efektivitas proses dan output, dan sebagainya. Berikut laporan visual dari ruang exhibition.