Perawat adalah SDM kesehatan yang memiliki beban kerja tinggi. Dengan banyaknya tuntutan kerja, dapat menyebabkan konsekuensi negatif terhadap fisik dan psikologis perawat, bahkan untuk keselamatan pasien. Beberapa bukti pada jurnal menyebutkan bahwa kepemimpinan (leadership) mempunyai dampak besar terhadap persepsi ketegangan terkait pekerjaan dan kesejahteraan psikologis perawat. Kepemimpinan yang tidak baik dan kurangnya otonomi pekerjaan membuat perawat mudah mengalami kelelahan akibat bekerja (burnout), sedangkan dengan adanya rekognisi dan penghargaan dapat menambah kesejahteraan kerja.
Saat ini penelitian kepemimpinan lebih menitikberatkan pada performa kerja atau kepuasan kerja. Belum banyak penelitian yang menghubungkan antara dampak kepemimpinan dengan luaran kesehatan, termasuk kelelahan dan keterlibatan kerja (work engagement). Hal ini disebabkan karena lemahnya konseptualisasi, pengukuran, atau analisis kepemimpinan dan kelelahan. Penelitian terkait kelelahan akibat bekerja juga menempatkan kempimpinan sebagai sesuatu hal yang sempit, misalnya sebagai dukungan sosial, bukan sebagai konsep yang komprehensif dan multidimensi.
Kohnen et al, (2024) melakukan penelitian dengan dasar tempat kerja yang nyaman berdampak positif bagi kesehatan dan motivasi kerja perawat. Engaging Leader (EL) adalah pemimpin yang memiliki perilaku memfasilitasi, memperkuat, menghubungkan dan menginspirasi karyawan dalam rangka meningkatkan keterlibatan kerja mereka. Dengan menginspirasi, memperkuat, menghubungkan, dan memberdayakan karyawan, EL diharapkan dapat menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan sumber daya karyawan sehingga mereka tetap sehat, termotivasi, produktif, dan puas dalam bekerja.
Temuan penelitian ini adalah bahwa kaitan antara EL dan kesejahteraan perawat terkait kerja melalui 2 mekanisme: karakteristik pekerjaan yang dirasakan (permintaan dan sumber daya pekerjaan) dan motivasi intrinsik. EL dapat membentuk persepsi perawat terhadap pekerjaan mereka dan menciptakan lingkungan kerja dengan lebih banyak sumber daya (otonomi yang memadai, variasi tugas, penggunaan keterampilan dan umpan balik) dan lebih sedikit tuntutan (lebih sedikit beban kerja, tuntutan emosional, dan konflik peran). Dengan menyediakan sumber daya kerja yang memadai bagi perawat, para pemimpin tersebut tidak hanya memupuk motivasi intrinsik mereka, tetapi juga menumbuhkan kesejahteraan, antara lain dengan berkurangnya kelelahan akibat bekerja dan meningkatkan keterlibatan kerja.
Hasil penelitian yang ini juga sejalan dengan penelitian yang lain, yaitu sumber daya pekerjaan tampaknya menjadi faktor penting bagi keterlibatan kerja perawat, sedangkan tuntutan pekerjaan tetap menjadi pendorong utama terjadinya kelelahan akibat bekerja. EL yang dapat menciptakan suasana kerja yang nyaman bagi perawat (lebih banyak sumber daya dan lebih sedikit tuntutan), mengakibatkan meningkatnya keterikatan kerja perawat dan berkurangnya kelelahan akibat bekerja.
Penelitian ini juga menggarisbawahi pentingnya motivasi kerja. Perawat yang merasa diberdayakan, terinspirasi, diperkuat, dan terhubung melalui perilaku EL lebih cenderung merasakan otonomi yang memadai dan hubungan yang kuat dengan tim mereka. Sehingga perawat akan percaya pada kemampuan mereka untuk dapat menyelesaikan pekerjaan mereka dan memberikan kontribusi yang berarti di tempat kerja. Dengan kondisi bekerja ini, motivasi intrinsik perawat diharapkan berkembang dan perawat bekerja dengan rasa senang serta puas.
Kesimpulannya, EL dapat menyebabkan kesejahteraan perawat meningkat dengan memberikan pekerjaan yang nyaman (lebih banyak sumber daya dan lebih sedikit tuntutan) dan motivasi intrinsik bagi perawat.
Artikel ini merupakan rangkuman dari jurnal oleh Dorothea Kohnen, Hans De Witte, Wilmar B. Schaufeli , Simon Dello, Luk Bruyneel, dan Walter Sermeus yang berjudul “Engaging leadership and nurse well‑being: the role of the work environment and work motivation—a cross‑sectional study” (https://doi.org/10.1186/s12960-023-00886-6).