Community of Practice for Health Equity
https://www.freepik.com/free-photo
Penderita HIV/AIDS, atau biasa disebut sebagai Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), adalah salah satu kelompok yang rentan terpapar berbagai penyakit. Human immunodeficiency virus bekerja dengan cara merusak sistem kekebalan tubuh penderita sehingga penderita HIV dapat memiliki berbagai penyakit komorbiditas. Indonesia merupakan negara urutan ke – 5 paling berisiko HIV/AIDS di Asia. Di Indonesia, jumlah kasus HIV dan AIDS terus meningkat sejak 2006. Menurut data laporan dari Ditjen P2P, pada 2017 terdapat 48,300 jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia. Selanjutnya, data pada 2019 menunjukkan jumlah orang dengan HIV/AIDS mencapai hampir 350 ribu orang dengan pertambahan kasus baru sekitar 49 ribu per tahun.
Para ODHA memerlukan banyak dukungan, baik dari lingkungan maupun dari pelayanan kesehatan. Namun, rantai manajemen pelayanan kesehatan bagi ODHA sangat terdampak oleh pandemi COVID-19, sehingga kecemasan diantara para ODHA meningkat. Berdasarkan survei UNAIDS Indonesia, sekitar 41.1% ODHA mengalami kecemasan sangat berat akan kemungkinan ikut terpapar COVID-19. Banyak dari mereka khawatir terhadap kesehatan diri sendiri, khawatir tentang kesehatan anggota keluarga, khawatir akan stigma terkait status HIV, dan khawatir akan kemampuan mendapatkan obat. ODHA yang berasal dari populasi tertentu seperti waria, pengguna narkoba, dan pekerja seks mengalami kekhawatiran yang lebih tinggi karena lebih terdampak dalam hal sosioekonomi juga.
Risiko ODHA terinfeksi COVID-19 dan mengalami gejala berat meningkat bila penderita memiliki jumlah sel CD4 yang rendah atau tidak mengkonsumsi terapi HIV (terapi antiretroviral). Dilaporkan bahwa ODHA yang mengkonsumsi ART secara teratur tidak mengalami peningkatan risiko terinfeksi COVID-19. Dianjurkan bahwa setiap ODHA setidaknya memiliki suplai ART untuk 30 hari. Bahkan, pedoman WHO terbaru untuk menyesuaikan dengan kondisi pandemi menganjurkan ODHA mendapatkan stok obat langsung selama 3 – 6 bulan untuk mengurangi frekuensi ODHA harus mengakses fasilitas kesehatan yang menjadi rumah sakit rujukan COVID-19. Namun, pemberian obat multi bulan ini belum bisa diterapkan secara luas di Indonesia dan bahkan di beberapa daerah, stok obat ART tidak mencukupi kebutuhan pasien. Berdasarkan survei cepat kebutuhan ODHA dalam konteks COVID-19 yang dilakukan oleh Jaringan Indonesia Positif pada Maret, sekitar 47.6% dari 1000 ODHA yang terlibat dalam survei hanya memiliki stok obat ART untuk periode kurang dari 1 bulan saja. Maka dari itu, upaya untuk menstabilkan rantai pasokan, ketersediaan, dan aksesibilitas ART di Indonesia harus lebih diusahakan.
Hal lain yang dapat dilakukan bagi para ODHA di masa pandemi adalah memberikan dukungan melalui pendekatan masyarakat, dengan cara menggerakkan komunitas – komunitas peduli ODHA dan HIV/AIDS. Sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan HIV/AIDS serta menampis berbagai hoax yang beredar di kalangan masyarakat mengenai penyakit tersebut. Faktanya, berbagai miskonsepsi dan diskriminasi yang dialami ODHA juga membuat mereka enggan untuk berusaha mendapatkan pengobatan atau bahkan mereka belum tahu bahwa terdapat obat untuk HIV/AIDS. Di masa pandemi ini pun banyak ODHA yang tidak tahu bagaimana prosedur pengambilan obat ART. Maka dari itu, komunitas-komunitas dapat dilibatkan untuk turut aktif melaksanakan gerakan – gerakan yang meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan HIV/AIDS dan menyebarluaskan informasi tentang program – program pemerintah dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS. Selain itu, komunitas – komunitas peduli ODHA dapat melaksanakan peran yang lebih besar, yaitu untuk menjangkau para ODHA yang kesulitan mendapatkan akses pengobatan.
Dalam respons terhadap COVID-19, semua negara harus mengupayakan keseimbangan yang tepat antara melindungi kesehatan, mencegah gangguan ekonomi dan sosial, dan menghormati hak asasi manusia. Maka dari itu, penting untuk memastikan bahwa hak asasi manusia para ODHA tidak terkikis dan mereka mendapatkan akses layanan yang sama seperti orang lain sesuai dengan kondisi HIV/AIDS yang mereka derita. (Giovanna Renee Tan)
Referensi
Avert. (2020). Coronavirus (COVID-19) and HIV. Dari: https://www.avert.org/coronavirus/covid19-HIV (Diakses pada: 12 Oktober 2020).
CNN Indonesia. (10 Juni 2020). Pengobatan HIV/AIDS Terhambat Karena Pandemi Covid-19, gaya hidup. Dari: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200710141500-255-523223/pengobatan-hiv-aids-terhambat-karena-pandemi-covid-19 (Diakses pada: 12 Oktober 2020).
DW.com. (9 Juni 2020). Suramnya Nasib Pengidap HIV di Tengah Pandemi COVID-19. Dari: https://www.dw.com/id/suramnya-nasib-pengidap-hiv-di-tengah-pandemi-covid-19/a-54102044 (Diakses pada: 10 Oktober 2020).
Kompas. (6 Juni 2020). Bagaimana Situasi ODHA di Tengah Pandemi Corona? Ini Hasil Surveinya. Dari: https://www.kompas.com/sains/read/2020/07/06/193200623/bagaimana-situasi-odha-di-tengah-pandemi-corona-ini-hasil-surveinya (Diakses pada: 10 Oktober 2020).
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2018. Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV 2013-2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
UNAIDS. Covid-19 and HIV. Dari: https://www.unaids.org/en/covid19 (Diakses pada: 10 Oktober 2020).
World Health Organization. QA on HIV and antiretroviral. Dari: https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus/qa-on-hiv-and-antiretroviral (Diakses pada: 10 Oktober 2020).