Banjir hampir setiap tahun terjadi di berbagai lokasi di Indonesia. Warga yang dilanda banjir harus menghadapi konsekuensi oleh banjir tersebut. Suatu bencana alam, apakah itu banjir, puting beliung, longsor, tsunami, apapun itu, dapat saja menimpa semua penjuru tanpa diskriminasi. Tetapi, apakah semua individu di daerah tersebut akan menghadapi konsekuensi yang sama?
Foto yang dicuitkan di twitter oleh @hhaanniiyy (01/01/2020) berikut menjadi bahan perbincangan menarik di sosial media pada awal 2020. Dari foto yang diunggah, menunjukkan adanya sebuah kompleks permukiman mewah dengan kolam renang yang berwarna kehijauan, sementara di sekitarnya dikelilingi banjir, menyoroti kesenjangan mencolok antara kompleks elit dengan perumahan biasa di kawasan Jakarta Pusat. Satu foto tersebut memang tidak bisa digunakan sebagai bukti tunggal yang mendukung adanya kesenjangan di kalangan masyarakat, namun kita bisa menggunakan situasi ini sebagai pemicu diskusi mengenai perbedaan tingkat konsekuensi yang dihadapi oleh berbagai kelompok sosio ekonomi di Indonesia yang diakibatkan oleh banjir.
Banjir menghasilkan dampak negatif di berbagai aspek kehidupan, terutama sisi kesehatan, tidak diragukan lagi adalah beban besar yang sering dipermasalahkan pada pasca bencana. Kejadian banjir dapat langsung menyebabkan mati tenggelam, luka dari debri, kontaminasi kimia, dan hipotermia. Selanjutnya akan terjadi konsekuensi tidak langsung yang dibawa oleh air pada lingkungan, seperti penyakit menular, malnutrisi, penyakit terkait kemiskinan dan penyakit terkait pengungsian. Status sosio ekonomi seorang warga akan mempengaruhi tingkat konsekuensi yang dihadapi, secara langsung maupun tidak langsung.
Rumah Tangga Miskin Lebih Cenderung Dilanda Banjir
Penelitian di Jakarta menunjukkan kejadian banjir akan relatif lebih jarang terjadi pada rumah tangga yang berpenghasilan tinggi. Kesimpulan tersebut diperoleh melihat hasil kumpulan informasi yang dikumpulkan di penelitian tersebut.
- Frekuensi banjir terendah terjadi pada mereka yang memiliki rumah sendiri.
- Pola penurunan frekuensi banjir terlihat berkait dengan ketersediaan daya listrik di rumah. Semakin baik sumber listrik terpasang di rumah, semakin rendah frekuensi banjir.
- Rumah tangga dengan fasilitas sanitasi pribadi mengalami lebih sedikit banjir daripada rumah tangga yang tidak. Hal ini diperburuk dengan peningkatan penyakit menular pasca infeksi pada rumah tangga yang tidak mempunyai sanitasi yang memadai.
- Mayoritas rumah tangga yang mempunyai keterbatasan pangan telah dilanda banjir.
Informasi – informasi tersebut dapat menjurus ke kesimpulan dimana kalangan sosioekonomi rendah yang mempunyai banyak keterbatasan dalam rumah tangganya akan lebih cenderung dilanda banjir.
Gangguan Kesehatan Jiwa
Sudah diketahui bersama jika banjir dapat menyebabkan maraknya infeksi leptospirosis, kolera, diare, dan gangguan kesehatan badan lainnya. Akan tetapi, yang sering terlepas dari perhatian kita adalah bagaimana bencana banjir dapat menyebabkan gangguan kesehatan jiwa yang sama serius dengan gangguan kesehatan secara fisik. Untuk hal ini ditemukan penelitian yang menunjukan adanya kesenjangan gangguan kesehatan jiwa yang dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu seberapa besar sumber penghasilan yang dipertaruhkan dan seberapa jauh dukungan sosial yang diperoleh dari komunitas korban pasca bencana.
Penelitian yang dilakukan di Sudan menunjukkan korban banjir dengan mata pencaharian di sektor pertanian akan lebih dipengaruhi oleh kondisi alam. Para petani biasanya hidup di pedesaan, dimana mata pencaharian alternatif masih terbatas pasca bencana. Berbeda dengan korban banjir yang berada di perkotaan, dimana penghasilan tidak selalu terpaku dalam satu sumber. Beban ekonomi yang dirasakan oleh para petani di pedesaan akan meningkatkan kecenderungan timbulnya gangguan kesehatan jiwa seperti depresi, kecemasan, dan gangguan trauma pasca bencana dibanding korban banjir di perkotaan. Terlebih lagi, warga di pedesaan biasanya mempunyai tingkat pendidikan lebih rendah, yang membuat mereka mempunyai mekanisme koping lebih buruk.
Selain itu, penelitian lain di Cina menemukan bahwa kesenjangan gangguan kesehatan jiwa juga dipengaruhi oleh ketersediaan dukungan sosial yang diterima oleh korban. Dukungan sosial yang dimaksud disini dapat berupa bentuk uang maupun benda seperti baju, obat, makanan, dan sebagainya yang dapat diperoleh dari pemerintah, NGO, sektor swasta, kerabat, ataupun saudara. Dalam studi tersebut kelompok dengan tingkat pendidikan tinggi, bukan petani, laki – laki, dan kelompok usia yang lebih tua ada kecenderungan untuk mendapati dukungan sosial, dan lebih kecil kemungkinan untuk mengalami gangguan kesehatan jiwa dibanding kelompok sebaliknya.
Kesenjangan dan Disparisitas Kesehatan
Kita kembali ke pertanyaan di awal pembahasan ini. Apakah semua individu di daerah yang dilanda banjir menghadapi konsekuensi yang sama? Secara singkat, kemungkinan tidak. Sejauh pencarian informasi dalam penulisan artikel ini, tidak ditemukan penelitan dari sumber kredibel yang secara spesifik mengaitkan disparitas kesehatan pasca banjir yang disebabkan oleh kesenjangan masyarakat Indonesia. Akan tetapi, penelitian membuktikan jika kejadian banjir lebih cenderung terjadi pada rumah tangga yang miskin, dan gangguan kesehatan jiwa lebih menimpa korban yang hidup di pedesaan dibandingkan di perkotaan. Penemuan yang disebutkan disini hanyalah sedikit data yang memperkirakan kemungkinan adanya disparitas kesehatan yang disebabkan oleh kesenjangan kesehatan. Untuk memastikan hal tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut. (Eugeu Yasmin)
Referensi
- Abbas B. H. and Routray K. J. (2014). Vulnerability to flood-induced public health risks in Sudan. Disaster Prevention and Management. 23(4). pp. 395-419
- W., FitzGerald. J. G., Clark. M. and YuHou. X. (2010). Health Impacts of Flood. Prehospital and Disaster Medicine. 25(3) pp. 265-272
- Feng S., Tan H., Benjamin A., Wen S., Liu A., Zhou J., Li S. Yang T., Zhang T., Li X., and Li G. (2007). Social Support and Posttraumatic Stress Disorder among Flood Victims in Hunan, China. Annual Epidemiol. pp. 827–833
- M. R., Qadri. H. and Bhat. R. A. (2018). Socio-economic and Health Impacts of Floods in a Trans-Himalayan Ecosystem. Journal of Geography and Natural Disasters. 8(2)
- B. and Halimatussadiah. A. (2018). The socio-economic impacts of floods on Jakarta. The Australia-Indonesia Centre. Available from: https://australiaindonesiacentre.org/projects/the-socio-economic-impacts-of-floods-on-jakarta/. (Accessed on March 2020)
- Rochmanudin (2020). Potret Kesenjangan Banjir di Jakarta Jadi Perbincangan di Twitter. IDN Times. Available from: https://www.idntimes.com/news/indonesia/rochmanudin-wijaya/potret-kesenjangan-banjir-di-jakarta-jadi-perbincangan-di-twitter/full. (Accessed on March 2020)