Laporan dari Sidang Plenary
Laporan dari Sidang Plenary
Plenary I
Are we Overbuilding?
Ms. Paula Wilson
President & CEO, Joint Commission International (USA)
Ketika kelompok rumah sakit, sistem kesehatan, pemerintah, dan lainnya berkeinginan untuk membangun fasilitas pelayanan kesehatan yang baru, mereka mempunyai pertimbangan untuk mempertemukan kebutuhan pelayanan akan kesehatan di masa depan. Apakah kita membangun terlalu berlebihan? Hal yang saya lihat adalah problem dalam staffing. Banyak sekali RS yang dibangun secara fisik tapi sulit mengisi stafnya. Jadi pertanyaannya adalah bagaimana membangunnya.
Oleh karena itu, kita harus melihat pengalaman yang ada di toko – toko pengecer seperti Sears. Mark and Spencer dan lain-lain. Ada yang berhasil dan ada yang gagal dalam era digital ini. Mereka yang menggunakan digital sangat berbeda penampilannya. Apa yang harus kita pelajari?Mereka yang berhasil di toko – toko pengecer menggunakan modelbusiness baru yang berbasis digital dan online. Kita dapat belajar dari mereka. Saat ini kita masih kuno,mengembangkan pelayanan yang dulu sudah menjadi trend misalnya: pengembangan Micro Hospital sampai ke model Home care yang tepat guna. Juga perlu dijalankan prinsip Social Determinant dalam pembangunan rumah sakit. Hal yang penting adalah membangun dengan benar.
Plenary II
09.45 – 10.05
Digitalizing Healthcare: Medical devices, AI, and big data
Mr. Michael Retermann
Chief Operating Officer, Siemens Healthineers Managing Board
Gambar 2-2
Pembicara ini menggambarkan visi baru tentang Artificial Intelligence yang menggunakan pembelajaran dengan mesin, jaringan neural dan apa yang disebut sebagai Deep Learning (Lihat Gambar 2-2). Dalam sesi ini pula diperkenalkan kata Healthineers yang merupakan gabungan dari kata Health dan Engineering. Pengembangan ini menunjukkan apa yang disebut sebagai perubahan berbasis komputer dari sesuatu yang sederhana menjadi berbasis supercomputer. Masa depan sangat berbeda dan beyond imagination seperti yang ada di dalam video ini. Silakan klik.
Presentasi ini menunjukkan bahwa pengembangan pelayanan kedokteran merupakan hal yang sangat menantang dan menggunakan teknologi digital yang tidak unlimited.
Plenary III
10.05 – 10.25
Value-Based Healthcare Delivery and Pricing – restructuring health care systems around the globe with the overarching goal of value for patients
Dr. Keith Lim
Group Chief Value Officer, Value Driven Outcome Office, National University Health System (Singapore)
Seluruh RS berpindah dari masalah infeksi menjadi kronis yang semakin mahal dan semakin bergantung pada teknologi. Disinilah kita membutuhkan apa yang disebut value driven care. Sebenarya apa yang disebut sebagai Value? Apa definisinya? Lihat gambar ini:
Ada berbagai langkah untuk mencapai value:
- Target Specific Condition;
- Define Quality Measures
- Value Data Analysis (Quality and Cost)
- Drive Cost dan Health Outcome Optimisation
Langkah – langkah ini akan menghasilkan Core Value. Secara ringkas: pelayanan kesehatan berbasis nilai merupakan kunci perkembangan dalam menanggapi perubahan pembiayaan di pelayanan rumah sakit dimana dokter dan rumah sakit dibayar berdasarkan hasil pelayanan terhadap derajat kesehatan pasien.
Plenary IV
10.25 – 10.45
Positioning Asia as the hub for medical tourism
Assoc. Prof. Somsak Chaovisitsaree
M.D., Chief Executive Officer / Medical Director, Bumrungrad International Hospital (Thailand)
Sesi ini berkaitan dengan bagaimana posisi dan daya saing di tingkat region. Mengapa terjadi posisi baik dan mengapa ada yang buruk. 439 Billion US $ merupakan nilai Medical Tourism. Sebagian besar di Amerika dan Eropa. Medical Tourism di Asia meningkat. Pasar klinis Medical Tourism sebagai berikut ;
Di Asia, ada 4 negara yang menjadi rujukan Medical Tourism yaitu Thailand, Singapura, Korea Selatan dan India seperti yang ada di Gambar ini.
Apa Faktor faktor yang menyebabkan sebuah negara menjadi menarik untuk tujuan medical tourism? Silakan melihat ke Gambar ini.
Sebagai akhir presentasi digambarkan keadaan RS Bumrungrad yang menjadi salah satu pemain besar dalam medical tourism di Thailand. RS ini tidak menerima kerja sama UHC Thailand.
Analisis Sesi Pleno 1:
HMA memang sebuah forum yang didominasi oleh RS – RS Swasta di Asia. RS dianggap sebagai suatu industri. Dengan demikian dalam konteks pelayanan kesehatan, forum ini menggunakan perspektif industri yang sangat dinamis dan berusaha menangkap semua kemungkinan bisnis. Dalam perspektif industri ini, para pembicara telah memaparkan berbagai kemajuan manajemen RS di Asia, dan juga visi teknologi pelayanan kesehatan ke depannya. Sangat menarik karena ini menunjukkan adanya sebuah energi untuk berkembang dengan dukungan dana dan kebijakan pemerintah yang tinggi. Sebagai sebuah industri para pemilik RS memang tidak mau tergantung pada satu sumber saja.
Refleksi untuk Indonesia;
Dalam hal ini, saya melihat bahwa pada 5 tahun terakhir ini RS – RS di Indonesia mengalami apa yang disebut sebagai sebuah era yang sangat berbeda dengan situasi di negara – negara maju dalam RS di Asia. Adanya BPJS dan problem cash-flow pendanaanya, saat ini mengakibatkan sebuah situasi yang membuatRS – RS di Indonesia belum sempat memikirkan mengenai inovasi dan visi ke depan. RS-RS di Indonesia termasuk RS swasta yang diharapkan kompetitif dengan RS di Asia Tenggara menghadapi problem internal yang sangat berat.
Problem internal tersebut adalah kekurangan dana dan kesulitan cash-flow, karena rancangan kebijakan publiknya menempatkan BPJS sebagai pembeli besar satu-satunya. Dana yang ada untuk operasional sudah sulit, apalagi dana untuk inovasi dan investasi pelayanan baru. Dalam konteks Universal Health Coverage hal ini memang menimbulkan dilema. Apakah semua RS harus masuk ke BPJS? Apakah tidak sebaiknya sebagian RS swasta Indonesia tidak bertumpu ke BPJS dan menjadi pemain kunci dalam persaingan dengan negara – negara Asia. Perlu ada pemikiran dan kebijakan untuk keluar dari situasi saat ini.
Penulis:
Laksono Trisnantoro, Magister Manajemen RS