SOLO – Masih ditemukannya kasus pasien terlunta-lunta karena tidak tersedia kamar perawatan di rumah sakit (RS) disayangkan oleh pemkot. Tak ingin terulang, pemkot mendesak setiap rumah sakit menyediakan display jumlah ketersediaan kamar di setiap kelas.
Dengan begitu calon pasien tidak merasa ditelantarkan. Hal tersebut ditegaskan Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) kota Solo, Siti Wahyuningsih, Selasa (15/11). Display ketersediaan kamar, kata Ning, panggilan akrab Siti Wahyuningsih, berisi jumlah kamar di rumah sakit tersebut mulai kelas ekonomi hingga kelas VVIP.
Data tersebut disajikan dalam layar yang dipasang di bagian depan rumah sakit dan diperbarui ketika ada keluar atau masuk pasien. “Jadi masyarakat itu tahu kelas 3 di rumah sakit A jumlah kamarnya berapa, terisi berapa, masih kosong berapa. VIP kamarnya berapa, kosong berapa semua terpampang di layar. Sehingga ketika masyarakat akan masuk itu tahu kondisi sebenarnya,” tandasnya.
Selain sebagai papan informasi, display kondisi kamar merupakan pertanggungjawaban dan transparansi rumah sakit kepada masyrakat. Jika ada kasus pasien ditolak karena tidak adanya kamar, maka pihak rumah sakit dapat menunjukkan data yang menjadikan pasien bisa memahami.
“Karena ada laporan kalau yang datang pasien BPJS, maka rumah sakit tidak mau melayani dengan alasan kamar tidak ada. Hal seperti ini jangan sampai terjadi,” kata Ning.
Namun hingga detik ini keiinginan pemkot tersebut belum dapat terealisasi. Padahal DKK dalam setiap pertemuan telah memberikan pengertian kepada pimpinan rumah sakit.
Jika sudah dilaksanakan, lanjut Ning, akan ditingkatkan dengan cara diintegrasikan dengan sistem layanan kesehatan di seluruh puskesmas. Hal ini dianggap penting karena akan menjadikan pasien yang menggunakan rujukan berjenjang dimudahkan.
“Sekarang puskesmas mau merujuk ke rumah sakit tertentu ternyata setelah sampai rumah sakit kamarnya penuh, padahal pasiennya harus segera mendapatkan penanganan,” urai dia.
DKK pun mendorong layanan kesehatan khususnya di rumah sakit dapat menggunakan prinsip melayani secara maksimal. Dengan begitu salah satu kebutuhan dasar masyarakat yaitu kesehatan benar-benar terjamin. Hal itu tidak hanya diminta ke rumah sakit pelat merah, tapi juga ke seluruh rumah sakit swasta.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Moewardi Endang Agustinar mendukung program pemkot yang memprioritaskan pelayanan kepada masyarakat. Endang menyebut saat ini rumah sakit kelas A yang dikelolanya tengah membangun ruang rawat inap khusus kelas 3 yang diperuntukkan pasien BPJS.
Bangunan yang mampu menampung 192 tempat tidur tersebut akan resmi digunakan 2017. “Sekarang kelas 3 ada 400-an tempat tidur, sekarang dalam tahap pembangunan 192 tempat tidur yang benar-benar khusus kelas 3,” paparnya.
Ketua DPRD Surakarta Teguh Prakosa persoalan yang dihadapi pasien BPJS adalah klise. “Harusnya pembuat regulasi BPJS atau dalam hal ini pemerintah pusat harus bisa memerjelas pelayanan yang diberikan rumah sakit. Atau bisa juga ada MoU (Memorandum of Understanding, Red) yang jelas,” katanya.
Sekretaris Komisi IV DPRD Surakarta Asih Sunjoto Putro menambahkan, rumah sakit tidak perlu memilah antara pasien BPJS maupun non-BPJS. Pelayanan kesehatan diberikan sesuai tingkat urgensi kesehatan pasien. (irw/vit/wa)
Sumber: jawapos.com