MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 119/PMK.05/2007
TENTANG
PERSYARATAN ADMINISTRATIF DALAM RANGKA PENGUSULAN DAN
PENETAPAN SATUAN KERJA INSTANSI PEMERINTAH UNTUK MENERAPKAN
PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang |
: |
a. |
bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, telah diatur ketentuan mengenai persyaratan administratif dalam rangka pengusulan dan penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah untuk menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 07/PMK.02/2006; |
||
|
|
b. |
bahwa dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan Badan Layanan Umum, dipandang perlu mengatur kembali persyaratan administratif dalam rangka pengusulan dan penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah untuk menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, dengan Peraturan Menteri Keuangan; |
||
|
|
c. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum; |
||
Mengingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); |
||
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); |
||
|
|
3. |
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405); |
||
|
|
4. |
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502); |
||
|
|
5. |
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503); |
||
|
|
6. |
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585); |
||
|
|
7. |
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); |
||
|
|
8. |
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2005; |
||
|
|
MEMUTUSKAN: |
|||
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERSYARATAN ADMINISTRATIF DALAM RANGKA PENGUSULAN DAN PENETAPAN SATUAN KERJA INSTANSI PEMERINTAH UNTUK MENERAPKAN PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM. |
|||
|
|
BAB I |
|||
|
|
Pasal 1 |
|||
|
|
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: |
|||
|
|
1. |
Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disingkat BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah Pusat yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. |
||
|
|
2. |
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disingkat PK BLU, adalah pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya. |
||
|
|
3. |
Satuan Kerja Instansi Pemerintah, yang selanjutnya disebut Satker, adalah setiap kantor atau satuan kerja di lingkungan Pemerintah Pusat yang berkedudukan sebagai Pengguna Anggaran/Barang atau Kuasa Pengguna Anggaran/Barang. |
||
|
|
4. |
Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian negara/lembaga pemerintah yang dipimpin oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang bertanggung jawab atas bidang tugas yang diemban oleh suatu BLU. |
||
|
|
5. |
Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas bidang tugas BLU pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan. |
||
|
|
BAB II |
|||
|
|
Pasal 2 |
|||
|
|
Suatu Satker yang telah memenuhi persyaratan substantif dan persyaratan teknis sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dapat diusulkan untuk menerapkan PK BLU setelah memenuhi persyaratan administratif. |
|||
|
|
Pasal 3 |
|||
|
|
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terpenuhi apabila Satker yang bersangkutan dapat mengajukan seluruh dokumen berikut: |
|||
|
|
a. |
pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; |
||
|
|
b. |
pola tata kelola; |
||
|
|
c. |
rencana strategis bisnis; |
||
|
|
d. |
laporan keuangan pokok; |
||
|
|
e. |
standar pelayanan minimal; dan |
||
|
|
f. |
laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen. |
||
|
|
Pasal 4 |
|||
|
|
(1) |
Pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dibuat oleh pimpinan Satker yang mengajukan usulan untuk menerapkan PK BLU dan disetujui oleh Menteri/Pimpinan Lembaga. |
||
|
|
(2) |
Pernyataan kesanggupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini. |
||
|
|
Pasal 5 |
|||
|
|
Pola tata kelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b merupakan peraturan internal Satker yang menetapkan: |
|||
|
|
a. |
organisasi dan tata laksana, mencakup struktur organisasi, prosedur kerja, pengelompokan fungsi yang logis, ketersediaan dan pengembangan Sumber Daya Manusia, serta efisiensi biaya; |
||
|
|
b. |
akuntabilitas, mencakup kebijakan, mekanisme/prosedur, media pertanggungjawaban, dan periodisasi pertanggungjawaban program, kegiatan, dan keuangan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan; dan |
||
|
|
c. |
transparansi, dengan menerapkan asas keterbukaan yang dibangun atas dasar kemudahan memperoleh informasi bagi yang membutuhkan. |
||
|
|
Pasal 6 |
|||
|
|
Rencana strategis bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c mencakup: |
|||
|
|
a. |
visi yaitu suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan; |
||
|
|
b. |
misi yaitu sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik; |
||
|
|
c. |
program strategis, yaitu program yang bersifat strategis yang terdiri dan program, kegiatan indikatif, serta hasil/keluaran pelayanan, keuangan, Sumber Daya Manusia dan administratif yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun dengan memperhitungkan potensi, kelemahan, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul; dan |
||
|
|
d. |
pengukuran capaian kinerja, yaitu pengukuran yang menggambarkan hasil/keluaran atas program/ kegiatan tahun berjalan yang dicapai, baik dari aspek kinerja keuangan, pelayanan, administratif, maupun SDM, disertai dengan analisis atas faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi capaian kinerja tahun berjalan serta metode pengukuran yang digunakan. |
||
|
|
Pasal 7 |
|||
|
|
(1) |
Laporan keuangan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d terdiri dari: |
||
|
|
|
a. |
laporan realisasi anggaran, yaitu laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola, serta menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode pelaporan yang terdiri dari unsur pendapatan dan belanja; |
|
|
|
|
b. |
neraca, yaitu laporan yang menggambarkan posisi keuangan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu; dan |
|
|
|
|
c. |
catatan atas Laporan Keuangan, yaitu dokumen yang menyajikan informasi tentang kebijakan akuntansi, penjelasan per pos laporan keuangan, baik berupa penjelasan naratif, rincian, dan/atau grafik dari angka yang disajikan dalam laporan realisasi anggaran dan neraca, disertai informasi mengenai kinerja keuangan. |
|
|
|
(2) |
Laporan keuangan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Laporan Keuangan tahun terakhir. |
||
|
|
(3) |
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). |
||
|
|
(4) |
Untuk Satker yang menerapkan standar akuntansi selain SAP, laporan keuangan pokok disusun berdasarkan standar akuntansi yang digunakan berdasarkan ketentuan yang berlaku. |
||
|
|
(5) |
Untuk Satker yang baru, laporan keuangan pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa prognosa laporan keuangan tahun berjalan atau tahun berikutnya. |
||
|
|
(6) |
Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disusun berdasarkan SAP atau standar akuntansi yang disusun oleh Asosiasi Profesi Akuntansi. |
||
|
|
(7) |
Apabila laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disusun berdasarkan standar akuntansi yang disusun oleh Asosiasi Profesi Akuntansi, prognosa laporan keuangan yang disampaikan berupa laporan operasional, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. |
||
|
|
Pasal 8 |
|||
|
|
(1) |
Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh Satker yang menerapkan PK BLU yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan serta kemudahan memperoleh layanan. |
||
|
|
(2) |
Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal Kementerian Negara/Lembaga/industri sejenis dan/atau peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Standar Pelayanan Minimal. |
||
|
|
Pasal 9 |
|||
|
|
(1) |
Laporan audit terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum Satker yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU. |
||
|
|
(2) |
Dalam hal Satker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum pernah diaudit, Satker dimaksud membuat pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen. |
||
|
|
(3) |
Pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat oleh pimpinan Satker yang mengajukan usulan untuk menerapkan PK BLU dan disetujui oleh Menteri/Pimpinan Lembaga. |
||
|
|
(4) |
Pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan mengacu pada formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini. |
||
|
|
Pasal 10 |
|||
|
|
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga untuk mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan. |
|||
|
|
BAB
III |
|||
|
|
Pasal 11 |
|||
|
|
(1) |
Menteri/Pimpinan Lembaga mengusulkan Satker yang dinilai telah memenuhi persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan persyaratan administratif untuk menerapkan PK BLU kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. |
||
|
|
(2) |
Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini. |
||
|
|
Pasal 12 |
|||
|
|
(1) |
Menteri Keuangan memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 setelah mendapat pertimbangan dari Tim Penilai yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. |
||
|
|
(2) |
Pertimbangan Tim Penilai didasarkan pada hasil penilaian terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. |
||
|
|
(3) |
Kewenangan untuk menunjuk Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
||
|
|
Pasal 13 |
|||
|
|
(1) |
Keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) diterbitkan oleh Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak usulan dimaksud diterima secara lengkap dari Menteri/Pimpinan Lembaga. |
||
|
|
(2) |
Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dapat berupa penetapan status BLU Secara Penuh atau status BLU Bertahap. |
||
|
|
(3) |
Penolakan terhadap usulan penetapan BLU diberikan apabila Satker tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. |
||
|
|
Pasal 14 |
|||
|
|
(1) |
Status BLU Secara Penuh diberikan apabila seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 telah terpenuhi secara memuaskan. |
||
|
|
(2) |
Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan persyaratan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan. |
||
|
|
Pasal 15 |
|||
|
|
(1) |
Satker yang memperoleh status BLU Bertahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) diberikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu yang berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan. |
||
|
|
(2) |
Satker yang memperoleh status BLU Bertahap tidak diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang/jasa. |
||
|
|
(3) |
Batas-batas fleksibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan Satker untuk menerapkan PK BLU. |
||
|
|
Pasal 16 |
|||
|
|
(1) |
Status BLU Bertahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) berlaku paling lama 3 (tiga) tahun. |
||
|
|
(2) |
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seluruh persyaratan administratif tidak terpenuhi secara memuaskan, maka status BLU Bertahap dibatalkan. |
||
|
|
(3) |
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seluruh persyaratan administratif dapat dipenuhi secara memuaskan, maka status BLU Bertahap dapat diusulkan menjadi Status BLU Secara Penuh dengan tetap memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12. |
||
|
|
BAB IV |
|||
|
|
Pasal 17 |
|||
|
|
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
|||
|
|
Pasal 18 |
|||
|
|
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 07/PMK.02/2006 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
|||
|
|
Pasal 19 |
|||
|
|
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. |
|||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Ditetapkan di Jakarta |
|
|
|
|
|
pada tanggal 27 September 2007, |
|
|
|
|
|
MENTERI KEUANGAN, |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
SRI MULYANI INDRAWATI |