Reportase Seri 2:
Transformasi Kepemimpinan RS dalam Lingkungan yang Dinamis
13 September 2025
Workshop serial bertema “Transformasi Kepemimpinan RS dalam Lingkungan yang Dinamis” ini diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM bekerja sama dengan IAMARSI DIY dan Magister Manajemen Rumah Sakit UGM. Acara ini dipandu oleh Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD, dan bertujuan untuk mengasah serta meningkatkan kemampuan kepemimpinan para direktur dan pemimpin di sektor kesehatan.
Sesi 1: Perubahan Lingkungan Rumah Sakit
Sesi pertama membahas situasi terkini yang dihadapi rumah sakit di Indonesia. Beberapa poin utama yang disorot antara lain:
- Keberlanjutan finansial BPJS: Ada kesulitan finansial pada BPJS dan proyeksi ke depan yang cukup berat. Sementara itu, sistem pendanaan di luar BPJS, seperti asuransi swasta, belum sepenuhnya siap untuk memberikan tambahan dana.
- Daya saing: sektor rumah sakit di Indonesia kini telah berkembang menjadi sebuah industri, namun masih kalah bersaing dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Selain itu, rumah sakit di Indonesia masih kesulitan menjangkau daerah-daerah terpencil.
- Regulasi dan Kebijakan: Lingkungan rumah sakit bertransformasi dengan adanya Undang-Undang Kesehatan 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024.
- Sumber Daya Manusia: terbukti adanya kekurangan sumber daya spesialis di Indonesia, yang mendorong Presiden untuk meningkatkan jumlah pendidikan residen.
Sesi 2: Sense Making untuk Pemimpin di Sektor Kesehatan
Sesi ini berfokus pada bagaimana pemimpin rumah sakit seharusnya menyikapi perubahan dinamis tersebut. Pilihan sikap yang dihadirkan adalah mengabaikannya atau memikirkannya secara serius dan mencari cara untuk memahami serta mengambil tindakan.
Kepemimpinan: Bakat dan Keterampilan yang Dapat Dipelajari
Kepemimpinan bukanlah sekadar bakat, melainkan juga sebuah seni yang bisa dilatih. Ada berbagai “peralatan” yang dapat dipelajari untuk membantu seseorang menjadi pemimpin efektif di rumah sakit. Proses berpikir dan bertindak yang disebut
Sense Making dapat dilatih dan terdiri dari tiga langkah utama:
- Deteksi: Mengidentifikasi adanya perubahan besar dalam sistem kesehatan.
- Pemahaman & Penafsiran: Memahami makna dari perubahan tersebut.
- Tindakan: Mengambil tindakan sebagai respons terhadap perubahan yang terdeteksi dan dipahami.
Pentingnya Kerja Sama dalam Sistem Kesehatan
Para pemimpin, yang mencakup organisasi pemerintah, organisasi masyarakat, dan lembaga usaha, perlu bekerja sama dalam menggunakan prinsip governance untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Governance adalah upaya bersama untuk mengarahkan berbagai komponen negara dan kelompok masyarakat agar dapat meningkatkan status kesehatan melalui kebijakan pemerintah dan masyarakat.
- Governance di sistem kesehatan: mengatur peran dan hubungan antar aktor di sektor kesehatan berdasarkan prinsip good governance. Hal ini diatur oleh berbagai undang-undang, termasuk UU Kesehatan Tahun Tahun 2023, UU SJSN Tahun 2004, dan UU BPJS Tahun 2011.
- Corporate Governance: sistem aturan, praktik, dan proses yang mengarahkan dan mengendalikan sebuah perusahaan. Ini mencakup hubungan antara manajemen, dewan direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan akuntabilitas, transparansi, dan keadilan.
- Clinical Governance: Sistem yang menjamin akuntabilitas organisasi pelayanan kesehatan dan stafnya untuk terus meningkatkan kualitas perawatan pasien. Kerangka kerja ini berfokus pada penetapan standar, pemantauan kinerja, dan pengembangan budaya keselamatan.
Sesi 3: Alat Kepemimpinan dan Checklist Atribut Diri
Sesi terakhir menekankan bahwa kepemimpinan adalah perpaduan antara seni dan ilmu.
Meta-leadership diperkenalkan sebagai kerangka kerja yang komprehensif untuk menghadapi tuntutan organisasi modern yang kompleks dan perubahan, seperti adanya UU Kesehatan 2023.
Terdapat tiga dimensi utama dalam meta leadership:
- Person: ciri-ciri dan perilaku pemimpinnya.
- Situation: konteks dimana pemimpin beroperasi.
- Connectivity: hubungan dan interkoneksi antar berbagai pemangku kepentingan.
Sehingga untuk menjadi direktur yang baik, penting untuk melakukan diagnosis diri dan memiliki berbagai atribut kepemimpinan yang baik. Atribut ini dikelompokkan ke dalam empat kategori, yang diadaptasi dari Ulrich:
- Karakter pribadi yang baik: meliputi perilaku yang sesuai norma, citra diri positif, kepatuhan pada regulasi, kemampuan komunikasi yang baik, semangat belajar, berpikir proaktif, dan keterampilan mengatasi masalah.
- Kemampuan memberi arah: mampu memahami situasi internal dan eksternal rumah sakit, membaca tren, memiliki visi, dan mewujudkan visi tersebut menjadi tindakan nyata.
- Kemampuan menggerakkan komitmen: mampu membangun kerja sama (networking), mendelegasikan wewenang (team work), dan memotivasi tim untuk mengembangkan rumah sakit.
- Meningkatkan kemampuan organisasi RS: mampu membangun infrastruktur manajemen, mendukung keragaman, mengembangkan budaya kerja kelompok, membangun sistem SDM yang baik untuk regenerasi, dan melakukan perubahan terus-menerus.
DISKUSI
Tri Gunawan RS BMC BALI
1. Saat ini kondisi RS kami 90% pasien BPJS (70% kelas 3), kendala saat ini semakin sering frekuensi dilakukan audit klaim oleh BPJS dan peningkatan resiko pengembalian klaim. langkah Kami untuk menjawab sesuai dengan regulasi (berita acara) & sosialisasi ke unit layanan..bagaimana solusi dan prediksi untuk ke depannya Prof? |
Kondisi dimana 90% pasien rumah sakit adalah BPJS dengan 70% diantaranya kelas 3, menunjukkan bahwa rumah sakit Bapak sangat bergantung pada sistem pendanaan BPJS. Ini adalah situasi yang banyak dialami oleh rumah sakit di Indonesia, dan memerlukan perhatian serius. Terkait dengan seringnya audit klaim dan peningkatan risiko pengembalian klaim, ini adalah salah satu konsekuensi dari situasi finansial BPJS yang saat ini mengalami kesulitan keberlanjutan. Kondisi ini menuntut rumah sakit untuk lebih cermat dan teliti dalam pengelolaan administrasi klaim. Langkah yang Bapak ambil, yaitu membuat berita acara dan sosialisasi ke unit layanan, sudah sangat tepat sebagai respon awal. Namun, untuk prediksi dan solusi ke depannya, kita perlu melihat tantangan ini melalui pendekatan Sense Making.
- Deteksi: Bapak sudah mendeteksi adanya perubahan, yaitu semakin ketatnya audit BPJS.
- Pemahaman & penafsiran: Langkah selanjutnya adalah memahami mengapa ini terjadi. Ini adalah respons BPJS terhadap kondisi keuangan mereka dan juga wujud dari governance di sistem kesehatan. BPJS, sebagai fungsi pendanaan, sedang berupaya mengendalikan pengeluaran.
- Tindakan: tindakan yang perlu diambil tidak hanya sebatas sosialisasi. Sehingga diperlukan tindakan lebih strategis, seperti:
-
- Peningkatan clinical governance: pastikan setiap prosedur klinis dan rekam medis sudah sesuai dengan standar dan pedoman yang berlaku. Tata kelola klinis yang baik memastikan kualitas pelayanan dan akuntabilitas, sehingga dapat meminimalisasi potensi pengembalian klaim.
- Penguatan corporate governance: Pastikan sistem internal rumah sakit, terutama yang terkait dengan proses klaim dan keuangan, berjalan dengan transparan dan akuntabel. Latih staf untuk memahami regulasi BPJS secara mendalam.
- Diversifikasi Pendanaan: Prediksi ke depan menunjukkan bahwa ketergantungan pada BPJS saja berisiko. Mulailah untuk mencari cara lain untuk menambah pendanaan di luar BPJS, seperti mengembangkan layanan yang bisa menjaring pasien asuransi swasta atau pasien umum.
- Advokasi dan kolaborasi: sebagai bagian dari connectivity dalam meta Leadership, jalin komunikasi dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti IAMARSI dan perwakilan BPJS setempat. Bekerja sama dengan organisasi sejenis untuk mencari solusi bersama dan menyuarakan aspirasi rumah sakit kepada pihak regulator.
2. Didiskusikan tadi kan dalam kondisi normal, dalam artian situasi kondusif. bagaimana bila kondisi rumah sakitnya sedang dalam kondisi tidak kondusif, misalnya adanya ketidakpercayaan dari para tenaga medis terhadap manajemen di rumah sakit tersebut atau jajaran manajemen kurang mampu dalam mendukung strategi cost leadership |
A. Kepemimpinan dalam rumah sakit tidak hanya berhadapan dengan masalah eksternal, tetapi juga tantangan internal yang kompleks. Situasi yang tidak kondusif, seperti adanya ketidakpercayaan dari tenaga medis, menunjukkan bahwa ada masalah dalam dimensi Person dan Connectivity dari seorang pemimpin. Sebagai pemimpin, Bapak/Ibu tidak bisa mengabaikan masalah ini. Kondisi ini perlu ditangani secara serius dengan menggunakan berbagai alat kepemimpinan.
- Peningkatan Atribut Person: Seorang pemimpin harus menunjukkan karakter pribadi yang baik, seperti kemampuan komunikasi yang mumpuni dan kemampuan mengatasi masalah. Jajaran manajemen harus mampu membangun hubungan kerja sama dan menggerakkan komitmen orang lain, termasuk staf medis. Keterampilan untuk memberikan pengaruh, baik di dalam maupun di luar otoritas formal, sangat penting dalam situasi ini.
- Membangun Kembali Connectivity: Ketidakpercayaan adalah tanda bahwa hubungan antara manajemen dan staf sedang bermasalah. Hal ini perlu diperbaiki dengan:
-
- Komunikasi organisasi yang efektif: Lakukan komunikasi secara terbuka dan jujur untuk mendengarkan keluhan dan kekhawatiran staf.
- Membangun Kepercayaan: beri ruang bagi staf untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Pimpinan perlu menunjukkan empati dan dukungan nyata, bukan hanya berbicara tentang strategi.
- Membagi wewenang: libatkan staf medis dalam tim kerja untuk menyelesaikan masalah yang ada. Ini akan menumbuhkan rasa kepemilikan dan mengurangi ketidakpercayaan.
B. Strategi Cost Leadership:
Terkait dengan strategi cost leadership, jika jajaran manajemen dianggap kurang mampu mendukungnya, ini adalah masalah dalam kemampuan memberi arah dan menggerakkan kemampuan organisasi.
- Diagnosis Diri: Manajemen perlu melakukan diagnosis diri untuk menilai di mana letak kekurangan dalam menerapkan strategi tersebut. Apakah mereka kurang memahami detail operasional, ataukah tidak mampu menerjemahkan visi menjadi tindakan nyata?
- Meningkatkan Kemampuan Organisasi: Manajemen harus mampu membangun infrastruktur yang mendukung strategi, misalnya dengan sistem manajemen yang efisien dan pengembangan budaya kerja kelompok. Strategi cost leadership tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh tim yang solid dan sistem yang kuat.
Dr. Wilmi, MARS, CBA
RS Aniisa Pekan baru
Jumlah rawatan pasien 80%, pendapatan pasien umum , 50%. RS kami rs khusus dari pendapatan umum dan out of pocket. Kebijakan bpjs dan, membuat sistem iur bayar yang aman, pasien BPJS kelas 3 ke RS naik pajero. RS Membuat inoveasi dengan membuat program seperti contoh bundling dengan melahirkan, 3 juta, sehingga membuat survive untuk RS. Crowdfunding untuk Pembangunan. RS rajin menanyakan feedback dari pasien dan pasien membutuhkan apa. Pekan baru 98% pasien BPJS
|
Pola Pendapatan Rumah Sakit
- Penerimaan Pasien: Rumah sakit Anda memiliki pola pendapatan yang menarik. Meskipun 80% rawatan pasien berasal dari BPJS, pendapatan dari pasien umum mencapai 50%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien umum, termasuk mereka yang membayar langsung (out of pocket), menyumbang porsi signifikan terhadap keuangan rumah sakit.
- Keunggulan Niche: Sebagai rumah sakit khusus, Anda berhasil menarik pasien umum, yang berbeda dari kondisi rumah sakit di Pekanbaru di mana 98% pasiennya adalah BPJS. Ini menjadi keunggulan kompetitif yang harus dipertahankan.
Strategi Inovasi dan Adaptasi
Menghadapi kebijakan BPJS, rumah sakit Anda telah menunjukkan respons yang proaktif dan adaptif:
- Inovasi Produk: Inisiatif untuk membuat program bundling, seperti paket persalinan seharga 3 juta, adalah langkah cerdas. Program semacam ini membantu rumah sakit untuk tetap bertahan (survive) dengan menawarkan layanan yang menarik dan transparan harganya kepada pasien.
- Pendekatan Crowdfunding: Menggunakan crowdfunding untuk pembangunan adalah metode yang inovatif untuk mengumpulkan dana. Ini menunjukkan bahwa rumah sakit Anda tidak hanya mengandalkan sumber pendanaan tradisional, tetapi juga memanfaatkan dukungan dari masyarakat.
- Fokus pada Kebutuhan Pasien: Rumah sakit Anda secara rutin meminta masukan dari pasien untuk memahami kebutuhan mereka. Langkah ini sejalan dengan konsep
Clinical Governance, yang menekankan pada perbaikan berkelanjutan dan penetapan standar perawatan yang tinggi. Dengan mendengarkan pasien, Anda dapat menyesuaikan layanan untuk meningkatkan kualitas dan kepuasan.
Kondisi pasien BPJS kelas 3 yang datang menggunakan Pajero mencerminkan adanya fenomena sosial yang perlu dianalisis lebih dalam. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara kondisi ekonomi pasien dan kelas BPJS yang mereka pilih. Ini bisa menjadi sinyal bagi rumah sakit untuk:
- Penerapan Sistem Iur Bayar: sistem iur bayar yang aman perlu dirancang untuk memastikan bahwa rumah sakit tetap mendapatkan kompensasi yang layak, terutama dari pasien dengan kemampuan finansial yang lebih baik, tanpa melanggar regulasi BPJS.
- Komunikasi dengan BPJS: perlu ada komunikasi dan kolaborasi yang lebih erat dengan pihak BPJS untuk menyoroti fenomena ini. Ini termasuk bagian dari fungsi pendanaan dalam sistem kesehatan yang lebih luas.
Reporter: IAMARSI DIY