Pemantauan terhadap Pencapaian SPM dan Target RSB
RSUD telah melakukan pemantauan terhadap pencapaian SPM secara rutin. Pemantauan terhadap data sampai dengan April 2014 menunjukkan bahwa sebagian indikator SPM telah tercapai, antara lain jenis pelayanan, waktu tunggu pelayanan di IGD, IRJA, IRNA maupun operasi elektif, kejadian infeksi pasca operasi dan transfusi darah, dan berbagai indikator penting lainnya. Namun demikian, masih banyak hal yang membutuhkan perbaikan karena pencapaiannya masih di bawah standar. Misalnya kemampuan menangani live saving dan sertifikasi untuk petugas di IGD masih kurang dari 90%, belum ada tim penanggulangan bencana, kematian pasien > 48 jam, belum ada tim PONEK terlatih, dan belum semua penulisan resep sesuai formularium. Namun pengamatan terhadap semua instalasi pelayanan menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan diseluruh bagian RS ini masih belum mencapai target.
Hasil investigasi menunjukkan bahwa alasan ketidakpuasan pasien antara lain pelayanan yang lambat, petugas kurang ramah bahkan terkesan angkuh, ruangan kotorperawat jarang mengontrol kondisi pasien di malam hari, kamar mandi yang jorok, hingga pasien yang diminta untuk bolak balik ke pelayanan, sehingga mengesankan pelayanan yang belum efisien dan belum berorientasi pada pengguna.
RS ini merencanakan penambahan 150-200 TT lagi. Pembangunan kapasitas tambahan ini ditargetkan selesai pad apertengahan tahun depan. Jika dibandingkan dengan proyeksi pengguna pada perencanaan dengan realisasinya, maka nampak bahwa cukup banyak target yang telah melampaui 30% pada kuarter pertama ini. Hal tersebut menimbulkan optimisme bahwa target pelayanan akan tercapai bahkan terlampaui di akhir tahun 2014.
Salah satu perubahan signifikan yang terjadi dibandingkan dengan data sebelumnya adalah proporsi pasien. Tahun lalu pasien umum (fee for service) jumlahnya lebih dari 30%, saat ini proporsinya berkurang menajdi sekitar 25%. Diperkirakan hal ini juga berpengaruh terhadap tingkat penggunaan RS oleh masyarakat.
Namun sayangnya frekuensi rapat koordinasi internal RS khususnya di level direksi masih kurang. Banyak masukan termasuk dari masyarakat/pasien yang belum ditindaklanjuti karena kurangnya arahan dan supervisi dari atas. Berbagai masalah sistem maupun teknis yang wajar terjadi pada awal pelaksanaan BLUD kurang mendapat perhatian. Hal ini berdampak pada konflik antar-bagian yang terkait. RS masih membutuhkan pihak yang berperan sebagai penengah dalam konflik internal dan yang mengarahkan bagaimana respon RS terhadap berbagai masalah tersebut. Peran ini sebenarnya ada pada direktur RS.