Reportase
Webinar Good Governance di RS dan Prinsip Pencegahan Korupsi
Jumat, 15 Agustus 2025
Webinar dibuka dengan paparan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D bahwa saat ini terdapat Isu bahwa pemimpin RS daerah ditangkap KPK, sehingga prinsip good governance harus diterapkan untuk menghadapi situasi tersebut. Langkah tersebut dilakukan dengan mengelola peran dan tata hubungan antar stakeholder di sektor kesehatan. RS Pemerintah saat ini sudah berkembang dan bergerak dengan pola korporatisasi dengan prinsip governance, dimana prinsip ini harus benar-benar dipakai.
Prinsip governance tidak hanya dimiliki oleh RS, namun juga dipakai oleh Perusahaan, dimana hubungan antar manajemen, peran dan tanggung jawab antar organisasi, menyediakan pengawasan yang efektif, dan menyeimbangkan perilaku antar stakeholders merupakan pola yang harus diterapkan dalam corporate governance tersebut.
Berdasarkan isu yang ada saat ini, bagaimana tanggung jawab yang dimiliki dewan pengawas RS terhadap korupsi RS, sejauh mana fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas yang ditunjuk oleh Kepala Daerah, serta bagaimana pencegahan korupsi di RS akan dibahas lebih lanjut dalam webinar ini.
Selanjutnya, prinsip tata kelola RS dan pencegahan korupsi dijelaskan oleh Rimawan Pradiptyo, S.E., M.Sc., Ph.D. bahwa terdapat sense of crisis dalam sistem di Indonesia. Dampak dari hal ini salah satunya berupa unregulated corruption sebagai akibat dari iklim bisnis yang kotor, meliputi korupsi swasta, korupsi staff asing, illicit enrichment dan trading of influence. Sebagai dasar motivasi untuk melakukan kegiatan, biasanya dipertimbangkan expected benefit dan expected cost.
Sistem yang dijalankan di RS, organ pengawasan dilakukan oleh Direksi bersama Satuan Pengawas Internal (SPI) serta Dekom, meliputi Komite Audit, Komite Pemantau Risiko, Komite Remunerasi. RS Pemerintah sebagai BLU, merupakan bagian dari Pemda.
Sesi diskusi dibuka dengan tanggapan terkait pelantikan dewan pengawas RS yang menimbulkan kegaduhan beberapa fasilitas pelayanan kesehatan, karena pemilihan yang dipilih oleh pejabat pemerintah ini cenderung subjektif dan dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga konflik kepentingan bisa menjadi dasar tindak korupsi. Dalam hal ini, Dewan Pengawas berperan dalam fungsi pengawasan non-eksekutif, dan Dekom berperan sebagai lembaga non-independen yang bersifat mewakili masyarakat. Sehingga, dalam hal ini Dewan Pengawas yang berperan untuk fungsi pengawas wajib melakukan mitigasi risiko hingga melaporkan jika terdapat indikasi tindakan korupsi secara detail.
Berikutnya, tanggapan terkait dengan sistem whistleblower seharusnya memakai identitas anonim (tidak diketahui identitas pelapor). Sistem ini dapat dikelola sendiri (pengawas internal institusi terkait) atau menggunakan pihak eksternal (lembaga lain). Selanjutnya, Direksi bertugas melaporkan pelaku kepada Dewan Pengawas, namun jika tindakan dilakukan oleh Direksi, maka yang bertugas melaporkan adalah Dewan Pengawas.
Reportase : Bestian Ovilia Andini (PKMK UGM)