Surabaya – Menteri Kesehatan Nila Moeloek mencoba mengkolerasikan dua pihak, yakni akademisi dan perusahaan. Langkah ini sebagai upaya memeratakan kualitas serta harga dalam sistem pengobatan stem cell di Indonesia.
Dalam konsep yang dipaparkan dalam acara yang digelar oleh Unair dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bertajuk “National Symposium & Workshop Stem Cell” di hotel Bumi Surabaya, Minggu (13/8/2017) itu, Menteri Nila menginginkan para perusahaan dapat mendanai para peneliti agar tidak terjadi pembiaran percuma dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti.
“Kerja sama bisnis yang kita rancang ini, melibatkan para Akademisi, pebisnis (pemodal) dan pemerintah sebagai pengatur regulasi. Pentingnya strategi ini adalah untuk mendanai riset para peneliti. Karena selama ini yang terjadi adalah para peneliti yang gak punya modal, hanya akan disimpan di bawah laci dan tak bisa memberikan produknya,” kata Nila Moeloek.
Sementara dalam pemerataan dalam pelayanan stemcell di Indonesia, Menteri Nila telah menunjuk dua rumah sakit yakni Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM) di Jakarta dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Soetomo Surabaya dan sembilan jejaring rumah pendidikan lainnya yang ada di Indonesia.
“Saat ini kami telah mengatur standar operasional prosedur (SOP) untuk stem cell dengan memperhatikan data internasional tahun 2012. Kenapa RSCM dan Soetomo karena disana terkenal dengan Stemcell tulang dan jantung, sedangkan di Soetomo stem cellnya dapat menangani diabetes dan Parkinson. Jadi para pakar yang ada di kedua rumah sakit itu bisa langsung melakukan fase pengobatan dan juga pembimbingan ke rumah sakit pendidikan jejaring,” tutur dia.
Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof M Nasih mengatakan saat ini pelayanan stemcell yang ada di RSUD Dr Soetomo hanya sekitar Rp 30 juta. Dan dirinya berupaya untuk menekan angka tersebut dengan cara mencari pemodal untuk pembiayaan dalam mengembangkan stem cell. “Ya kita berupaya mencari jalan tengahnya yakni dengan perusahaan obat, kenapa demikian secara tidak langsung akan memberikan dampak miring. Namun jika pengembangan ini sukses maka kita siap-siap sebagai negara rujukan sebagai Stem cell termurah,” ungkap Nasih.
Nasih mengungkapkan, pengobatan Stemcell di Amerika, kurang berkembang karena pemerintah setempat berkonsentrasinya tidak pada stemcell namun diluar itu. “Memang politik internasional termasuk politik kesehatan internasional harus menjadi perhatian semua pihak,” ujarnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran Unair Porf Dr Soetojo mengatakan, dalam pengembangan penelitian stemcell yang dilakukan di RSUD Dr Soetomo itu sudah dilakukan sejak tahun 2001 oleh mahasiswa S-3 dari Unair. Dan telah menangani berbagai kasus seperti stem cell diabetes, jantung, tulang dan kelainan darah.
“SOP antara keduanya sudah diatur oleh Kemenkes dengan kaidah nasional. Dan kami nyatakan siap karena SDM peneliti dan alat yang dapat digunakan di Soetomo sudah mencukupi,” tandas Soetojo. [ito/but]
Sumber: beritajatim.com