PUTUSSIBAU—Ditutupnya Apotik Rakyat milik PD Uncak Kapuas di RSUD Achmad Diponegoro menyisakan banyak persoalan. Mulai keluhan kurangnya obat-obatan, hingga masalah utang rumah sakit pada Apotik Rakyat.
Pemerintah diminta untuk tidak menutup apotik plat merah sampai rumah sakit benar-benar siap memenuhi kebutuhan obat, baik bagi pasien umum ataupun pasien peserta BPJS.
Direktur PD Uncak Kapuas Supardi dikonfirmasi terkait hutang obat rumah sakit pada Apotik Rakyat membenarkan adanya utang itu. Dia mengaku tak hanya rumah sakit yang berhutang kepada Apotik Rakyat, tapi apotik rakyat juga berhutang kepada suplayer obat.“Apotik memang ada piutang pembelian obat, kami belum bisa membayar kalau rumah sakit belum membayar hutang kepada kami,” ungkap dia.
Supardi menjelaskan, piutang pembelian apotek Rakyat kepada PBF Pontianak Rp 29.345.150 dan kepada Apotik Santosa Rp 259.658.500, secara keseluruhan totalnya Rp 289.054.350. Sedangkan piutang pihak rumah sakit dari Agustus-Desember 2015 Rp 99.295.800 dan piutang Januari-Agustus 2016 Rp 243.196.000 dengan demikian total piutang rumah sakit pada Apotik Rakyat Rp 342.491.000.
Ketika ditanya soal kontrak antara Apotik Rakyat dengan rumah sakit, Supardi mengaku memang sudah berakhir pada 11 Maret 2016 dan diperpanjang secara internal sampai Mei 2016, kemudian di perpanjang lagi sampai Agutus 2016.
“Memang sudah dua kali perpanjangan,” terangnya. Dijelaskan dia, hasil penjualan obat-obatan Apotik Rakyat laba bersihnya 80 persen kembali kepada pihak rumah sakit.
Sedangikan PD. Uncak Kapuas sebagai pemilik Apotik hanya mendapatkan 20 persen dari penjualan laba bersih.
“Itu hanya kami gunakan untuk menggaji karyawan. Setahun kami hanya dapat Rp 30-an juta. Sedangkan rumah sakit Rp 100-san juta yang disetor ke bendahara rumah sakit,” jelasnya. Saat ini kata dia lagi, pihaknya ditagih oleh pihak suplayer obat dan pihaknya kesulitan untuk bayar hutang tersebut.
Disinggung mengenai obat-obatan yang belum terjual saat Apotik Rakyat di tutup, Supardi mengaku sudah ada komitmen rumah sakit untuk membeli obat itu. Total yang harus dibayar rumah sakit Rp 399.900.317. “Kehadiran kami dirumah sakit murni membantu rumah sakit, supaya masyarakat tidak kesulitan mencari obat. Profidnya kecil, karena 80 persen keuntungan kembali ke RSUD itu,” terangnya.
Selama Apotik Rakyat beroperasi di rumah sakit kurang lebih dua tahun, dia mengakau melakukan kontrol, agar persedian obat tetap ada. “Kami ini sebetulnya menerima apa saja. Dihentikan karena kontrak sudah habis tidak masalah. Jikapun dilanjutkan sambil menunggu rumah sakit siapa, kami juga siap,” ungkapnya. Yang terpenting, kata dia lagi, masyarakat tidak kesulitan mencari obat-obatan.(aan)
Sumber: pontianakpost.com