Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini, peningkatan kinerja dan mutu layanan kesehatan menjadi “trending topic” bagi setiap rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Ini adalah sebuah ‘pekerjaan rumah’ yang tidak mudah menyelesaikannya.
Secara spesifik tantangan tersebut disebabkan oleh 1) perubahan demografi, 2) perubahan lingkungan sosial, 3) layanan yang efektif secara klinis namun efisien, 4) persaingan dan 5) regulasi. Perubahan demografi membawa pada kuantitas demand terhadap layanan kesehatan yang meningkat. Perubahan lingkungan sosial berdampak pada munculnya berbagai pola penyakit yang bervariasi dan bereskalasi. Layanan efektif secara klinis dan efisien memberikan hasil yang belum (atau tidak?) sesuai harapan dimana yang sakit semakin sakit dan sedikit yang sembuh total ditambah dengan biaya layanan kesehatan yang semakin tidak murah.
Persaingan membawa pada perlombaan “bagus-bagusan” pelayanan tetapi baru bermain pada wilayah ‘casing’ (permukaan) belum ‘mesin’ (inti pelayanan). Regulasi diproduksi sebagai norma, standar, prosedur, dan kriteria bagi fasilitas kesehatan yang aplikasinya baru sebatas pada tata kelola dan belum tata prilaku. Ke-5 fenomena penyebab tantangan ini bersatu padu dan dan harus dijawab oleh kinerja rumah sakit dan fasilitas kesehatan serta stakeholders lainnya, bila tidak disikapi secara system akan berujung pada menurunnya derajat kesehatan masyarakat.
Perubahan. Kata itulah yang tepat mewakili pada fenomena kesehatan dan pelayanan kesehatan saat ini. Ini menjadi tantangan bagi rumah sakit dan fasilitas kesehatan dalam mencapai kinerja dan visi-misinya. Dalam mensiasati perubahan, kondisi yang paling ideal adalah semua stakeholders (kesehatan dan non kesehatan) sama-sama melakukan kontekstualisasi organisasinya.
Tetapi masalahnya adalah belum tentu sama stakeholders dalam melakukan perubahan. Berbedastart dalam soal berpikir, menyikapi dan bertindak. Padahal dalam konsep perubahan adalah siapa yang tidak berubah maka akan digilas oleh perubahan itu sendiri dan akhirnya menjadi korban dari perubahan. Sebaliknya, institusi yang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan itulah yang akan sustain dan survive.
Perubahan menuntut pembelajaran. Peter Senge dalam The Fifth Discipline (1994) menyatakan ada organisasi yang tidak dapat lama bertahan hidup karena adanya hambatan untuk belajar, umumnya disebabkan oleh tujuh penyakit yang dideritanya, yaitu: I am my position, membatasi ruang lingkup berpikir, segan mempelajari hal baru, the enemy is out there, selalu ada kambing hitam, terlambat menangggapi masalah yang muncul secara perlahan-lahan, dan the myth of the management team.
Aplikasi dan gambaran masalah internal saat menuju pembelajaran tersebut di rumah sakit dan fasilitas kesehatan berupa:
- Banyak staf di rumah sakit dan fasilitas kesehatan terjebak hanya berorientasi pada posisi yang sedang dia emban. Posisi tersebut menjadi kebanggaan yang selanjutnya membuatnya lupa untuk terus meningkatkan diri. Terjadi euphoria kesuksesan.
- Miskin kreatifitas dan inovasi, dimana staf di rumah sakit dan fasilitas kesehatan bertugas dan memberikan pelayanan hanya terkotak pada lingkaran tugas pokok dan fungsi.
- Kenyamanan berada pada zona nyaman telah membuat staf fasilitas kesehatan ogah mempelajari hal baru. Mempertahankan pola lama sangat dijunjung tinggi tanpa peduli bahwa lingkungan dan tuntutan pelayanan sudah berubah.
- Selalu menganggap bahwa lingkungan luar itu adalah musuh kenyamanan. Sebisa mungkin bersikap ekslusif pada setiap kondisi dan informasi.
- Kesalahan yang terjadi adalah berasal dari berbagai macam hal seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, atasan, dana kurang, masyarakat tidak tahu, dan seterusnya. Hal ini menjadikan setiap diri berada pada kondisi yang selalu benar dan tidak pernah salah.
- Respon yang tidak tepat waktu terhadap perubahan yang terjadi. Selalu menunda-nunda kegiatan strategis dengan berbagai alasan. Hingga terlambat membuat keputusan.
- Semua staf di rumah sakit dan fasilitas kesehatan memiliki anggapan bahwa kita adalah tim andal sehingga yang terjadi adalah sikap saling mengandalkan pribadi-pribadi tertentu dengan melupakan kaidah team work.
Dalam sesi pelatihan yang kerap penulis lakukan di rumah sakit maupun fasilitas kesehatan ternyata kebanyakan peserta sangat terinspirasi oleh keinginan berubah dari setelah mendapatkan cerita contoh kaidah berikut. Ada contoh kaidah yang cukup relevan, yaitu: “Dua buah perahu layar, digerakan dengan angin yang sama tetapi sampai di tempat yang berbeda”.
Perahu layar 1 sampai di tempat tujuan dan perahu layar 2 tidak sampai di tempat tujuan, padahal dua-duanya difasilitasi oleh jenis perahu yang sama. Lalu, apa yang membedakan? Ya, Anda benar, cara mengemudikan (baca: mengelola) perahu itulah yang membedakannya. Ini terkait dengan sumber daya yang dimiliki serta keterampilan SDM dalam melakukan pengelolaan tersebut.
Perahu layar 1 menyatakan bahwa angin, gelombang dan faktor eskternal lainnya adalah merupakan peluang dan mengerahkan semua sumber daya agar selaras dengan faktor luar tersebut untuk mencapai tempat tujuan, sedangkan perahu layar 2 menyatakan faktor eksternal tersebut sebagai ancaman dan tetap mengemudikan perahu sambil menggerutu bahwa pihak luar yang harus dipersalahkan. Cara kita memandang masalah merupakan masalah itu sendiri demikian Covey (1997) menyatakan. Jadi, melihat kepada fenomena diatas setidaknya terdapat dua masalah, yaitu: 1) masalah itu sendiri (masalah eksternal yaitu 5 fenomena penyebab tantangan) dan, 2) cara kita memandang masalah tersebut (masalah internal).
Tentunya angin dan gelombang tidak bisa dipersalahkan karena itu adalah faktor luar dan fenomena alam. Demikian juga dengan 5 penyebab fenomena di atas yang notabene juga faktor luar dan berada di luar kendali kita. Lalu, bagaimana mensikapi 5 penyebab fenomena tantangan tersebut? Kunci primernya adalah perbaiki cara pandang. Sekundernya adalah menselaraskan indikator kinerja dengan fenomena yang ada. Memahami kunci primer dan sekunder dengan baik tentunya akan memiliki dampak fundamental dalam mencapai kinerja rumah sakit atau fasilitas kesehatan secara berkelanjutan.
Lebih baik menyalakan satu lilin dari pada mengutuk kegelapan, demikian kaidah mengatakan. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan berada pada titik yang sangat urgen untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap lingkungan kontekstual. Berikut adalah 2 kunci yang dapat dilakukan oleh rumah sakit dan fasilitas kesehatan dalam rangka mencapai kinerja yang berkelanjutan di era JKN ini:
- Kunci Primer. Albert Einstein pernah mengatakan bahwa kita tidak dapat memecahkan masalah pada tingkat berpikir yang sama ketika masalah itu diciptakan. Artinya, diperlukan sebuah cara pandang, paradigma, cara pikir baru untuk dapat menyelesaikan suatu masalah. Cara pandang baru yang perlu dibangun yaitu rumah sakit atau fasilitas kesehatan diwajibkan proaktif dalam bertindak dan mensikapi setiap perubahan yang terjadi dikaitkan dengan prinsip-prinsip universal keorganisasian. Misal:
- Adanya perubahan regulasi harus secara proaktif dipandang sebagai aturan yang dapat membuat pelayanan menjadi prima. Disiplinlah menjalankan ini.
- Adanya persaingan harus secara proaktif dipandang sebagai perlombaan saling melayani dengan sepenuh hati dan berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Disiplinlah menjalankan ini.
- Adanya perubahan demografis harus secara proaktif dipandang sebagai tantangan kebaikan bahwa rumah sakit atau fasilitas kesehatan ini berpotensi untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara lebih luas lagi sehingga perlu upaya pengembangan dalam rangka mempersiapkan itu. Disiplinlah menjalankan ini.
- Dan seterusnya.
Ada kata kunci pada contoh diatas yaitu: 1) proaktif dan 2) kedisiplinan. Kedua hal inilah yang disebut sebagai cara pandang dan bertindak baru. yaitu suatu sikap proaktif dan kedisplinan dalam menghadapi setiap tantangan akibat perubahan. Proaktif adalah tindakan yang dilakukan akibat dari respon yang diselaraskan dengan prinsip universal keorganisasian. Kebalikannya adalah sikap reaktif yaitu tindakan yang dilakukan akibat dari respon yang tidak selaras dengan prinsip universal keorganisasian.
Tindakan proaktif dan reaktif itu adalah pilihan, kita bebas memilih, namun ingat, kita tidak bebas terhadap konsekuensi yang ditimbulkan akibat dari pilihan kita tersebut. Kedisiplinan adalah sebuah sikap tanggung jawab dan konsistensi dalam menjalankan pilihan yang telah diambil. Sikap inilah yang menjadikan nyata setiap upaya, tindakan, dan program.
Rumah sakit dan fasilitas kesehatan dapat mengupayakan agar kunci primer ini dapat diinternalisasi pada setiap staf sehingga menjadi kerangka prilaku staf dalam bertindak atas respon terhadap perubahan yang terjadi. Momen perubahan yang dilakukan tentunya harus sesuai dengan kaidah perubahan. Matta dalam bukunya Membentuk karakter menyatakan bahwa untuk menjalankan perubahan itu harus bersandar pada 5 kaidah, yaitu: a) kebertahapan, b) kesinambungan, c) momentum, d) motivasi instrinsik dan e) pembimbingan.
Proses internalisasi kunci primer dapat dilakukan dengan cara diskusi, pengarahan, pendidikan, pelatihan (training), pembimbingan (coaching) hingga pendampingan (mentoring). Ini adalah sebuah kerja panjang dan membutuhkan komitmen total dari setiap pimpinan di rumah sakit maupun fasilitas kesehatan dalam proses pemberdayaan dan peningkatan kapasitas SDM. Dampak dari mega proyek ini adalah munculnya nilai-nilai dan budaya baru pada setiap SDM-nya yang menjadi modal utama untuk mengeksekusi setiap program pengembangan/perubahan yang dilakukan.
Dalam kerangka akreditasi version 2012 yang mengacu pada JCI Accreditation, program ini dapat dikategorikan pada kelompok standar manajemen rumah sakit yaitu pada bab Tata Kelola, Kepemimpinan dan Pengarahan (TKP) serta Kualifikasi dan Pendidikan Staf (KPS). Keberhasilan pada kunci primer ini akan membawa efek momentum pada sasaran-sasaran lain secara lebih efektif. Selanjutnya, kunci sekunder akan dikupas pada artikel lain sebagai lanjutan dari artikel ini.
Info training & coaching untuk empowerment program SDM di rumah sakit dan fasilitas kesehatan dapat menghubungi Annisah Zahrah, SKM atau Amina di no. 0815-8428-2656 | Kantor no. 7864978.
Salam Unstopable Sharing — Great Leading Great Managing
Bahan Bacaan
- Chawla, Govindaraj,” Improving Hospital Performance through Policies to Increase Hospital Autonomy: Implementation Guidelines”, Harvard School of Public Health, 1996
- Covey, “ The 7 Habits of Highly Effective People”, PT. Gramedia, 1997
- Senge, Peter,” The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization”, 1994
Penulis
Budi Hartono*
*) Penulis adalah seorang Healthcare & Hospital Coach, Health Administration & Policy Consultant, Certified Lecturer dan Executive Trainer. Ia adalah founder dari buttonMED COACHING sebuah lembaga strategis yang berfokus pada empowerment SDM kesehatan serta pionir dalam bidang pengembangan coaching di rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Indonesia. Ia memiliki pengalaman lebih dari 15 tahun dalam area Manajemen Rumah Sakit dan Kesehatan seperti: Pengembangan Organisasi dan Kepemimpinan, Budaya dan Mutu Layanan Kesehatan, Manajemen Keuangan, Unit Cost & Pentarifan, Ekonomi Kesehatan, Manajemen Strategi serta Administrasi & Kebijakan Kesehatan. Ia telah bekerja secara intensif dengan mitra strategis di fasilitas dan institusi terkait kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, Dinas Kesehatan dan Kementerian Kesehatan serta di beberapa Kementerian dan Perusahaan lainnya sebagai Instruktur Pelatihan, Peneliti, Konsultan dan Executive Coach. Pada tahun 2011, Ia berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul: “Pengembangan Model Pengukuran Kinerja RS Dalam Mencapai Misi RS di Indonesia” dan mendapatkan gelar doktor dari FKM UI dengan predikat sangat memuaskan. Ia adalah seorang yang memotivasi dan berkapasitas dalam coaching maupun pemberdayaan untuk menjadikan pribadi eksekutif bertumbuh dan berkembang bersama potensi dasarnya dalam sebuah pencapaian prestatif sehingga mereka dapat berkontribusi signifikan dalam mencapai misi dan visi luhur di organisasi manapun mereka berada. Ia telah memberikan pelatihan dan coaching dihadapan lebih dari 15,000 peserta. Ia memiliki sertifikasi pada sejumlah professional skill sepertiCertified Coach Practitioner, Certified Professional Coach, Associate Certified Coach dariInternational Coach Federation (ICF) USA, and Certified Lecturer dari Kementerian Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Ia dapat dihubungi melalui WA di 0816-48500-94, email: [email protected], FB: Budi Hartono Abihanni.
Sumber: harianbernas.com