Walikota Bandarlampung, Herman HN, secara tegas tidak membenarkan jika rumah sakit meminta uang jaminan terlebih dahulu kepada pasien yang akan menjalani perawatan.
Herman HN menegaskan, agar setiap rumah sakit dapat memberikan pelayanan terhadap setiap pasien dengan tidak membeda-bedakan, apakah peserta BPJS atau Jamkeda dengan pasien umum.
“Ya, harus dilayanin dahululah, namanya orang sakit, enggak benar kalau ada rumah sakit meminta jaminan terlebih dahulu,” ujar Herman HN, usai menghadiri Rapat Paripurna DPRD Kota Bandarlampung, Rabu, (22/6).
Terkait adanya keluhan keluarga pasien yang membayar hingga puluhan juta rupiah meskipun ppasien peserta BPJS mandiri. Herman HN meminta agar mempertanyakan hal tersebut kepihak BPJS.
“Kalau soal kenapa masih membayar, tanyakan langsung ke BPJS. Kan BPJS yang tahu rincianya. Yang jelas setiap pasien apalagi warga Bandarlampung, dengan menunjukan identitas diri berupa KTP saja sudah harus ditangani, tidak boleh ada uang jaminan baru ditangani,” ujarnya.
Sementara itu, Syarif Hidayat, Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandarlampung menyatakan, agar pihak BPJS dan rumah sakit dapat memberikan keterangan yang transparan terhadap keluarga pasien.
“Kita harap sebelum ada pengalihan pindah ruangan, terhadap si pasien, seharusnya pihak rumah sakit atau BPJS dapat memberikan keterangan kepada pihak keluarga. Ini memang sering kita dengar ruangan yang seharusnya kelas pasien dinyatakan penuh dan disarankan pindah naik kelas ruanganya. Nah memang disinilah akan muncul pembayaran yang dikemudian hari membengkak,” kata dia.
Ini juga menjadi salah satu kelemahan pihak BPJS yang petugasnya juga tidak stanbay 24 jam dirumah sakit. Sehingga kesulitan bagi keluarga pasien untuk berkomunikasi.
“Kita juga berharap jangan sampai ada indikasi permainan, yang saya katakan tadi, ruangan kelas satu contohnya ada, tetapi dibilang tidak ada. Makanya kita berharap pihak rumah sakit betul-betul memberikan pelayanan yang prima. Dan keluarga pasien kita minta juga jangan langsung panik saat disuruh naik kelas, tanyakan ke pihak BPJS yang ada dirumah sakit, bila perlu cek ruangan,” ujarnya.
sementara pihak BPJS terkesan lepas tangan akan besaran tagihan dengan alasan sesuai ketentuan yang mereka miliki. Kejadian Sangat miris ini, diawalai saat menjalani operasi Anus dan Kelamin Riama Sihotang yang sejak lahir tidak memiliki Anus dan kelamin secara normal, sehingga untuk pembuangan, sejak bayi Riama sudah dioperasi di bagian perut sebelah kananya untuk tempat pembuangan pengganti anus.
Dalam perjalananya, Riama mengalami persoalan disaluran pembuangan hasil operasi, sehingga harus dilakukan operasi pembentukan Anus dan sekaligus kelaminya.
Persoalan muncul disini, yakni saat Riama di RS Urip Sumoharjo, pasien yang masuk di BPJS kelas satu tersebut disarankan dokter untuk pindah kelas yakni kelas pratama. Bukan hanya itu saja, pihak Rumah Sakit meminta agar keluarga pasien disuruh mencari dana uang sebesar Rp18 juta sebagai dana titipan agar pasien dapat diambil tindakan operasim.
“Ya pihak rumah sakit meminta saya untuk mencari dana sebesar Rp18 juta sebagai jaminan, agar tindakan operasi dapat dilakukan, dengan cari pinjaman saya dapatkan dana,” ujar Suwandi Sihotang yang keseharianya pekerjaanya serabutan.
Dengan harapan, kata dia, kemungkinan dana itu nanti akan dapat diklaim ke pihak PBJS. Tapi pada kenyataannya, saat Riama diperbolehkan pulang. Pihak rumah sakit memberikan total tagihan sebesar Rp42.155.338.
Dari total tagihan sebesar Rp42.155.338 tersebut ternyata yang ditanggung pihak BPJS hanya sebesar Rp 16.487.600.
“Jadi saya harus mencari dana sebesar Rp8 juta lagi untuk bisa membawa anak saya pulang,” ujarnya.
Sementara terkait, keluhan pasien ini, pihak keluarga, yakni Alam, saat mencoba menanyakan dengan pihak BPJS, melalui Sofyeni, Kepala BPJS, mengatakan, bahwa yang ditanggung pihak BPJS sudah sesuai ketentuan.
Terkait besaran dana yang cukup joblang yang ditanggung pasien, menurut keteranganya, karena pasien naik kelas dari BPJS kelas 1 naik ke Prtama.
“Jika peserta mengikuti ketentuan dan sesuai haknya maka tidak akan ada iuran biaya, namun hasil kordinasi dengan pihak rumah sakit, sebenarnya pihak rumah sakit menginformasikan jika naik kelas ada selisih biaya dan ini ditandatangani pihak keluarga pasien. Sedangkan terkait pihak dokter yang meminta naik ruangan, kami sudah tersukan ke Management rumah sakit,” ujarnya.
Selain itu, pihak BPJS juga menyatakan tidak dibenarkan jika pihak rumah sakit meminta adanya uang jaminan, sehingga penaganan perobatan baru dilakukan,” enggak benar pakai uang jaminan, itu pihak rumah sakit akan kita tegur,” kata Edi Wiyono Kepala Unit MK dan UPMP4 BPJS Cabang Bandarlampung.
Saat ditanyakan, kepada Sofyeni, apakah menjamin bahwa petugas BPJS di rumah sakit bertugas secara profesional, dengan tidak bekerjasama dengan pihak rumah sakit, yang mana setiap pasien BPJS seringkali dikatakan penuh ruangan saat akan menjalani perawatan. Karena hal seperti itu banyak dikeluhkan keluarga pasien pengguna BPJS mandiri.
“Kalau petugas kami, ya kami jamin tidak ada permainan sepeti itu. Maka selain bertanya kepihak BPJS, kita juga berharap keluarga pasien dapat mengecek keruangan, jika pihak rumah sakit mengatakan ruangan penuh dan harus naik kelas. Sehingga persoalan seperti ini tidak lagi terjadi,” ujarnya. (LPM-11/Toni)
Sumber: lampungpagi.com