Jember – Meski sudah mengikutsertakan bayinya sebagai peserta BPJS Kesehatan, keluarga miskin di Kabupaten Jember ini masih harus membayar biaya perawatan hingga Rp 4,5 juta.
Agus Santoso (23), warga Desa Pondokrejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember, mengaku harus membayar biaya perawatan untuk anaknya, Muhammad Devin Ishara. Padahal anaknya tersebut telah didaftarkan menjadi peserta BPJS Kesehatan.
“Saya masuk ke RS IBI (Ikatan Bidan Indonesia) Ibu dan Anak sejak Rabu (13/4) lalu. Anak saya juga sudah saya daftarkan menjadi peserta BPJS Kesehatan. Tetapi saya masih disodorkan biaya perawatan dari Rumah Sakit sebesar Rp 3 juta,” ungkap Agus di RS IBI Ibu dan Anak Jember, Selasa (19/4/2016).
Selain itu, pihaknya pun meminta agar bayinya yang lahir prematur tersebut untuk dipindah ke RSD Dr Soebandi. Namun keinginannya tersebut urung terwujud setelah pihak RS IBI mengkonfirmasi bahwa kamar pelayanan di RSD Dr. Soebandi telah penuh dan tidak bisa menerima pasien baru.
“Daripada masih berobat di sini (RS IBI) tetapi masih bayar, saya akhirnya memutuskan untuk memulangkan bayi saya secara paksa. Saya malah kaget, biayanya sekarang menjadi Rp 4,5 juta,” kata Agus yang merupakan seorang petani ini.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Humas dan Bagian Hukum RS IBI Ibu dan Anak Jember, Dwi Heru Nugroho, menyampaikan, sebelumnya keluarga pasien sudah mendapatkan penjelasan dari pihak Rumah Sakit.
“Bayi tersebut lahir di Puskesmas Tempurejo di usia tujuh bulan pada 27 Maret 2016 lalu. Bobotnya hanya 1,5 kg. Kemudian di rujuk di Rumah Sakit kami dan keluarga pasien memilih menarik pasien keluar paksa pada 3 April. Padahal kondisi bayi masih rawan terkena infeksi,” terang Heru.
Hasilnya, bayi tersebut mengalami kondisi kritis sejak dipulangkan paksa. Sehingga, keluarga pasien membawanya kembali ke RS IBI pada 13 April 2016. Keluarga pasien menunjukkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) atas nama ibu pasien.
“KIS yang ditunjukkan tidak berlaku untuk bayinya karena itu berlakunya hanya untuk pemegang kartu saja. Sedangkan bayinya ketika datang dalam kondisi kritis dengan tubuh yang menguning dan berat badan turun menjadi 1,2 kg,” jelasnya.
Heru menambahkan, bayi tersebut lalu mendapatkan perawatan intensif, hingga akhirnya berat badan mulai meningkat hingga 1,7 kg. Namun kondisi tersebut masih belum memenuhi syarat untuk bayinya bisa dipulangkan.
Di sisi lain, karena KIS tertolak, keluarga pasien pun mengurus pembuatan BPJS atas nama Muhammad Devin Ishara. Harapannya, biaya perawatan di rumah sakit bisa gratis. Namun hal ini kembali gagal.
“Berdasarkan Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan) Nomor 28 tahun 2014, pada poin lima disebutkan bahwa pasien tidak boleh alih status. Pasien Muhammad Devin ini masuk dengan kategori pasien umum, jadi tidak bisa berubah menjadi peserta BPJS,” terang Heru.
Mengenai biaya tambahan Rp 1,5 juta pada hari terakhir pemulangan pasien, diakui Heru merupakan kesalahan pemberitahuan. Menurutnya, biaya obat belum dimasukkan ke dalam rincian pertama yang ditunjukkan kepada pasien.
“Kami berharap agar bayi tersebut tidak dibawa pulang dulu. Karena bayi tersebut masih perlu perawatan intensif dari petugas medis. Tetapi kami tidak bisa memaksa, karena pilihan untuk pulang paksa merupakan hak dari keluarga pasien. Sehingga hari ini keluarga pasien kembali membawa pulang bayinya dengan paksa,” pungkasnya.
(fat/fat)
Sumber: detik.com