LEMBAGA Studi Pembangunan Daerah (LSPD) Priangan Timur (Priatim) berperan aktif melakukan riset dan monitoring pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah dan bank asing. Salah satunya mengkaji kualitas pembangunan Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama (RS SMC).
Ketua LSPD Priatim Yudi Kurnia SH MH menyebutkan bahwa kualitas pembagunan RS SMC untuk ruang rawat inap baru dijadikan proyek terbaik dan percontohan dari semua pembangunan di bidang perkantoran dan rumah sakit se-Priatim. Di mana hampir semua rumah sakit kabupaten/kota se-Priatim mendapatkan bantuan yang sama. “Ini terbaik dari sisi perencanaan, konstruksi bangunan, pelaksanaan pekerjaan atau konstruksi bangunan yang sudah jadi serta proses lelang dan administrasinya,” ujarnya kepada
Radar , kemarin (24/2).
Bahkan pembangunan RS SMC ini lebih bagus dibandingkan dengan proyek RS di daerah lain yang anggarannya lebih besar.
Aktivis senior Tasikmalaya Agustiana menyatakan LSPD Priatim punya kredibilitas dalam menilai pembangunan. Sehingga penilaian pembangunan ruang rawat inap RS SMC yang berkualitas itu bisa dipertanggungjawabkan.
Hasil bangunan berkualitas ini, kata dia, tidak terlepas dari peran kepala daerah dan instansi terkait yang tidak terlalu mengintervensi para pemborong atau pengusaha. Sehingga para pengusaha pun mampu memenuhi persyaratan pembangunan RS berkualitas tinggi.
Misalnya, biasanya lelang proyek rumah sakit itu tidak mensyaratkan adanya sertifikat ISO bagi pengusaha. Namun, dalam proyek RS SMC, sertifikat ISO ini menjadi syarat utama. Sehingga pengusaha yang memenangi tender itu berkualitas. “Bahkan di rumah sakit tetangga juga tidak ada syarat ISO dan terkesan intervensi,” katanya.
Menurut dia, RS SMC ini banyak menangani pasien dari kalangan miskin. Namun, kualitas bangunannya lebih bagus dibandingkan rumah sakit swasta yang mematok biaya mahal. Hal ini seharusnya menjadi kebanggan bagi masyarakat. Pun demikian bagi pemerintah dan pihak rumah sakit. Karena dengan bangunan berkualitas itu warga miskin merasa sangat dihargai. “Jadi perlakuannya sama antara pasien miskin dan kaya, sehingga tidak asal-asalan,” bebernya.
Apalagi, lanjut dia, bila ditunjang dengan pelayanan yang ramah dan sabar bagi warga miskin, maka RS SMC ini akan menjadi percontohan sebagai rumah sakit terbaik, dari sisi fisik bangunan dan layanan. “Karena dengan pelayanan judes dan ruangan kumuh membuat kurang baik bagi kesehatan pasien yang dirawat,” terangnya.
Namun, Agustiana hanya menyayangkan dengan pemilihan nama RS SMC. Nama tersebut agak “menakutkan” bagi warga miskin. Karena terkesan sebagai rumah sakit swasta. Bukan rumah sakit milik pemerintah daerah. Padahal lebih baik pemerintah mengambil nama dari para pahlawan. “Atau bisa menggunakan nama bupati pada saat pertama mendirikan,” ucapnya.
Dikonfirmasi terpisah, penanggung jawab PT Putra Kecana –perusahaan yang membangun RS SMC– H Endang Sukandar menyatakan pihaknya sangat berhati-hati dalam mengerjakan proyek ini karena membangun rumah sakit itu memiliki nilai ibadah yang sangat tinggi. Walaupun dari sisi keuntungan sangat tidak wajar atau di bawah ideal. “Kalau dipikirkan jika membangun rumah sakit sama dengan membangun masjid. Jadi kurang tepat pembangunan rumah sakit menggunakan sistem kalkulasi bisnis murni. Terutama rumah sakit pemerintah. Karena yang akan menggunakannya adalah masyarakat miskin. Jadi sangat miris jika mencari keuntungan seperti ini,” jelasnya.
Perusahaan lainnya, Direktur PT Berkah Multi Media, Sarif Sarifuloh menambahkan pembangunan RS SMC ini sudah diterima dengan baik oleh dinas terkait dan menyatakan sangat puas dengan hasilnya. “Karena saya putra daerah pada saat ikut lelang dan turut berpartisipasi pada proses pembangunan di kampung halaman sendiri. Kesempatan itu saya buktikan dan berikan kepada kabupaten dalam hal pekerjaan ruang rawat inap yang berkualitas,” katanya.
Dalam mengerjakan proyek rumah sakit ini, kata dia, tidak semata-mata mencari keuntungan. Tetapi lebih kepada memberikan sumbangan pengalaman menggarap berbagai proyek di luar Tasikmalaya. Apalagi RS SMC ini berada di Singaparna, tempat di mana dirinya tinggal. “Karena jika hanya cari duit saja berarti tidak menorehkan sejarah di kampung halaman,” tuturnya.
(yfi)
Sumber: radartasikmalaya.com